Problem Klasik Setiap Ramadan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta media – Bulan Suci Ramadan akan segera datang, setiap elemen masyarakat berlomba-lomba menyambut kedatangannya. Mulai dari persiapan kecil seperti bersih-bersih rumah, menyiapkan perlengkapan ibadah, mengatur agenda buka puasa bersama teman sejawat, persiapan rohani dalam beribadah hingga persiapan yang paling krusial yaitu kebutuhan pokok selama satu bulan berpuasa di bulan Ramadan.

Kembali dikabarkan harga bahan pokok selama bulan ramadan tahun 2025 meningkat, seperti yang ditayangkan pada kanal update Jatim bahwa sejumlah kebutuhan pokok seperti daging ayam dan beras di pasar Jombang Jawa Timur mengalami kenaikan, harga beras medium awalnya Rp 12.400 perkilonya naik menjadi Rp 13.000 perkilonya. Sementara beras premium awalnya Rp 13.000 kini naik menjadi Rp 14.000 perkilonya. Diduga pemicu kenaikan harga beras bukan hanya karena menjelang bulan ramadan tetapi juga musim hujan yang mengakibatkan petani gagal panen (https://www.youtube.com/watch?v=MkylS1vcSZQ).

Apabila kita kembali menelisik menjelang ramadan 2024 harga bahan pokok juga mengalami peningkatan. Seperti harga daging ayam ras perkilogram dari Rp 38.550 menjadi Rp 40.170. kenaikan bawang merah naik menjadi Rp 43.800 perkilogram sebelumnya Rp34.030. harga ikan tongkol mengalami kenaikan per kilogramnya dari awalnya Rp 32.030 menjadi Rp 32.780. kenaikan tersebut disebabkan karena langkanya bahan pokok dan cuaca ekstrim
(https://surabaya.tribnnews.com/2024/03/12/daftar-harga-bahan-pokok-diawal-ramadan2024).

Terlihat jelas bahwa selalu ada kelonjakan harga bahan pokok menjelang bulan Ramadan dengan pemicu yang kurang lebih sama yaitu faktor cuaca. Memang tidak bisa kita pungkiri bahwa cuaca sangat mempengaruhi hasil panen dan hasil tangkapan para nelayan. Namun yang menjadi perhatian kita disini ketika faktor pemicunya sama saja setiap tahunnya, seharusnya penguasa sudah bisa membaca situasi pasar dan sigap melakukan upaya-upaya agar tidak terjadi kelonjakan harga setiap bulan Ramadan dan bisa mengendalikan kestabilan harga bahan pokok.

Mirisnya kelonjakan harga bahan pokok ini sudah seperti lagu klasik yang selalu terulang, setiap tahun problemnya selalu sama. Apakah tidak ada usaha dari penguasa untuk menyelesaikan problem ini? Di mana peran pemimpin sebagai pelayan rakyat? Seolah-olah faktor cuaca menjadi kambing hitam dari lalainya para penguasa dalam menjalankan amanah mereka. Kementerian Perdagangan Indonesia berjanji terus memantau harga dan ketersediaan bahan pokok di pasaran, sayangnya upaya tersebut masih sama, belum membuahkan hasil yang mengenakkan masyarakat. Masyarakat masih terus menghadapi lagu lama setiap tahunnya.

Kemdag RI seharusnya sudah bisa membaca kenaikan kebutuhan komoditas pangan setiap bulan Ramadan meningkat hal tersebut menyebabkan kenaikan harga komoditas itu sendiri. Secara teori melonjaknya permintaan maka melonjak pula harga produk, ketika harga produk terus naik maka konsumen pun akan semakin sulit mendapatkannya.

Islam mengategorikan kenaikan harga dengan Ghala. Fenomena ini berdasarkan pada hadits Nabi yaitu: “Suatu ketika terjadi krisis di zaman Rasulullah saw, kemudian para sahabat meminta kepada beliau menetapkan harga-harga barang: “Andaikan tuan mau menetapkan harga barang?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah swt Dzat Yang Maha Mengendalikan, Maha membeber, Maha Pemberi Rizki dan Maha Penentu Harga. Sesungguhnya tiada suatu pengharapan pun jika Allah swt sudah menakdirkan, maka jangan ada seorangpun yang memintaku untuk melakukan suatu kezaliman yang aku perbuat atas diri seseorang terhadap darah dan juga hartanya.” (HR Imam lima selain An-Nasai dishahihkan oleh At-Tirmidzi)

Hadits di atas menjelaskan bahwa pernah terjadi kelonjakan harga di masa Rasulullah SAW, kenaikan harga yang terjadi selalu berhubungan dengan kebijakan pematokan harga (tas’ir) dan pandangan mayoritas ulama mengenai kebijakan penetapan harga termasuk haram. Pendapat tersebut berdasarkan hadits di atas dan berdasarkan kondisi masyarakat, apabila dilakukan kenaikan harga oleh pemerintah maka akan berdampak pengekangan pedagang dalam menentukan harga.

Islam memberikan kelonggaran terhadap penjual dalam menentukan harga produk yang mereka jual. Imam Ahmad berkata, pemerintahan tidak boleh menetapkan harga terhadap masyarakatnya, sebab mereka memiliki hak kelola atas produk yang mereka jual (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, [Beirut, Darul Fikr: 1985], juz V, halaman 2695).

Islam dengan segala kesempurnaanya memiliki seperangkat aturan termasuk dalam hal perdagangan dan penentuan harga komoditas di pasaran. Sudah saatnya kita kembali kepada perdagangan Islam dalam naungan Islam kaffah. Tidak ada agama yang paripurna menyejahterakan pemeluknya melainkan Islam rahmatan lil alamin.

Wallahu A’lam Bishshawab.

 

 

 

Oleh : Rika Ishvasa
Penulis dan Aktivis Muslimah

Views: 1

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA