Golput Meningkat, Bukti Rakyat Tidak Puas terhadap Kinerja Para Pemimpin

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI mencatat jumlah partisipasi  pemilih Pilkada Jakarta 2024 hanya sekitar 4, 3 juta suara, sementara jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 8, 2 juta. Artinya, partisipasi pemilih berada di angka 53, 05 persen, sementara sisanya tidak memilih alias golput.

Sejumlah pihak berpendapat bahwa tingginya angka golput pada Pilkada Jakarta 2024 mengisyaratkan adanya kejenuhan masyarakat terhadap kontestasi politik. Apalagi, pilkada digelar dalam tahun yang sama dengan pemilihan presiden dan pemilihan anggota legislatif (Tempo.co,11/12/2024).

Fakta meningkatnya persentase pemilih golput pada Pilkada Jakarta periode ini menjadi hal yang perlu diperhatikan. Masyarakat ramai-ramai tidak menggunakan hak pilih mereka dalam kontestasi pemilihan kepala daerah periode ini. Dikutip dari detikJogja, edisi Sabtu (23/11/2024), yang diringkas dari laman Pusat Edukasi Antikorupsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setidaknya ada 3  penyebab masyarakat memilih golput, antara lain sikap apatis terhadap politik, tidak mendapat fasilitas khususnya bagi pemilih disabilitas, serta kurang informasi terkait Pemilu atau Pilkada.

Peningkatan angka golput kemungkinan disebabkan ketidakpuasan terhadap kinerja para pemimpin terdahulu serta  peningkatan kesadaran masyarakat akan kriteria pemimpin yang didamba, khususnya bagi umat Islam yang juga sebagai mayoritas sebanyak 87, 75% dari total populasi di ibu kota, yakni sebanyak 9, 43 juta jiwa (Data Indonesia.id., 9/6/1023).

Jika dilihat, berulang kali Jakarta telah berganti pemimpin, tetapi masyarakat masih jauh dari sejahtera. Kehidupan masih saja terasa sempit di tengah berbagai permasalahan yang mengimpit warga Jakarta.

Dikutip dari data.goodatats.id.,(1/8/2024), 9 masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat Jakarta antara lain, harga kebutuhan pokok mahal, susah mencari kerja, banjir, kemacetan lalu lintas, penanganan sampah, polusi udara, keamanan dan ketertiban, kemiskinan, biaya pendidikan mahal. Hingga saat ini, semua permasalahan tersebut belum mampu diuraikan oleh para pemimpin kota Jakarta.

Oleh sebab itu, sebagian masyarakat yang golput memiliki alasan karena ketidakpuasan terhadap kinerja para pemimpin yang tidak mampu mengatasi beragam masalah di Jakarta. Mereka merasa bahwa tidak ada wujud nyata antara implementasi dengan janji manis para pemimpin saat kampanye Pilkada.

Hal tersebut disebabkan karena sistem politik saat ini yang menggunakan demokrasi sebagai asas, terbukti melahirkan pemimpin yang populis, yaitu tidak memiliki kemampuan memimpin dan memerintah. Sehingga, ketika memimpin, mereka akan mengalami kegagalan dalam menyusun kebijakan publik dan aspek teknokratis.

Sebagai agama yang mayoritas dianut oleh warga Jakarta, Islam terbukti telah berhasil melahirkan pemimpin berkualitas, bahkan setingkat pemimpin dunia. Rasulullah SAW seorang nabi, rasul, juga pemimpin negara khilafah. Beliau berhasil menaklukan berbagai wilayah. Beliau berhasil menaklukkan peradaban terbesar saat itu, yaitu Persia di bawah kepemimpinan Kaisar Heraklius.

Kemudian setelah Rasulullah wafat, estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh para sahabat dan para khalifah yang jumlahnya ratusan, dengan wilayah kekuasaan membentang dari timur ke barat, meliputi kota-kota besar di masa itu, seperti Cordoba, Istanbul, Kairo, Baghdad, Damaskus, dan lainnya.

Kesatuan wilayah, kemajuan di berbagai bidang serta  kesejahteraan lahir batin dijamin dalam kehidupan di bawah naungan kepemimpinan Islam. Semua itu tidak lain karena Rasul beserta para pemimpin menerapkan syariat Islam dengan landasan Al-Qur’an dan as Sunnah dalam mengatasi segala permasalahan hidup manusia yang mencakup ekonomi, politik, pemerintahan, budaya, pernikahan, dan hukum-hukum keseharian. Karenanya, Rasulullah SAW teladan terbaik, baik sebagai pemimpin negara juga sebagai pemimpin agama. Inilah realitas Islam pada zaman Rasul beserta pemimpin setelahnya, tidak terpisahkan antara spiritual dengan politik.

Tiga kriteria pemimpin negara yang ideal menurut ulama besar, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, adalah seorang pemimpin atau aparat negara harus memiliki al-quwwah (kekuatan), at-taqwa (ketakwaan), dan al-rifq bi ar- ra’iyyah (lembut terhadap rakyat).

Pejabat negara harus memiliki kekuatan ‘aqliyyah dan nafsiyyah. Seorang pemimpin di samping harus memiliki kekuatan akal yang memadai, ia juga memiliki pola sikap kejiwaan yang baik, yakni sabar, tidak tergesa-gesa, ataupun tidak emosional.

Itu semua akan menjadikan seorang pemimpin negara mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan syariat Islam, mampu melahirkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana yang mampu melindungi dan menyejahterakan rakyat.[]

 

 

 

 

Oleh: Sandhi Indrati
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA