Tinta Media – Pembuatan sertifikat untuk penceramah dinilai Redaktur Majalah Al-Wa’ie Farid Wadjdi menjadi alat politik untuk menyeleksi penceramah.
“Sertifikasi itu menjadi semacam alat politik untuk menyeleksi, mana penceramah yang dianggap sejalan dengan kebijakan negara atau penguasa atau tidak,” tuturnya dalam Sorotan Dunia Islam: Sertifikasi Penceramah, Rabu (18/12/2024) di kanal Youtube Radio Dakta.
Menurutnya, sertifikasi penceramah itu juga untuk memperkuat moderasi beragama. “Artinya ada kepentingan lain. Tentu tidak seperti itu yang kita inginkan,” sergahnya.
Sehingga yang terpenting, kata Farid, sebenarnya bukan sertifikatnya atau sertifikasinya itu. “Sertifikat itu, juga tidak memberikan jaminan, apalagi dengan Indonesia yang sangat luas ini juga masyarakat yang sangat beragam,” ujarnya.
“Kalau masyarakat yang di kampung-kampung itu di sana, ada ustaz-ustaz yang ada di kampung juga harus di sertifikat ini tentu akan menjadi kendala tersendiri,” tambahnya.
Jadi yang perlu dilakukan itu, jelasnya, sebenarnya adalah bagaimana meningkatkan kemampuan para penceramah, para mubaligh dengan melakukan pelatihan-pelatihan atau dengan melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam khusus untuk penceramah khusus untuk mubaligh.
“Nah itu yang lebih penting,” tegasnya.
Namun tentu itu bukan harus dilakukan oleh negara, kata Farid, bukan pula harus dilakukan oleh pemerintah, itu bisa dilakukan oleh ormas-ormas Islam atau pusat-pusat kajian Islam. “Itu yang sebenarnya lebih penting daripada urusan sertifikat ini,” tandasnya.
Urusan sertifikat, ungkapnya, sering kali memiliki motif politik ujung-ujungnya nanti penceramah yang sering melakukan “muhasabah lil hukam” mengoreksi penguasa yang keliru itu tidak diberikan sertifikat dan sebagainya.
“Sehingga yang terpenting itu sebenarnya bagaimana meningkatkan kualitas penceramah, itu yang pertama,” katanya.
Kedua, terkait dengan kualitas penceramah pada masing-masing penceramah itu ada kekhasannya itu harus dibedakan antara seorang faqih dengan seorang alim. “Dia seorang yang mendalami tsaqafah Islam dengan seorang mubaligh. Seorang mubaligh itu kan bisa jadi dia enggak begitu mendalam persoalan agamanya, pemahaman agamanya, tapi ada hal-hal kecil yang dia sampaikan, hal-hal ringan dia sampaikan tapi itu menarik buat masyarakat,” jelasnya.
“Atau ada anak muda, yang mungkin dia bukan alumni Al-Azhar dia bukan alumni Timur Tengah atau perguruan tinggi Islam. Tapi dia bisa menjelaskan Islam itu dengan mudah dan rasional dan ini diterima di kalangan anak-anak muda itu juga suatu hal yang perlu kita dukung,” tambahnya.
Mungkin nanti ada kelirunya, ada salahnya. Menurutnya, di situlah kemudian perlu koreksi. Karena mekanisme koreksi itu nanti mekanisme yang alami, apalagi dunia sosial media sekarang kan terbuka.
Jadi, kalau ada penceramah yang aneh-aneh itu, kata Farid, bisa dideteksi, biasanya netizen itu akan mengoreksinya.
“Sehingga tidak begitu pentinglah sertifikat-sertifikat itu karena biasanya ada kepentingan politik di belakang itu,” tutupnya.[] Muhammad Nur
Views: 0