Tinta Media – Selesailah sudah kalian, di masa-masa Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Begitu pun Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dari lulus SD menuju SMP begitupun dengan, SMP melanjutkan ke SMA atau ke jenjang kuliah dari diploma ke sarjana lalu pasca sarjana dan masih banyak lagi. Baik itu sekolah/kampus negeri ataupun swasta, semua mengalami hal yang sama.
Hingar bingar perayaan wisuda, penuh sorak sorai sebagai tanda momen tak terlupakan “lazimnya berpendapat seperti kebanyakan orang”. Namun semua hanyalah seremonial, di kehidupan sekarang saja yang terlihat cover belaka. Mana rasa syukur kalian kepada Robb, yang sudah memberikan kelimpahan nikmat. Adanya kalian berdiri tegap, karena nyawa yang Allah SWT berikan. Rasa sayangnya Allah ya Rabb, dengan kesehatan yang kalian miliki hingga hari ini. Apakah kalian membalas semua itu, ingatlah kita yang butuh sang pencipta?
Bagaimana dengan setelah lulusnya SMA/SMK/Kuliah semua tergantung ikhtiar kalian (usaha di dunia industri/UMKM dan do’a pastinya). Namun itu bukanlah akhir perjuangan, karena di depan sana masih terbentang peluang/harapan yang harus terus kalian raih. Banyak perjalanan penuh liku dan terjal. Apakah kalian siap menghadapinya?
Kembali pada pribadi, sekuat apakah kalian dalam mengarunginya. Mampukah kalian menghalau semua itu, mulai dari permasalahan keluarga, teman/lingkungan? Pondasi awal adalah tanamkan diri kalian, dengan akidah yang kuat tak tergoyahkan. Sandarkan diri kepada Sang Khaliq, maka tidak ada keraguan pada dunia dan seisinya. Akhirat kita raih, dunia mengikuti, masyaallah tabarakallah, amiin allahuma amiiin.
Dari paparan di atas, terlihat mudah dan gampang banget namun pada kenyataannya sulit di era kapitalis ini. Aturan agama/norma ajaran-ajaran yamg penuh kebaikan, akan tetapi dunia ini kejam kebalikan dari hal tadi. Ya menghalalkan segala cara, itu kalimat yg lazim orang-orang dalam kondisi pasrah. Tak lagi mengenal kasihan, takut dosa ataupun lainnya dalam kehidupan ini.
Ketika kehidupan sekarang tidak lagi berpihak pada kebaikan atau yang haq, maka jangan harap keberkahan itu ada. Pasti yang muncul adalah kemudharatan kesia-siaan tak ada arti atau nilai hakiki. Kehidupan sejatinya berada pada rel agama, sehingga menjadi maslahat atau rahmatan lil ‘alamin. Bagaimana nuansa perasaan pikiran itu sama saja melahirkan perbuatan berstandar tinggi atau mulia, karena dibangun dari seorang hamba, yang mengikuti titah sang maha Raja.
Kelulusan bukan hanya semata-mata dilihat dari nilai, namun berjalan sesuai norma yang berlaku. Penanaman nilai akidah, peraturan undang-undang semua terkait Al Qur’an dan Hadist. Ada hukum syara, dan sanksi yang tegas tanpa terkecuali. Bukan omong kosong belaka, aturan hanya aturan dan untuk dilanggar seperti sekarang bahkan tumpul ke atas tajam ke bawah. Menyeramkan sekali bukan? Kasihan orang-orang yang butuh makan sampai mencuri singkong sedangkan para koruptor asyik lolos dari jeruji besi.
Beginilah potret buram negara, dengan konsep manusia berakal hanya mementingkan pribadi tidak melibatkan Allah Azawajala. Dianggapnya tidak relefan, hingga menyebutkan banyak polemik dll. Astaghfirullah, kami hanya manusia biasa, sebatas kemampuan berdakwah mengajak dan mengingatkan selanjutnya kembali pada diri masing-masing. Yang dilihat adalah proses, bukan hanya diam atau sibuk urusannya sendiri.
Gembar-gembor keadilan hanya ilusi kelam, peringatan sebatas apakah dia menyuap memberikan amplop atau tidak. Kasus pornografi misalnya, tenggelam dengan pengalihan isu. Pembobolan atau peretas bank marak di mana-mana, namun sanksi tidak tegas sehingga tak sedikit yang keluar masuk penjara. Masih banyak praktik lain yang menjijikan, sampai ditolerir oleh masyarakat. Pura-pura tidak lihat, tak perduli akan semua ini. Seolah-olah bukan masalah, seperti masa bodo dengan kondisi semakin parahnya dunia.
Ketika kalian lulus kelak, terbersitkah untuk berubah, mengubah pemikiran umat berdakwah bersama. Menggapai ridha Illahi, berjuang yang sesungguhnya dalam naungan panji Rasul yaitu Lailahailallah. Atau kalian menjadi bagian dari mereka, yang merasa nyaman dengan kehidupan tidak baik-baik ini?
Kelulusan yang hakiki adalah bagaimana kita memantaskan diri, sebagai pengikut Rasul. Layakkah kita masuk dalam surgaNya Allah, dengan berjuta dosa? Mengaku cinta Rasul, namun banyak melakukan makisat. Agama Islam, tapi kelakuan nonislam atau hanya legalitas dalam KTP saja. Sedih banget, keimanan kalian gadaikan demi dunia yang hanya singkat ini.
Bagaimana cara agar semua itu terwujud? Jalannya adalah dengan cara sistemik akan lebih mudah dibandingkan individu. Cara sistemik adalah dengan mengubah sistem yang ada menjadi sistem Islam. Kemudian personal seorang hamba tadi, yang menginginkan hanya ibadah kepada Sang Pencipta manusia, alam dan seisinya. Sistem Islam yang akan menerapkan nilai-nilai kebenaran Illahi digunakan dalam keseharian masyarakat.
Wallahu’alam.
Oleh: Tjandra Sari Sutisno, M. Pd
Guru SMK Negeri di Jakarta
Views: 33