Jihad dan Khilafah, Solusi Tuntas Bebaskan Palestina, Bukan Gencatan Senjata

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Sejak abad ke-19, Palestina sudah menjadi bulan-bulanan negeri-negeri Barat. Hingga sampai detik ini pun, tanah Palestina masih menjadi incaran mereka. Konflik yang dialami rakyat Palestina khususnya di Gaza merupakan salah satu konflik terpanjang di dunia. Beragam upaya telah dilakukan rakyat Palestina untuk membebaskan negerinya dari cengkeraman entitas Zionis Yahudi. Namun sayangnya, belum berhasil hingga saat ini.

Kehancuran dan penderitaan yang dirasakan rakyat Palestina memang terdengar ke seluruh dunia. Namun, tetap saja tidak ada yang bisa menghentikan pembantaian yang terjadi, sekalipun organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menaungi 193 negara, termasuk Indonesia. Namun pada kenyataannya, PBB pun tak mampu menyelesaikan konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel. Padahal, salah satu tugas PBB adalah menjaga keamanan dan perdamaian negara-negara di dunia.

Amerika Serikat yang merupakan salah satu anggota PBB sekaligus menjadi negeri adidaya saat ini, membuat negeri mana pun tidak berani berkutik untuk meluncurkan bantuan berupa tentara untuk mengusir penjajahan Zionis Yahudi. Keberadaan Amerika Serikat dalam PBB, menyebabkan ketidakmampuan PBB dalam menjalankan tugasnya, seolah-olah kini hanya menjadi slogan semata, sebab tidak ada bukti yang nyata.

Solusi dua negara (nation state) yang pernah digaung-gaungkan oleh Amerika Serikat dan pendukungnya bukanlah sebuah solusi yang tepat. Nation State maksudnya adalah saling mengakui kemerdekaan Palestina dan kemerdekaan Israel, hidup berdampingan di satu tanah, yaitu Palestina. Meskipun Nation State di beberapa negeri menganggap sebagai sebuah bentuk solusi tepat, termasuk Indonesia, tetapi secara logika tidaklah bisa diterima dengan akal sehat. Warga Gaza juga menolak Nation State tersebut.

Oleh karenanya, Zionis Yahudi terus-menerus melancarkan serangan ke Gaza. Sampai akhirnya pada Rabu, 15 Januari 2025, Presiden AS Joe Biden mengabarkan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Kesepakatan gencatan senjata pun disusun dalam tiga fase. Fase pertama akan berlangsung selama enam minggu. Ini mencakup gencatan senjata penuh dan menyeluruh pasukan Israel dari seluruh wilayah berpenduduk di Gaza, serta pembebasan sebagian sandera yang ditahan oleh Hamas, termasuk perempuan, orang tua, dan mereka yang luka-luka. Kesepakatan atas gencatan senjata ini pun tidak menutup kemungkinan diperbolehkan masuknya berbagai bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza (Kompas.com, 17/1/2025).

Sedikit kebahagiaan menyelimuti suasana hati warga Gaza. Mereka juga sempat merayakan atas gencatan senjata fase pertama yang akan berlangsung selama enam pekan. Namun tak lama kemudian, lagi-lagi Israel melanggar kesepakatan tersebut. Israel masih meluncurkan rudalnya kepada warga  Gaza sejak kesepakatan gencatan senjata (15/1).  Sebanyak 101 warga Gaza tewas hingga Jum’at (17/1). Israel juga telah menjadikan Al-Mawasi dan rumah penduduk di Jabalia Gaza Utara sebagai target pengeboman (CNNIndonesia.com, 18/1/2025).

Sebelumnya, gencatan senjata sudah pernah dilakukan. Namun faktanya, perang antara Israel dengan Palestina masih tetap berlanjut. Dari sini kita bisa menyimpulkan, segala yang dianggap solusi bagi para penguasa, nyatanya tidak mampu menyelesaikan genosida yang terjadi di Palestina.

Hanya ada satu cara untuk menghentikan genosida dan penjajahan di Palestina, yaitu jihad fii sabilillah, sebagaimana firman Allah SWT,

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS al-Baqarah: 190).

Oleh karena itu, sikap yang seharusnya diambil oleh para penguasa negeri-negeri kaum muslimin adalah dengan mengirimkan pasukan tentara ke Palestina untuk mengusir para penjajah Zionis Yahudi. Sikap seperti inilah yang dahulu dilakukan oleh panglima Salahuddin Al Ayyubi ketika merebut kembali tanah Palestina dari Pasukan Salib.

Perlindungan yang optimal juga pernah dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II dalam menjaga tanah Palestina dari Theodor Herzl, seorang Yahudi yang bermimpi membangun negara Zionis Israel di tanah Palestina.

Seperti itulah harusnya sikap seorang muslim yang diberi amanah kekuasaan untuk menolong saudara se-akidah yang sedang dibantai dan dijajah.  Namun sayang, sikap tersebut justru diabaikan oleh penguasa di negeri kaum muslimin.

Ternyata, hegemoni kapitalisme saat ini membuat negara kapitalisme bisa dengan mudah meletakkan antek penguasanya, di negeri muslim. Penguasa muslim juga harus tunduk pada hukum ataupun perjanjian internasional. Sehingga, kecaman yang keluar dari bibir para penguasa negeri muslim, tidak akan membuahkan hasil apa pun. Keadaan juga diperparah dengan adanya nation state di negeri-negeri kaum muslimin, yaitu negara yang tersekat-sekat oleh garis imajiner batas negara. Negara yang masyarakatnya ditanamkan rasa nasionalisme, sehingga hanya sibuk mengurus urusan mereka sendiri.

Lain halnya dengan sistem Islam. Sistem Islam membangun ukhuwah berlandaskan akidah, tidak memandang suku, etnis, atau ras mana pun. Selama mereka ada orang-orang yang bersyahadat, mereka adalah saudara sesama muslim. Allah SWT berfirman,

Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara.” (QS al-Hujurat: 10).

Ayat tersebut merupakan syariat yang diperintahkan Allah untuk seluruh kaum muslimin. Agar perasan ini terus membara di tubuh kaum musimin, maka Islam akan memerintahkan negara untuk menjaga perasaan tersebut. Negara berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai ukhuwah terhadap sesama saudara muslim, terlebih yang dijajah seperti Palestina.

Negara juga memiliki kewajiban membina rakyat akan kesadaran politik Islam, sehingga mereka bisa memahami kewajiban dakwah dan jihad untuk mengusir penjajah, bukan dengan kecaman. Negara juga akan membentuk rakyat dengan pola pikir Islam dan kepribadian Islam melalui sistem pendidikan Islam. Dengan begitu, setiap muslim akan menyeru pada kebenaran.

Akan tetapi, itu semua bisa terwujud dalam bingkai negara Islam yakni, khilafah. Khilafah adalah negara yang berdiri di atas akidah Islam, yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Negara menjadi junnah (perisai) bagi seluruh kaum muslimin. Maka dari itu, jihad dan khilafah adalah solusi tuntas untuk membebaskan Palestina.

Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim).

 

 

Oleh: Widya Utami

Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Views: 1

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA