Anak Jadi Sasaran Judol, Kapitalisme Biang Kehancuran Generasi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Penggunaan sosial media di kalangan anak-anak tanpa kontrol dan sikap tegas orang tua mengakibatkan turunnya daya pikir terhadap anak. Akhir-akhir ini, sering terjadi kasus yang melibatkan anak-anak di bawah umur karena pengaruh sosial media. Bukan hal yang aneh jika saat ini mendengar anak-anak mulai dari kalangan usia belasan tahun terjerat kasus judi online (Judol).

Berdasarkan data kuartal I-2025, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa deposit yang dilakukan oleh pemain judol berusia 10-16 tahun lebih dari Rp2,2 miliar. Dari angka tersebut, usia 17-19 tahun mencapai Rp47,9 miliar sedangkan deposit yang tertinggi dari usia antara 31-40 tahun mencapai Rp2,5 triliun. (cnbcindonesia.com, 11/05/2025)

Hal tersebut bukanlah sekadar angka, tetapi menunjukkan ancaman serius untuk generasi ketika judol tidak diberantas sampai akarnya. Tidak terbayang nasib generasi mendatang jika anak-anak dan remaja menjadi korban judol saat ini.

Dampak dari kecanduan judol adalah kondisi seseorang ketika tidak bisa mengontrol keinginannya untuk berjudi secara online meskipun mengetahui risiko dan konsekuensi negatifnya.

Faktor yang membuat seseorang bisa kecanduan judol adalah perasaan senang dan terpuaskan karena kemenangannya. Hal ini memicu keinginan untuk terus bermain. Faktor lingkungan juga memengaruhi karena tidak adanya kontrol diri dalam mengkases sosial media.

Masalah ini memiliki dampak pada perkembangan psikologis anak, termasuk masalah perilaku dan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat di masa depan. Akibatnya, timbul perilaku negatif kepada anggota keluarga, seperti berbohong dan memendam masalah sendiri, bahkan dapat berujung pada perceraian di antara suami istri.

Ketika sistem kapitalis dijadikan landasan aturan, maka tidak akan kita dapati adanya perlindungan terhadap anak-anak. Dalam sistem kapitalisme, hal tersebut bisa dijadikan sebagai lahan keuntungan materi. Sistem kapitalisme memanfaatkan celah psikologis dan visual untuk mengikat anak-anak dengan bantuan digital. Inilah wajah asli sistem kapitalis yang rakus dan tidak mengenal batas moral.

Negara yang diharapkan sebagai junah (pelindung) pun tidak nampak upaya serius dan sistematis dalam mencegah maupun mengatasi judi online. Pemutusan akses dilakukan hanya sebatas awalnya, tidak ada jangka panjang, sementara banyak situs lain tetap aktif. Masalah ini membuktikan bahwa kapitalisme tidak memiliki solusi hakiki dalam menyelamatkan generasi muda dari kriminalitas.

Peran orang tua juga menjadi hal penting dalam mengawasi anak-anak agar tidak terjerat judol. Orang tua hendaknya melakukan pendampingan terhadap anak-anak ketika menggunakan smartphone. Orang tua harus menjadi benteng terdepan agar tidak merusak moral anak-anak. Namun, peran ini akan sulit dilakukan jika orang tua sendiri terbebani oleh impitan ekonomi seperti saat ini. Kita tahu bahwa semua kebutuhan naik pesat. Hal tersebut mengakibatkan orang tua tidak bisa mendidik dan mengawasi anak.

Nyatanya, sistem pendidikan juga menjadi landasan paling penting. Namun, seperti yang kita tau bahwa sistem pendidikan yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme yang memfokuskan pada hasil nilai akademik dan nilai materi.

Karena negara ini mengambil sistem sekuler kapitalisme, maka sistem pendidikannya pun berbasis kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan.

Padahal, judol adalah perbuatan yang diharamkan oleh Allah dan sudah jelas disebutkan dalam QS Al-Maidah ayat 90.

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”

Berbeda dengan sistem kapitalis, sistem pendidikan Islam tidak hanya fokus pada bidang akademik, tetapi juga membentuk pola pikir dan sikap anak sesuai ajaran Islam. Anak dididik untuk memahami dan menjadikan halal-haram sebagai tolok ukur dalam berperilaku, termasuk literasi digital yang tidak melanggar batasan syariat.

Negara dalam Islam (Khilafah) wajib menjaga rakyat dari segala bentuk kerusakan, termasuk judi online. Negara akan menutup semua akses secara menyeluruh dan mencegah konten-konten yang merusak akidah dan akhlak anak. Digitalisasi akan diarahkan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan rakyat, sehingga dapat dengan tenang dan aman memanfaatkan perkembangan digitalisasi yang pesat bagi keluarganya.

Negara harus terus memperbaharui dan mengembangkan perangkat lunak, perangkat keras, dan pusat datanya sendiri sehingga semua infrastruktur digitalnya mulai dari properti digital hingga aksesnya berada di bawah kendalinya. Ini agar judol tidak bisa diakses oleh seluruh kalangan terutama anak-anak.

Begitulah, dalam sistem Islam, tidak akan ada celah bagi transaksi ekonomi yang diharamkan syariat, termasuk judi dalam bentuk apa pun, baik online ataupun offline. Sistem Islam (Khilafah) akan memberlakukan sanksi bagi para pelaku sehingga generasi akan terselamatkan dari berbagai kerusakan, termasuk judol.

 

Oleh: Sri Wulandari

Sahabat Tinta Media

Views: 7

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA