Tinta Media – Telah terjadi banjir bandang dan lahar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang dan
Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Tim penolong bergerak mencari korban yang
dilaporkan hilang.
Di
sisi lain, Badan Penanggulangan Bencana (BNPB)
mengevakuasi ratusan warga di tiga daerah di Sumatra Barat yang
terdampak banjir ke sejumlah posko pengungsian, Senin (13/05).
Menurut
laporan dari Kantor Pencarian dan
Pertolongan (SAR) Kota Padang, korban meninggal dunia akibat banjir lahar
dingin gunung Merapi dan banjir bandang dari tiga wilayah provinsi Sumatera
Barat mencapai 52 orang, Selasa (13/05) pukul 15.00 WIB.
Kepala
SAR Kota Padang, Abdul Malik mengatakan bahwa tim pencarian hingga saat ini
masih mencari keberadaan warga yang dilaporkan hilang yang diduga terseret arus
banjir bandang. Pencarian dilakukan dari kota Padang panjang hingga aliran
sungai Anai.
Adapun
rincian korban yang meninggal adalah 22 orang dari Kabupaten Agam, 24 orang
dari Kabupaten Tanah Datar, dua orang dari Kota Padang Panjang dan dua orang
lagi dari Kabupaten Padang Pariaman serta dua orang di Padang, (BBC News
Indonesia).
Basarnas
mengatakan, ada tiga orang yang belum teridentifikasi dari jumlah tersebut,
hingga total yang meninggal 52 orang. Banjir bandang ini juga
mengakibatkan kerusakan 193 rumah warga
di Kabupaten Agam. Di Tanah Datar, sebanyak 84 rumah mengalami kerusakan berat
dan ringan. Jalur lalu lintas dari Kabupaten Tanah Datar menuju Padang dan
Solok mengalami lumpuh total.
Miris,
bencana alam terus berulang dan memakan banyak korban. Oleh karena itu, perlu
adanya upaya mitigasi bencana sehingga pencegahan dapat optimal, demikian pula
upaya menyelamatkan masyarakat.
Banyaknya
kerugian yang dirasakan warga akibat terjadinya bencana menambah penderitaan.
Rakyat semakin memprihatinkan di tengah kondisi sulit seperti saat ini.
Sebetulnya,
apa faktor penyebab terjadinya banyak bencana alam? Di samping qadha Allah, tentu saja kita tidak
bisa membuat pernyataan bahwasanya bencana banjir bandang dan lahar itu
semata-mata hanya karena faktor alam. Sebuah persoalan harus dilihat dan
dirunut secara detail pada aspek hulu, bukan hanya dilihat dari aspek hilir
saja, sehingga penyelesaian atau solusi preventif yang efektif bisa didapatkan.
Ini
karena di samping faktor alam, juga terdapat andil besar perbuatan yang
dilakukan oleh manusia itu sendiri. Sehingga, perlu ditinjau dan dipahami lebih
mendalam untuk mencari akar permasalahannya. Dari sini, kita bisa menemukan
solusi yang hakiki dalam menyelesaikan persoalan bencana.
Jika
ditelaah, bencana bertubi-tubi yang terjadi disebabkan oleh kebijakan dari
negara. Semua berkaitan dengan sistem aturan negeri ini yang sekuler
kapitalistik.
Semua
kebijakan dibuat hanya demi meraup keuntungan segelintir orang tanpa peduli
akibat yang dirasakan oleh rakyat banyak. Kebijakan pembangunan yang
ugal-ugalan dengan dalih investasi telah membuat rakyat kecil menderita.
Sementara, yang punya uang dan modal besar akan semakin kaya raya.
Tidak
bisa dimungkiri bahwa eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, alih fungsi
lahan, pembukaan lahan kelapa sawit, juga penambangan emas adalah pemicu
rusaknya lingkungan. Belum lagi barang tambang yang lainnya. Semua bebas
menjadi ‘bancakan: para elite politik global.
Begitulah,
pembangunan ala kapitalis yang berlandaskan manfaat dan keuntungan, pasti akan
merugikan rakyat. Akibat dari kebijakan pembangunan yang eksploitatif, tentunya
akan berdampak pada rusaknya lingkungan. Hingga akhirnya bisa mengakibatkan
terjadinya bencana alam.
Dalam
sistem demokrasi kapitalis sekuler, hal ini wajar terjadi. Itu menjadi bukti
rusaknya sistem hari ini.
Sebuah
kezaliman terpampang jelas di depan
mata, dan rakyat pun menjadi korban. Begitulah bobroknya sistem sekuler
demokrasi, aturan yang tidak memihak rakyat sama sekali.
Karena
itu, perlu adanya sistem komprehensif sebagai solusi masalah bencana alam
seperti banjir dan tanah longsor. Islam datang sebagai solusi dari Allah Swt.
untuk semua problematika kehidupan. Kebijakan pembangunan dalam Islam
ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan rakyat dan menjaga kelestarian alam.
Pembangunan
dalam Islam bertujuan untuk menyejahterakan rakyat tanpa harus merusak
lingkungan. Islam sangat menjaga keharmonisan lingkungan agar tetap seimbang.
Seorang
Khalifah melakukan perbuatan dilandaskan pada keimanan pada Allah Swt, bukan
karena manfaat dan keuntungan. Sehingga, pembangunan dalam Islam juga tidak
eksploitatif ataupun destruktif. Semua pengelolaan dan kebijakan pembangunan
diatur sesuai syariat Allah.
Dalam
Islam, negara tidak akan menyerahkan sumber daya alam dikelola oleh pihak
asing. Tata cara pengelolaan sumber daya alam dikelola sesuai dengan hak
kepemilikan, tidak bebas dikelola oleh individu jika itu memang milik umum,
sehingga tidak menimbulkan kerusakan.
Mitigasi
yang komprehensif akan dilakukan oleh Khalifah untuk mencegah jatuhnya banyak
korban bencana. Adapun yang dilakukan oleh negara Islam adalah mengambil hasil
hutan yang tidak berlebihan agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dengan
baik.
Pengawasan
yang ketat dari pihak yang berwenang akan meminimalisir terjadinya penebangan
hutan secara liar. Pemerintah juga melakukan penghijauan setelah penebangan.
Sanksi
tegas dalam Islam juga akan mampu membuat orang tidak mudah melakukan kejahatan
dan pelanggaran. Sekalipun ada yang melakukannya, pasti akan dihukum dengan
tegas, tidak pandang bulu. Dengan demikian, hal itu pasti akan membuat orang
lain menjadi takut untuk melakukannya.
Begitulah
Islam dengan aturan yang menyeluruh akan mampu menyejahterakan dan melindungi
rakyat dari bencana. Islam menjaga keharmonisan lingkungan tetap stabil dan
terjaga dari kerusakan.
Sudah
saatnya negeri ini berpaling dari aturan manusia menuju aturan yang datang dari
Allah Swt., yaitu dengan menerapkan Islam secara kaffah agar terwujud
kemaslahatan umat. Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media
Views: 0