Tinta Media – Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan instruksi tentang pemangkasan belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 (22/01/2025) sejumlah Rp306,69 triliun. Dalam hal ini, Sri Mulyani selaku menteri keuangan yang masih menjabat, menyebutkan bahwa hal itu dilakukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara, baik pada tingkat pusat maupun daerah. (Kompas.id, 23/01/2025).
Salah satu tujuan pemangkasan anggaran tersebut menurut Menteri Keuangan (Menkeu) ditujukan untuk hal-hal yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, seperti program yang diusung oleh Presiden (Prabowo), yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG). Pemangkasan anggaran ini juga dilakukan karena selama ini terdapat banyak pos anggaran pada kementerian dan beberapa lembaga negara yang tidak tepat sasaran. Angaran-anggaran yang tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat akan langsung dipangkas. Salah satu pos yang akan dipangkas yaitu anggaran perjalanan dinas. Menurut Presiden Prabowo, pemotongan tersebut akan bisa menghemat anggaraan hingga Rp20 triliun.
Menilik rencana presiden tersebut, seolah-olah akan bisa menjadi angin segar terhadap keuangan negara ini. Namun, jika kita lihat lagi, ini justru secara tidak langsung pemerintah telah mempertontonkan aib negara yang selama ini sudah menjadi rahasia umum, yaitu begitu buruknya pengelolaan keuangan negara. Begitu banyak uang negara yang dihambur-hamburkan untuk hal-hal tidak berguna, seperti belanja-belanja yang tidak penting dan tidak prioritas, dan juga pemborosan lainnya.
Selain itu, keuangan negara telah habis digerogoti oleh para koruptor yang sudah menjamur, baik dari tingkat pusat sampai daerah, bahkan di tingkat para pegawai golongan terendah sekalipun.
Sistem di negara ini dinilai telah gagal mengurusi kasus korupsi. Ketidakadilan hukum yang tebang pilih pada pelaku kejahatan, atau ringannya hukum bagi para koruptor membuktikan betapa buruknya mental para penyelenggara negara.
Sejatinya, pemangkasan anggaran ini tidak akan bisa mengubah apa-apa, selama sistem untuk pengelolaan ekonomi yang digunakan masih sama, yaitu sistem kapitalisme yang mana pemerintah saat ini masih dan terlalu bergantung pada utang dan pajak untuk membiayai pengeluaran negara, tanpa memperhatikan kepentingan dan kebutuhan rakyat.
Bagaimana Islam Mengatur Negara?
Tentu hal seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem negara Islam. Negara dalam Islam berperan untuk mengurusi urusan rakyat. Penguasa dalam Islam adalah pelayan (raa’in). Tugasnya adalah untuk mengurus keuangan negara hingga terwujud kemakmuran di tengah masyarakat.
Pegawai dan pejabat yang ada dalam negara Islam adalah pribadi-pribadi yang bertakwa, amanah, dan takut menyentuh harta milik rakyat secara batil. Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah hasil dari sistem pendidikan Islam yang berlandaskan akidah Islam. Sistem sanksi yang jelas dan tegas berfungsi sebagai pencegah terhadap pelanggaran terhadap harta negara, ditambah dengan kekuatan iman yang kukuh serta pengawasan dari masyarakat.
Islam telah menetapkan bahwa tanggung jawab dalam mengatur umat ada pada khalifah sejak pelaksanaan baiat. Oleh karena itu, khalifah memiliki kewajiban untuk memastikan penerapan seluruh hukum syariat. Islam juga menjadikan khalifah sebagai pihak yang memutuskan setiap kebijakan dengan berlandaskan syariat Allah, serta menerapkan sanksi yang tegas dan dapat menimbulkan efek jera. Wallahualam bissawab.
Oleh: Dewi K. Tumanggor
(Aktivis Muslimah, DIY)
Views: 0