Harga Tiket Pesawat Melambung Tinggi: Satgas kah Solusinya?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memastikan bahwa pemerintah telah membentuk satuan
tugas (satgas) penurunan tiket pesawat. Hal ini merupakan tindak lanjut dari
pemerintah untuk menciptakan harga tiket pesawat yang efisien di Indonesia. Hal
ini disampaikannya usai acara Road to Run For Independence Day 2024 di Kawasan
GBK, Jakarta, Minggu (14/7/2024). Satuan tugas ini terdiri dari Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta Kementerian/lembaga
(K/L) terkait lainnya. (tirto.id, 14 Juli 2024)

Sandiaga Uno juga menyampaikan bahwa bukan hanya bahan bakar
Avtur yang membuat harga tiket pesawat mahal. Ada aspek lainnya seperti beban
pajak hingga beban biaya operasional. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan sedang menyiapkan
langkah efisiensi penerbangan untuk menurunkan harga tiket pesawat, salah
satunya evaluasi operasional biaya pesawat. Luhut juga menyampaikan bahwa harga
tiket pesawat di Indonesia tercatat paling mahal di ASEAN dan nomor dua
termahal di dunia. (Kompas.com, 14 Juli 2024) Hal ini sesuatu yang sangat
fantastis.

Apakah dengan pembentukan Satgas maka harga tiket pesawat
yang melambung sangat tinggi (mahal) bisa menjadi murah? Atau langkah yang
diambil oleh pihak pemerintahan ini malah menunjukkan bahwa lembaga yang sudah
ada sebelumnya tidak mampu untuk mengontrol dan menyelesaikan masalah harga
tiket karena dengan adanya bentukan lembaga baru atau satgas ini menguatkan
lemahnya negara.

Pengelolaan transportasi yang carut marut ini bukan hanya
sekedar masalah pengadaan yang berkaitan dengan transportasi saja. masalah ini
merupakan masalah sistemik yang mana dalam sistem kapitalis-sekuler yang telah
mengakar ditengah-tengah masyarakat kita hingga dalam pemerintahan sehingga
orientasi untuk menyejahterakan rakyat hanyalah ilusi belaka. Mengapa demikian?
Karena paradigma dalam sistem ini memenuhi kebutuhan rakyat termasuk
transportasi yang merupakan kebutuhan publik bukanlah kewajiban negara untuk
mewujudkannya. Hal ini diserahkan kepada pihak swasta atau pun investasi asing
karena paradigma yang digunakan dalam hal ini adalah bisnis untuk mendapatkan
keuntungan bukan pelayanan.            

Dalam sistem kapitalis, negara hanya berperan sebagai
legislator sedangkan yang bertindak sebagai pelaksana diserahkan kepada
mekanisme pasar. Hingga layanan untuk transportasi ini dikelola swasta ataupun
pemerintah dalam bingkai komersial. Dengan paradigma ini maka meskipun dibentuk
satgas yang akan menurunkan harga tiket pesawat (salah satu transportasi) maka
hanya angan yang tidak akan terwujud. Walaupun mungkin ada terjadi penurunan
harga hanya sekedarnya saja bukan akhirnya berubahlah transportasi tersebut
memang untuk kepentingan umum hingga menjadi perhatian bagi negara agar dapat
tersedia transportasi tersebut baik darat, laut dan khusus udara dengan kondisi
yang nyaman, aman dan terjangkau buat rakyat (murah).

Hal ini sungguh berbeda dengan sistem Islam yang dengan
rinci telah mengatur persoalan transportasi. Dalam pandangan Islam pengolahan
trasportasi merupakan kewajiban negara yang tidak boleh diserahkan kepada
swasta apalagi pihak asing. Negara lah yang bertanggung jawab penuh untuk
mewujudkan transportasi yang nyaman dan terjangkau untuk rakyat. Sebagaimana
hal ini telah terbukti secara historis yang dicontohkan oleh para khalifah.

Pada masa khalifah Umar bin Khattab beliau menyampaikan
bahwa “Seandainya ada seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalan
rusak, aku khawatir Allah akan meminta pertanggungjawaban diriku di akhirat
kelak.” Paradigma ini yang digunakan Beliau sebagai pemimpin negara dalam
menjalankan kebijakan transportasi. Dengan sistem Islam yang berlandaskan akidah
Islam yang menjadikan syariat sebagai penuntunnya. Dimensi akhirat menjadi hal
utama yang penting untuk diperhatikan. Islam telah menetapkan bahwa seorang
pemimpin negara (khalifah) merupakan pengurus urusan rakyat (pelayan rakyat)
bukan hanya sekedar sebagai regulator seperti dalam sistem kapitalis-sekuler.

Mekanisme sistem transportasi dalam Khilafah adalah dengan
membangun infrastruktur yang memadai hingga dapat memperlancar transportasi
yang beroperasi. Sementara dana transportasi/infrastruktur akan diambil dari
posko kepemilikan negara dan kepemilikan umum yang tersedia di Baitul Maal.
Inilah yang menjadi penyokong khilafah dalam menyediakan transportasi yang
nyaman dan terjangkau (murah) untuk rakyat. Dengan menegakkan kembali syariat
dalam setiap lini kehidupan termasuk dalam sistem ekonomi Islam yang mengatur
mengenai kepemilikan. Salah satu nya adalah sumber daya alam yang seharusnya
dimiliki negara harus dikembalikan ke negara hingga dapat dimanfaatkan untuk
pengurusan rakyat bukan diserahkan kepada swasta atau asing. Maka satu-satunya
solusi untuk persoalan umat saat ini termasuk masalah mahalnya biaya transportasi
adalah dengan diterapkannya Syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) di setiap
lini kehidupan dalam sebuah institusi negara yakni Daulah Khilafah Islamiyah.

Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H., Sahabat Tinta Media 

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA