Memberantas L68T, Cukupkah dengan Perda?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Nanda Satria Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Padang Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menyatakan, bahwa pihak Daerah Sumbar akan menyusul membuat Perda Pemberantasan L68T seperti yang sudah dilakukan oleh pihak pemerintah provinsi. Hal ini dilakukan sebagai langkah agar menjadi solusi dalam mengatasi serta memberantas penyakit masyarakat terutama lesbian, gay, biseksual dan transgender (L68T), yang kian menjamur di Ranah Minang padahal dikenal dengan filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.”

Penyimpangan seksual tersebut terutama perilaku lelaki seks lelaki (LSL) yang menjadi pemicu utama meningkatnya angka HIV/AIDS di Kota Padang, yang kini tercatat 308 kasus. Menurut Nanda pemerintah harus mengatasi permasalahan tersebut melalui kerjasama dengan masyarakat, dengan memberikan sosialisasi bagaimana untuk mencegah penularan penyakit tersebut dengan membuat konten-konten edukasi yang dipublikasikan lewat baliho atau platform milik pemerintah, berupa bahaya penyakit tersebut agar tidak terus menyebar. Selain itu, harus segera merancang peraturan (perda) untuk memberantas penyakit masyarkat tersebut.

LG8T (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) saat ini marak dikampanyekan di dunia bahkan di Indonesia yang notabene negeri dengan umat Islam terbesar, sehingga menuai pro dan kontra. Para penggiat LG8T saat ini tak hanya sebagai pelaku namun mereka mencoba terus eksis dengan mempromosikan komunitasnya agar memperoleh dukungan dunia internasional atas nama HAM. Mereka begitu massif dalam aksinya dan terorganisir, sehingga hal ini harus menjadi kewaspadaan kaum Muslim, bahwa L68T bukan hanya sebatas fenomena perilaku individu, namun merupakan gerakan global yang teroganisir.

LG8T merupakan penyimpangan orientasi seksual manusia yang lahir dari sistem sekuler yang diterapkan saat ini di seluruh dunia. Buah kebebasan prilaku manusia yang dikemas dengan istilah HAM yang lahir dari sekulerisme ini, membuat manusia bebas dalam menentukan kehendaknya sendiri, termasuk dalam menentukan orientasi seksualnya. Alhasil sistem ini menumbuh suburkan kemaksiatan yang berujung pada kehancuran dan berbagai penyakit masyarakat, semisal HIV/Aids dan penyakit kelamin lainnya.
.
Tak bisa kita mungkiri peraturan daerah untuk memberantas L68T adalah keinginan yang
sangat baik. Namun hal tersebut tidak akan efektif, karena sudah begitu banyak perda syariah yang dibuat oleh pemerintah daerah, tapi ada pihak-pihak tertentu yang mempermasalahkan, hingga perda syariah pun ada yang dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat, dengan dalih mengancam nasinalisme.

Apalagi dalam sistem demokrasi sekuler, yang menjunjung tinggi nilai-nilai HAM yang notabene adalah kebebasan manusia. Maka tidak ada tempat bagi rakyat yang ingin menerapkan aturan agamanya, dalam hal ini penerapan syariat Islam, sebagai agama mayoritas di negeri ini.

Telah jelas bahwa asas yang batil (sekularisme ) tidak akan mampu memberikan solusi tuntas atas permasalahan manusia, apalagi bersumber pada akal manusia yang lemah. LGBT hanya akan dapat diberantas dengan tuntas oleh aturan yang berasas pada akidah yang sahih, yakni Islam.

Syariat Islam yang terpancar dari akidah Islam memiliki aturan yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk sistem pergaulan/ sistem sosial, yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dan orientasi seksualnya.

Dalam pergaulan laki-laki dan perempuan, syariat Islam telah mengatur tentang:

1. Kewajiban menggunakan hijab dan khimar bagi perempuan muslimah dalam kehidupan umum.
2. Kewajiban untuk menundukkan pandangan baik laki-laki maupun perempuan.
3. Tidak berkhalwat (berdua-duaan) antara laki-laki dan perempuan kecuali jika wanita itu disertai mahramnya.
4. Tidak bercampur baur antara laki-laki dan perempuan kecuali dibenarkan syariat.
5. Larangan bagi perempuan melakukan perjalanan lebih dari sehari semalam kecuali ditemani mahramnya.
6. hubungan kerja sama antara laki-laki dan perempuan bersifat umum dalam urusan muamalah saja.

Terkait L68T, syariat Islam telah menentukan L68T merupakan tindak kriminal dan hukumnya haram, bahkan merupakan dosa besar yang harus diberi sanksi dengan hukuman yang tegas mulai dari hukum cambuk, diusir dari pemukimannya hingga hukuman mati tergantung penyimpangan apa yang dilakukannya.

Sanksi ini diberlakukan kepada pelaku, dengan dua fungsi, yaitu jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Menjadi pencegah maksudnya agar menjadi efek jera bagi para pelakunya dan masyarakat umum, sehingga akan membentengi dan melindungi masyarakat dari kerusakan. Menjadi penebus dosa maksudnya sanksi ini menjadi penebus kesalahan sehingga terbebas dari azab neraka di akhirat kelak.

Negara yang menerapkan sistem Islam yakni khilafah akan melahirkan para pemimpin yang adil serta kuat, menjadi pelindung dan penjaga umat agar tetap berada dalam ketaatan kepada pada Allah SWT, termasuk dalam sistem sosial. Khilafah akan menutup rapat setiap celah yang akan membuka peluang pelanggaran hukum syara. Adanya sanksi yang tegas dan menjerakan atas pelanggaran hukum syara serta dengan menerapkan mekanisme tiga pilar yakni penjagaan individu, masyarakat serta negara akan mencegah adanya LG8T.

Nabi Muhammad saw., “Innamaa al-Iimaamu junnah yuqaatalu min waraa’ihi wa yuttaqa bihi, yang artinya:
Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.”
(HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).

Wallahu’alam bisshawwab.

 

 

Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom
Sahabat Tinta Media

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA