Tinta Media – Tanggal 16 Januari 2025 lalu terjadi kesepakatan antara Palestina dan zionis Yahudi untuk melakukan gencatan senjata, melalui mediasi Amerika Serikat dan Qatar. Kesepakatan ini dinilai sebagai suatu terobosan setelah perang yang berlangsung selama 16 bulan, sejak Operasi Thufan al-Aqsa yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang dianggap sebagai mimpi buruk bagi militer zionis yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Zionis Yahudi yang selalu congkak mengklaim bahwa mereka memiliki kekuatan militer dan persenjataan yang canggih tak terkalahkan, sanggup dipatahkan oleh sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam yang merupakan kelompok militansi biasa. Operasi ini sekaligus membuka mata dunia tentang penjajahan yang terjadi di Gaza Palestina sejak tahun 1948.
Entitas Yahudi mengalami pukulan telak pada 7 Oktober 2023. Hari itu menjadi hari bersejarah ketika kelompok yang terkepung, dengan perlengkapan dan persediaan terbatas tetapi penuh iman dan tawakal kepada Allah, meruntuhkan citra tentara ‘yang tak terkalahkan’. Mereka menghancurkan wibawa entitas Yahudi tersebut, yang merasa eksistensinya terancam. Operasi Thufan al-Aqsa dianggap sebagai awal dari kehancuran mereka, walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa kehancuran yang harus ditanggung saudara-saudara kita di Gaza sangat besar. Hampir lima puluh ribu nyawa harus menjadi syuhada, ratusan ribu luka-luka, serta hancurnya infrastuktur akibat serangan bom yang bertubi-tubi.
Operasi ini merupakan salah satu keberhasilan pejuang Palestina, sehingga dunia kini tahu entitas Zionis Yahudi merupakan penjajah dan menyuarakan untuk Palestina merdeka. Keteguhan rakyat Gaza meski menderita kelaparan, dibunuh, banyak pemimpin pejuang syahid, mereka tetap teguh dan mereka tetap mempertahankan tanahnya, telah menggentarkan Zionis hingga akhirnya terjadi kesepakatan gencatan senjata yang akan dilakukan dalam tiga tahap.
Tahap pertama akan berlangsung selama enam minggu, dengan melakukan pembebasan para sandera. Pertukaran akan terjadi antara 94 tahanan Hamas dari Zionis dengan 1.000 orang tahanan entitas Israel dari Palestina. Selain itu, Zionis memperbolehkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza yang sebelumnya diblokade oleh pihak mereka. Tahap kedua dan ketiga akan dilakukan setelah 6 minggu ke depan, berupa adanya pengembalian jenazah tahanan yang sudah ditahan Zionis selama bertahun-tahun, juga pembangunan kembali Gaza.
Untuk mencapai titik ini, diperlukan waktu berbulan-bulan upaya negosiasi yang melelahkan, terlebih karena Israel dan Hamas sama sekali tidak percaya satu sama lain. Walaupun Hamas menginginkan perang diakhiri sepenuhnya sebelum membebaskan para sandera, namun itu sesuatu yang tidak dapat diterima oleh Israel.
Gencatan senjata pada dasarnya hanya akan menghentikan perang sementara saat ketentuan-ketentuannya dilaksanakan. Ini membuktikan perang tidak akan bisa dihentikan selamanya, karena salah satu tujuan utama perang di pihak Israel adalah untuk menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas. Sehingga gencatan senjata tidak mengubah apapun, penjajahan akan berulang. Terbukti apa yang dilakukan oleh Zionis pasca beberapa jam gencatan senjata, dengan membombardir rakyat Palestina, yang menargetkan 50 wilayah dalam waktu 24 jam, hingga menyebabkan puluhan warga tewas. Bahkan serangan itu membahayakan nyawa para sandera.
Meskipun gencatan senjata membawa kebahagiaan dan kelegaan bagi penduduk Gaza, ini tidak berarti mereka aman dari pengkhianatan Yahudi yang dikenal sebagai pengingkar janji, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah: 100. Penduduk Gaza dan seluruh Palestina tetap berada di antara palu Yahudi dan landasan rezim boneka yang berkompromi dengan Amerika serta sebagian besar negara Barat. Rezim-rezim pengkhianat turut andil dalam pengkhianatan dan pengepungan.
Amerika yang memasok senjata kepada Yahudi, menutupi kejahatan mereka di forum internasional, dan memaksa penguasa Muslim membuka wilayah mereka untuk mendukung Yahudi. Oleh karena itu, penduduk Gaza dan para pemimpinnya harus waspada terhadap para pembunuh yang menawarkan bantuan dengan tangan yang sama yang sebelumnya memasok senjata kepada Yahudi. Mereka juga harus berhati-hati terhadap pihak-pihak yang berkhianat atas nama mediasi.
Satu-satunya keamanan sejati adalah pembebasan Palestina secara menyeluruh, yang merupakan kewajiban umat Islam dan tentara mereka yang hakiki, yaitu dengan jihad dan Khilafah. Namun, sistem penguasa yang khianat telah membelenggu umat dari berjihad di jalan Allah. Mereka memungkinkan kaum yang dimurkai untuk menumpahkan darah, menghancurkan rumah, dan menodai Masjid al-Aqsa, serta memberi mereka sarana untuk menakut-nakuti umat agar tidak bergerak menolong saudara- saudara mereka.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa kemuliaan umat dan pembebasan Masjid al-Aqsa hanya dapat dicapai dengan menggulingkan penguasa boneka dan menegakkan kembali Khilafah Rasyidah ala Minhaj Nubuwah. Umat harus menyakini kemenangan adalah milik umat Islam dan pujian hanya milik Allah.
Kemenangan akan datang atas pertolongan Allah. Oleh karena itu, jalan perjuangan wajib sesuai tuntunan Allah, tidak menyerahkan urusan pada musuh-musuh Allah. Namun pertolongan Allah akan hadir saat umat Islam bersungguh-sungguh mewujudkan hadirnya kembali institusi khilafah, melalui aktivitas dakwah sesuai dengan fikroh dan thoriqoh dakwah Rasulullah SAW.
Dakwah secara berjamaah melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar ditengah masyarakat, memahamkan Islam bukan dakwah individu. Karena dakwah berjemaah adalah keharusan demi meraih tujuan yang mulia, yakni tegaknya syariat Islam di muka bumi dalam naungan Khilafah. Sehingga khilafah sebagai pelindung (junnah), dapat melindungi kemuliaan Islam dan kaum muslimin, bukan hanya di Palestina, namun seluruh dunia.
Rasulullah SAW bersabda ”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh dll.)
Wallahu’alam bishawwab
Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.IKom
Sahabat Tinta Media
Views: 0