Buruknya Kondisi Buruh dalam Sistem Kapitalisme

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah serikat pekerja terkait uji materi UU Cipta Kerja. Keputusan MK ini berdampak juga terhadap kenaikan upah minimum para buruh, yang diketahui bahwa kenaikan upah minimum ini tidak akan lebih dari 5%.

Menurut Ristadi, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN), pemerintah masih mencari formula yang tepat untuk memutuskan kenaikan upah minimum provinsi(UPM) tahun 2025. Salah satu permasalahan utamanya, pemerintah harus berupaya mengukur kemampuan pengusaha dalam memberikan upah.

Disebutkan bahwa upah minimum yang tidak terlalu tinggi memberikan ruang kepada perusahaan untuk tumbuh. Sedangkan kenaikan upah minimum sebanyak 8% pada saat pandemi, mengakibatkan banyak perusahaan yang tumbang.

Kenaikan upah saat ini mustahil untuk dilakukan, disebabkan oleh sikap pemerintah yang saat ini lebih condong membela pengusaha, dengan disahkannya UU Omnibus Law, yang lebih mementingkan para pengusaha dibanding pekerja.

Kenaikan upah pekerja yang tidak seberapa ini, tidak sebanding dengan harga-harga bahkan pokok yang semakin tinggi, belum lagi kenaikan pajak 12% di tahun 2025 dan juga pemberlakuan Tapera yang digadang-gadang wajib diikuti oleh masyarakat.

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang terus memeras rakyatnya tersebut, tidak diikuti dengan jaminan kesejahteraan bagi rakyat oleh pemerintah. Melalui rata-rata penghasilan negara per kapita, dijadikan sandaran dalam menilai tentang sejauh mana kesejahteraan masyarakat, tanpa melihat secara nyata permasalahan masyarakat yang semakin pelik.

Seperti inilah gambaran pemerintah yang berada dalam sistem kapitalis, hanya melihat permasalahan secara global, tanpa memastikan permasalahan yang ada secara detail, individu per individu.

Prinsip ekonomi kapitalisme yaitu meminimalkan pengeluaran untuk mendapatkan hasil yang besar, dan hakikat kebahagiaan tertinggi hanya ketika mendapat materi yang banyak, jika diterapkan pada pengusaha, maka lahirlah pengusaha yang serakah. Mereka ingin biaya produksi yang sedikit dengan keuntungan yang melimpah. Pekerja (buruh ) dipandang sebagai salah satu faktor produksi, yang sebisa mungkin upahnya diminimalisasi. Jadilah upah buruh semakin diperas untuk keuntungan para kapitalis (pengusaha).

Peran negara dalam kapitalis hanya sebagai regulator, yang punya andil dalam membuat kebijakan yang menguntungkan pengusaha. Keberpihakan ini terjadi karena hubungan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) antara penguasa dan pengusaha. Biaya pemilu dalam demokrasi yang berbiaya mahal, dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk memodali para politisi kontestan pemilu. Hingga jika dia berhasil duduk di kursi jabatan, transaksi balas budi akan dimulai, melalui berbagai kebijakan yang pro kapitalis (pengusaha).

Berbeda dengan sistem Islam yang sempurna mengatur segalanya berlandaskan akidah (keimanan), sehingga segala aturan atau kebijakan tujuannya hanya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah dan demi mencapai keridhaan-Nya.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda. “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Dalam hadits tersebut, tersurat bahwa majikan tidak boleh menunda-nunda upah pekerja, karena hal tersebut adalah hak dari pekerja, setelah pekerja menjalankan kewajibannya melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kesepakatan awal.

Upah minimum yang ada di dalam sistem kapitalis sangat bertolak belakang dengan Islam. Karena dalam sistem Islam, majikan wajib membayar upah sesuai dengan beban pekerjaannya. Upah minimum tidak boleh dilakukan karena dapat menzalimi pekerja, ketika pekerja mendapatkan gaji yang tidak sesuai dengan beban pekerja, hanya karena adanya upah minimum ini. Akad upah-mengupah terjadi hanya antara majikan dan pekerja, negara tidak boleh turut campur.

Walaupun demikian, tentang masalah upah buruh ini, negara di dalam sistem Islam akan mengangkat khubara, yaitu orang yang ahli dalam masalah pengupahan. Sehingga, jika ada perselisihan antara majikan dan buruh (pekerja), masalah tersebut akan ditangani oleh ahlinya. Bukan malah di ambil alih oleh negara, karena haram hukumnya negara mematok upah pekerja.

Selain itu, negara juga memiliki kewajiban untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Rakyat akan diberikan kemudahan dalam mengakses semua kebutuhan tersebut, melalui pendistribusian yang merata di seluruh wilayah negara, dengan pengadaan sarana prasarana transportasi dan infrastruktur yang menunjang, seperti jalan tol, jalan lintas provinsi, jembatan antar pulau, rel kereta api, pelabuhan, bandara, dan sebagainya.

Pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan akan didapatkan oleh rakyat secara gratis, karena hal-hal tersebut merupakan kebutuhan dasar rakyat yang harus dipenuhi oleh negara. Ditunjang oleh perekonomian yang tangguh dan mapan, dengan sistem moneter yang berbasis emas dan perak, menjadikan perekonomian negara kuat dan maju. Selain itu, pengaturan syariat tentang masalah kepemilikan, yang terbagi tiga yakni kepemilikan individu, negara, dan umum, menjadikan pengelolaan dan pengalokasiannya pun menjadi jelas.

Negara dalam sistem Islam memiliki kontrol penuh dalam menstabilkan harga-harga pangan, dikan ekonomi dalam sistem Islam memberlakukan aturan untuk menggunakan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya.

Seperti pengelolaan SDA yang merupakan milik umum, maka pengalokasiannya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat secara umum, semisal dalam penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan keamanan, pembangunan infrastruktur, pengadaan alat transportasi, dan kepentingan umum lainnya, baik yang berprofesi sebagai pekerja (buruh) ataupun majikan (pengusaha), semuanya mendapatkan hak yang sama.

Berbeda dengan pelaksanaan dalam sistem kapitalisme, yang menjadikan para majikan (pengusaha) yang harus menjamin biaya kesehatan bagi pekerja, semisal dalam bentuk asuransi atau jaminan. Hal tersebut menunjukkan lepas tangannya negara dalam kewajibannya. Kondisi ini yang sering menjadikan perseteruan antara pekerja dan pengusaha, sementara negara hanya menjadi regulator saja. Perseteruan ini sering kali dimenangkan oleh pengusaha, dan merugikan para buruh, sehingga kondisi buruh semakin terpuruk. Hanya dengan sistem Islam, yang dapat memberikan kebaikan bagi seluruh warga negara tanpa pilih kasih, baik buruh ataupun pengusaha, seluruhnya dijamin akan mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara.

Wallahuallam.

Oleh: Ira Mariana
Sahabat Tinta Media

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA