Tinta Media – Sedang ramai di media sosial terkait aksi walkout beberapa pemimpin negara saat Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, memberikan pidato kenegaraan dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-11 Developing Eight Countries (D8), di Kairo, Mesir, Kamis 19 Desember 2024.
Padahal, pidato Prabowo berkaitan dengan seruan untuk membela Palestina. Kita semua tahu bahwa hingga detik ini, Palestina masih menjadi bulan-bulanan para Zionis.
Menurut Prabowo, negara muslim belum memberikan bantuan secara maksimal untuk kemerdekaan Palestina. Dari sini timbul pertanyaan, mengapa Prabowo berani mengungkapkan hal tersebut di forum KTT? Apakah Indonesia memiliki kontribusi besar terhadap Palestina? Mari kita bahas.
Mengutip dari metrorvnews.com (19/12/2024), KTT D8 adalah organisasi yang bekerja sama dalam sektor investasi, perdagangan, dan pembangunan yang didirikan sejak tahun 1997 oleh delapan negara yang berkembang. Negara tersebut adalah Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan, dan Turki. Jadi, organisasi ini memiliki peranan penting bagi anggotanya demi menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Pada KTT kali ini, D8 kedatangan anggota ke-9, yaitu Azerbaijan. Dengan adanya penambahan anggota ini, harapannya bisa lebih berkomitmen dalam memperluas kerja sama dan memperkuat kapasitas kolektifnya.
Meskipun diprakarsai hanya beberapa negara, ternyata D8 dinilai telah mewakili pertumbuhan ekonomi ketiga secara global dengan gabungan PDB sebesar USD4,81 pada tahun 2023 serta diprediksi seluruh negara anggota D8 akan berada di posisi antara 25 ekonomi terbesar pada tahun 2050.
Betapa bisa diperhitungkan dan dipertimbangkan hasil dari pertemuan D8. Itulah yang dimaksud oleh Prabowo. Oleh karena itu, dalam pertemuan ini, Prabowo meminta kepada anggota D8 agar selain fokus pada misi dan visi organisasi, juga memikirkan persatuan negara-negara muslim yang lain. Dengan begitu, bisa D8 bisa menyuarakan isu Palestina dan merebut hati negara muslim yang lain untuk bergabung membantu kemerdekaan Palestina.
Jika kita mengamati bersama, memang sejak awal Indonesia sudah mengambil sikap untuk mengutuk aksi Zionis Yahudi di Palestina dan mendukung penuh Palestina. Sudah beberapa kali, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menyatakan dukungannya atas Palestina dan meminta Mahkamah Internasional untuk bersikap tegas serta memberi hukuman yang pantas untuk para Zionis yang telah lama menduduki Palestina.
Namun, melalui info dari Wikipedia, ternyata Indonesia pernah berkaitan dengan para Zionis laknatullah. Berikut data yang bisa dikumpulkan:
Dari tahun 1971-1976, Indonesia melakukan kerja sama di bidang militer.
Tahun 1993, presiden saat itu, Soeharto, melakukan pertemuan di kediamannya dengan Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, dengan dalih atas nama pemimpin Gerakan Non-Blok.
Tahun 1999, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berniat untuk menjalin kerja sama dengan para Zionis tersebut walau hanya pada sektor ekonomi dan perdagangan.
Tahun 2005, melalui Menlunya, Silvan Shalom, mengadakan pertemuan rahasia dengan Menlu RI, Hassan Wirayuda, saat KTT PBB di Amerika Serikat untuk membuka hubungan diplomatik. Namun, hal tersebut ditolak oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Tahun 2008, Indonesia menyepakati perjanjian kerja sama medis dengan layanan kesehatan darurat Israel senilai US$ 200.000
Dengan sedikit sejarah ini, beberapa pengamat politik menilai walkoutnya beberapa pemimpin negara D8 adalah wajar. Mereka menilai bahwa Prabowo terlihat menggurui mereka tanpa melihat fakta yang telah dilakukan para pemimpin tersebut.
Turki sendiri telah bergabung dengan Afrika Selatan yang menuduh Zionis Yahudi melakukan genosida di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ).
Iran juga sudah melakukan dua kali serangan besar ke negeri Zionis itu. Mesir terus berusaha meloloskan gencatan senjata Hamas-Yahudi. Jika dibandingkan Indonesia, ketiga negara ini dinilai lebih maksimal dalam mengungkapkan pembelaannya kepada Palestina, jadi wajar jika walkout yang mereka lakukan.
Namun, jika kita renungkan, betapa banyak pemimpin negara muslim yang menyuarakan Palestina di forum-forum internasional, ternyata tidak membuahkan hasil. Mengapa ? Karena masing-masing negara memiliki caranya sendiri-sendiri untuk menunjukkan pembelaan pada Palestina. Inilah yang salah. Seharusnya mereka bersatu dan mendiskusikan tindakan nyata untuk untuk para Zionis.
Tindakan nyata itu hanya dengan mengirimkan pasukan militer, karena itulah hal yang dibutuhkan sesungguhnya oleh Palestina. Tanpa mengirimkan pasukan, maka pembelaan itu hanya sekadar retorika semata.
Solusi tuntas untuk masalah Palestina hanya dengan jihad dan Khilafah. Para Zionis tidak bisa diajak berdiskusi di atas meja. Mereka hanya bisa dibungkam dengan senjata. Palestina adalah saudara muslim kita. Tanpa bantuan kita, mereka akan menang atas izin Allah. Namun, pantaskah kita yang disebut muslim dan mengaku sebagai saudaranya hanya berdiam diri?
Oleh: Dwi R Djohan
Sahabat Tinta Media
Views: 0