Pupuk Bersubsidi Langka, Bagaimana Indonesia Bisa Swasembada?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Presiden terpilih Prabowo Subianto menyatakan ingin menuntaskan kemiskinan dan kelaparan di Indonesia dan menargetkan akan meraih
swasembada pangan dalam masa empat tahun kepemimpinannya. (cnnindonesia.com,
10/05/2024)

Benarkah Indonesia akan mampu meraih swasembada pangan?

Bagai pungguk merindukan bulan harapan di atas seolah
mustahil dapat dicapai saat ini. Sebab, hal mendasar menuju swasembada pangan,
yaitu ketersediaan pupuk subsidi untuk petani kian langka dan berbelit. Para
petani masih mengeluhkan sulit dan rumitnya regulasi yang ada. Untuk bisa
mendapatkan pupuk bersubsidi, petani harus memiliki kartu tani dan menjadi
anggota dari kelompok tani yang menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok), memiliki lahan 2 hektar dan ditanami tanaman pangan, hortikultura, dan
perkebunan. (kabar6.com, 15/12/2020).

Tidak hanya sulit dan rumit, tetapi pemerintah juga telah
memangkas jumlah pupuk bersubsidi yang semula diatur dalam Peraturan Menteri
Pertanian (permentan) no. 41 tahun 2021 tentang penetapan alokasi dan harga
eceran tertinggi pupuk bersubsidi. Ada 5 jenis pupuk bersubsidi yaitu pupuk
organik, urea, Super Phospat (SP-36), Zvavelvuure Ammonium (ZA), dan NPK. Lalu,
diganti dengan Permentan no.10 tahun 2022 yang menyebutkan bahwa jenis pupuk
yang disubsidi yaitu urea dan NPK saja.

Tidak hanya jenis pupuk, pemerintah juga membatasi komoditas
yang diberi pupuk bersubsidi yang awalnya dari 70 jenis menjadi 9 jenis saja,
yaitu padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, tebu, kakao, dan kopi.
(cnnindonesia.com, 15/07/2022)

Pembatasan pupuk ini adalah hal yang wajar. Indonesia
sebagai anggota WTO, wajib menyelaraskan kebijakan dan aturan-aturannya dengan
kebijakan WTO, di antaranya mengurangi subsidi di sektor pertanian, mengurangi
subsidi bagi petani yang akan melakukan ekspor, serta membuka kran impor bagi
komoditas pertanian. Hal ini tertuang dalam persetujuan Indonesia terhadap
perjanjian Agreement on Agriculture (AoA) thn 1995. Di samping juga adanya
penandatanganan perjanjian Letter of Intent antara Indonesia dengan IMF yang
mendorong Indonesia membuka pasar pangan dari luar negeri, seperti beras, gula,
gandum, bawang bawang putih, kedelai, dan daging. (tempo.co, 25/04/2024)

Inilah wajah pengaturan ekonomi dalam sistem kapitalis,
yaitu negara tunduk pada aturan pemilik modal. Aturan pun dibuat dan bisa
diubah-ubah sesuai dengan kepentingan para pemilik modal atau negara kapitalis.
Pemenuhan pangan dalam pandangan kapitalis diserahkan kepada mekanisme pasar,
sehingga dalam pandangan kapitalis neoliberal, subsidi merupakan bentuk campur
tangan negara terhadap mekanisme pasar.

Pelayanan publik dalam kapitalis neoliberal didasarkan pada
untung atau rugi. Adanya subsidi dalam pandangan mereka adalah bentuk
pemborosan yang dapat merugikan. Sedangkan peran negara dalam sistem kapitalis
hanyalah sebagai regulator dan fasilitator bagi pemilik modal. Dengan kondisi
yang demikian akankah Indonesia meraih swasembada pangan? Padahal, mekanisme
pemberian pupuk saja masih tunduk pada aturan WTO dan negara kapitalis.

Islam Solusi Tuntas Masalah Pangan

Swasembada pangan hanya akan terwujud jika negara mampu
hadir dan berperan secara berdaulat dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan rakyat
tanpa intervensi dari negara lain.

Islam adalah agama sekaligus seperangkat aturan yang sesuai
dengan fitrah manusia, karena datang dari Allah Swt., Sang Pencipta sekaligus
Sang Pengatur alam semesta. Karenanya, aturan Allah pun pasti sempurna dan
mampu menyelesaikan setiap persoalan kehidupan.

Sistem ekonomi dalam Islam adalah penerapan berbagai
kebijakan yang menjamin setiap individu masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan primer, serta jaminan yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan
sekunder dan tersier. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk
dapat mempertahankan hidup. Pemenuhannya merupakan kewajiban yang harus
dijalankan oleh negara.

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan primer manusia, Islam
memandang bahwa manusia sebagai individu, bukan sebagai suatu komunitas dalam
sebuah negara. Hal ini berarti, bahwa Islam menekankan pemenuhan kebutuhan
bersifat individu per individu, bukan secara kolektif. Untuk itu, negara wajib
bertanggung jawab penuh atas ketersediaan pangan rakyat mulai dari produksi dan
faktor-faktornya, sampai pada mekanisme pendistribusian, sehingga setiap
individu dapat memenuhi kebutuhan pangan.

Negara dalam Islam wajib menyediakan setiap sarana prasarana
demi tercapainya ketahanan pangan dalam negeri, seperti pupuk, alat pertanian,
edukasi petani, benih, riset-riset, dan lain-lain. Di samping sebagai upaya
menuju ketahanan pangan, hal tersebut juga sebagai bentuk jaminan negara agar
para petani dapat tetap bekerja dan hidup sejahtera.

Ini berbeda dengan kapitalis. Jika dalam kapitalis subsidi
dianggap pemborosan dan bentuk campur tangan negara dalam mekanisme pasar, maka
dalam Islam subsidi merupakan pemberian negara sebagai bentuk tanggung jawab
dan upaya menstabilkan dan menghindari ketimpangan ekonomi.

Nabi Muhammad saw. Pernah membagikan harta fai Bani Nadhir
kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada kaum Anshar, karena nabi melihat
ketimpangan ekonomi antara keduanya. Hal itu karena Islam melarang harta
berputar hanya kepada segolongan orang kaya saja.

Allah Swt. Berfirman:

كَيْ
لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ اْلأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ

“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang
kaya saja di antara kalian.”

(QS Al-Hasyr [59] : 7)

Pupuk merupakan komponen vital tersedianya kecukupan pangan.
Untuk itu, negara khilafah akan membentuk mekanisme yang mudah dengan harga
yang terjangkau bagi para petani. Islam melarang adanya penimbunan, memonopoli
hajat hidup orang banyak, intervensi asing, kecurangan, korupsi, dan lain-lain.

Semua mekanisme tersebut hanya akan bisa dijalankan oleh
negara yang tegak di atas keimanan dan penerapan syariat Islam secara kaffah
dalam bingkai Daulah Khilafah Islam. Hanya dengan Islam, akan terwujud negara
yang mandiri dan mampu mewujudkan swasembada pangan, kesejahteraan petani
khususnya, serta umat manusia pada umumnya. Wallahu’alam Bisshawwab.

Oleh: Ummu Ahnaf, Pemerhati Kebijakan Publik

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA