Tinta Media – Baru-baru ini publik dikejutkan oleh kasus tragis dari Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Seorang ibu berinisial EN (34) ditemukan bunuh diri setelah diduga meracuni kedua anaknya terlebih dahulu yang berusia 9 tahun dan 11 bulan. Polisi juga menemukan surat wasiat yang berisi ungkapan penderitaan dan kekesalan terhadap suaminya. Dugaan kuat kasus ini terkait tekanan ekonomi dan utang keluarga. Dari perspektif psikologi forensik, kasus ini termasuk dalam kategori maternal fillicide suicide, yaitu ketika seorang ibu mengakhiri hidup anaknya sebelum kemudian mengakhiri hidupnya sendiri. (metrotvnews.com, 09/09/2025)
Peristiwa ini menambah panjang deretan daftar tindakan bunuh diri yang menyeret anak sebagai korban. Menurut A Kasandra Putranto seorang Psikolog Klinis Forensik lulusan Universitas Indonesia bahwa kasus bunuh diri dan filisida pada ibu di Indonesia tidak bisa dilihat semata-mata sebagai tindak kriminal.
Sekalipun bukan tindak kriminal, tetap saja kasus ini memerlukan penanganan dan tindakan yang serius untuk mencegahnya terus berulang.
Dalam fitrahnya, seorang ibu seharusnya merupakan orang yang paling besar kasih sayangnya kepada anak. Kalau ibu membunuh anak, pasti ada yang menyebabkan kejiwaannya terganggu. Masalah kehidupan yang berat terus membebani dan mengimpit hingga kejiwaannya tidak stabil. Akhirnya, bunuh diri dianggap menjadi solusi atas kebuntuan segala permasalahan hidupnya. Tidak bisa dimungkiri bahwa pemikiran ini sudah diadopsi oleh sebagian masyarakat kita hingga akhirnya bunuh diri menjadi sebuah fenomena.
Bunuh diri meningkat ada beberapa faktor yang mempengaruhinya:
Pertama, faktor psikologis. Banyak ibu yang sudah memiliki anak mengalami depresi atau stres yang berkepanjangan atau gangguan mental yang lainnya. Hal ini menurunkan kemampuan berpikir secara rasional dan memunculkan pikiran salah yang terasa benar bagi pelaku.
Kedua, faktor sosial dan ekonomi. Masalah ekonomi terutama utang keluarga sering menjadi pemicu. Beban ini bukan sekadar materi, tetapi bisa menimbulkan rasa malu karena tekanan sosial hingga mempunyai perasaan gagal menjalankan peran sebagai istri dan ibu.
Ketiga, minimnya dukungan kesehatan mental. Di samping keterbatasan tenaga profesional, peran negara juga tidak mendukung.
Sistem kapitalisme menciptakan kesenjangan yang dalam, eksploitasi sesama manusia, mendorong perilaku individualisme, kompetisi dalam kehidupan yang tidak sehat, dan menghapuskan saling tolong-menolong.
Kesengsaraan hidup serta gelombang keputusasaan hari ini adalah akibat Islam dicampakkan dari kehidupan. Sekularisme dan kapitalisme justru dijadikan asas dan aturan kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan. Ini menyebabkan manusia melupakan kekuasaan Allah Swt., meragukan rezekinya, enggan bertawakal kepada-Nya, dan malah bersandar pada manusia yang lemah.
Hal ini jauh berbeda dengan Islam. Islam menjamin para ibu bahagia menjalankan fungsi keibuannya. Mereka tidak diwajibkan mencari nafkah karena suami dan para walinya yang bertugas untuk mencari nafkah. Persoalan semacam ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pergantian figur kepemimpinan. Karena, satu kasus berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan lainnya yang memerlukan pengaturan yang benar. Maka, hanya Islamlah solusinya. Di dalam Islam diatur urusan berbagai sendi kehidupan baik tentang individu, bermasyarakat, maupun bernegara.
Islam akan menjamin kesejahteraan rakyatnya melalui sistem ekonomi Islam yang stabil dan mencegah timbulnya permasalahan ekonomi keluarga. Pendidikan Islam yang berbasis akidah akan membentuk pribadi-pribadi yang cerdas dan bertakwa, tidak lemah apalagi stres ditimpa diberi ujian hidup yang berat.
Selain itu, kesejahteraan rakyat akan senantiasa terjaga dengan meratanya pendistribusian pemenuhan berbagai kebutuhan dasar hidup rakyat oleh negara dari baitulmal. Begitu pula masyarakat Islam tidak individualistis. Mereka akan saling menjaga dengan kontrol sosial yang tinggi untuk saling beramar makruf, saling menasihati, dan tolong-menolong. Sudah seharusnya berbagai kerusakan dan kesengsaraan hidup dalam sistem kapitalisme menyadarkan kita semua untuk bersegera kembali kepada sistem Islam. Wallahualam bissawab.
Oleh: Ummu Sigit
Sahabat Tinta Media
Views: 6