Bukan Sekadar Krisis, Umat Butuh Kepemimpinan Hakiki

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Bayangkan, anak-anak yang menangis bukan karena dimarahi, tetapi perut mereka kosong selama berhari-hari. Bayangkan, ibu yang harus memilih siapa yang terakhir diberi sepotong roti. Bayangkan, rumah sakit tempat seharusnya menyelamatkan nyawa, tetapi kini tak punya lagi obat maupun sesuap makanan untuk bertahan hidup. Ini bukan hanya krisis kemanusiaan, melainkan kejahatan yang disengaja.

Dunia menyebutnya “boikot” atau “blokade”. Mari bicara jujur, ini adalah genosida. Pembiaran terhadap kelaparan massal adalah kekerasan. Menghancurkan akses terhadap air, makanan, dan listrik, bukan efek samping perang, tetapi strategi. Itu kejam! Itu pelan-pelan membunuh satu bangsa.

Menteri Warisan Budaya Israel, Amichai Eliyahu, secara terang-terangan menyatakan bahwa Israel tak perlu peduli terhadap penderitaan dan kelaparan rakyat Gaza. Ucapan keji tersebut menuai gelombang kecaman internasional. Politikus ekstrem kanan dari partai Otzma Yehudit itu bahkan menegaskan ambisi Israel untuk secara sistematis “menghapus” keberadaan Jalur Gaza dari peta.

“Alhamdulillah kita menghapus kejahatan ini. Seluruh Gaza akan menjadi Yahudi,“ ujar Eliyahu kepada Radio Kol Barama pada hari Kamis, menurut Ynet. “Kita seharusnya tidak berurusan dengan kelaparan di Gaza – biarkan dunia yang mengurus mereka. Tidak ada bangsa yang memberi makan musuhnya. Apakah kita sudah benar-benar gila? Haruskah kita peduli dengan makan malam mereka?“ tambahnya. (Republika.co.id, 26/07/2025)

Kita tidak sedang menyaksikan bencana alam. Ini bukan gempa bumi. Ini bukan kelaparan karena gagal panen. Ini adalah hasil dari keputusan-keputusan manusia. Keputusan untuk membungkam, mengisolasi, dan memusnahkan. Diam bukan pilihan.

Solusi yang saat ini ditawarkan kepada Palestina hanyalah solusi semu. Sebuah ilusi perdamaian yang sejatinya tidak berpihak kepada kepentingan rakyat Palestina sama sekali. Solusi itu tidak menyentuh akar permasalahan, menghentikan penjajahan, dan mengembalikan hak-hak yang dirampas. Bahkan, tidak menjamin keselamatan hidup mereka. Ini bukan solusi, melainkan penundaan penderitaan yang terus diperpanjang.

Sungguh menyayat hati, ketika para penguasa dari negara-negara Muslim yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam membela keadilan untuk saudara-saudara seiman, malah menyetujui jalan keluar yang menyesakkan ini. Saat umat menjerit meminta keadilan, para pemimpinnya justru memilih diam atau bahkan berkompromi atas nama “perdamaian” yang mengorbankan harga diri dan nyawa satu bangsa.

Anak-anak Gaza tidak kelaparan karena kekurangan pangan dunia. Mereka kelaparan karena sistem global membiarkan kejahatan itu terjadi tanpa hukuman. Hanya ada satu solusi yang benar-benar mampu menyatukan kembali umat Islam dalam satu barisan yang kukuh dan berdaya, yaitu tegaknya sebuah institusi Islam (Khilafah). Khilafah telah terbukti secara historis mampu menjadi pelindung umat, penjaga kehormatan, dan pemersatu suara umat Islam di seluruh dunia.

Di tengah semua ini, menjadi sangat jelas bahwa kita tidak hanya kekurangan bantuan, tetapi juga kehilangan kepemimpinan. Tidak ada payung politik global yang mampu dan mau membela umat Islam secara menyeluruh. Karena itu, sudah saatnya umat kembali menengok ke arah solusi yang selama ini dikubur oleh propaganda. Kini, pertanyaannya bukan lagi apakah Khilafah mungkin ditegakkan, tetapi sampai kapan umat menunda kembalinya perlindungan sejati itu?

Oleh: Shira Tara
Sahabat Tinta Media

Views: 17

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA