Tinta Media – Nestapa Palestina belum usai hingga kini. Korban jiwa dan terluka terus bertambah dari kalangan wanita, warga sipil, bahkan bayi-bayi tak berdosa akibat serangan berkepanjangan yang dilakukan Zionis Yahudi. Tidak hanya itu, genosida pun dilakukan dengan membiarkan warga Palestina kelaparan dan kehausan. Entitas tersebut memutus dan menghadang segala bentuk bantuan kemanusiaan yang masuk. Sedangkan saat bantuan telah tersedia di lokasi distribusi atas nama UNRWA, Zionis laknat itu melakukan serangan militer kepada warga yang tengah mengantre di sana, hingga menyebabkan banyak korban jiwa dan luka-luka.
Seperti dikutip LIPUTAN6.com berdasarkan data Kantor Media Gaza, sejak 27 Mei 2025 hingga 6 Juni 2025, serangan militer Zionis di lokasi distribusi bantuan itu telah menewaskan 110 warga Palestina dan melukai 583 lainnya. UNRWA menegaskan pentingnya segera mengaktifkan kembali distribusi bantuan yang aman bagi warga Gaza.
Setelah kesekian kalinya, nyawa manusia tak bersalah dihilangkan tanpa hak. Ini menunjukkan bahwa apa pun yang dilakukan Zionis, entah melanggar hak-hak manusia atau hukum Internasional, mereka kebal terhadap hukum tersebut. Sebab, sampai sekarang kekejian dan kekejaman yang telah terjadi selama ini sedikit pun tidak mendapatkan sanksi tegas atas entitas Yahudi ini. Mereka dibiarkan berbuat seenaknya. Bahkan, sekelas PBB yang tugasnya untuk menjaga perdamaian dunia, tidak berbuat apa-apa selain hanya mengirim bantuan berupa makanan.
Sebetulnya memang mustahil mengharapkan penyelesaian konflik Palestina-Zionis kepada PBB. Mengapa? Karena PBB adalah organisasi politik bangsa-bangsa yang berdiri di bawah naungan Amerika. Sedangkan fakta umum menunjukkan bahwa di balik genosida Palestina, ada andil Amerika yang setia menyokong pendanaan Zionis. Jumlahnya pun tak tanggung-tanggung.
Sejak 1946, Amerika Serikat telah menyumbang lebih dari 310 miliar dolar AS atau sekitar Rp5 kuadriliun bantuan militer dan ekonomi. Parahnya, bantuan itu semakin masif dan bertambah intensitasnya sejak 7 Oktober 2023. Analogi terbaik atas ikatan Amerika, PBB, dan zionis ini adalah Amerika sebagai bapaknya, sedangkan PBB adalah bidannya. Maka, menyerahkan penyelesaian genosida Palestina kepada PBB bagai jauh panggang dari api, mustahil terjadi.
Disamping itu, kondisi Palestina diperparah dengan ketidakpedulian negeri-negeri Arab atas penderitaan di sana. Pasalnya, sampai sekarang belum ada bantuan militer dari pejabat negeri muslim di sekitar Palestina. Padahal, seluruh ulama dunia telah sepakat bahwa seruan jihad harus segera dikumandangkan untuk membebaskan Palestina. Ini karena satu-satunya solusi tuntas adalah dengan mengusir para penjajah Zionis secepatnya. Namun, seruan itu seakan sebatas angin lalu yang sesaat terdengar. Setelahnya, tak ada aksi nyata perealisasian jihad fii sabilillah.
Benarlah, bagaimana mungkin mereka akan menindak Zionis secara serius, kalau mereka berada di pihak Amerika Serikat, aktor jahat penjajahan? Mereka lebih memilih menjadi anjing-anjing penurut yang setia menjilat kaki-kaki tokoh penjajah. Mereka lebih memilih menjadi antek AS agar kekuasaan kotor mereka tetap bertahan. Mereka gadaikan ukhuwah Islam dengan kenikmatan dunia yang sesaat.
Ini terlihat saat kunjungan singkat Donald Trump ke Timur Tengah pada Mei 2025 yang bertujuan untuk penguatan hubungan ekonomi, pertahanan, dan diplomasi regional disambut sangat baik bagai menyambut nabi baru. Pulangnya, Trumb diberi “buah tangan” berupa kesiapan Saudi untuk membeli persenjataan dari AS senilai $142 miliar (sekitar Rp2.354 triliun) sebagai bagian dari komitmen investasi Saudi ke AS sebesar $600 miliar (setara Rp9.756 triliun).
Sungguh ironi, di tengah saudara mereka digenosida, kelaparan dan butuh pembelaan, sekadar 1 sen saja mereka tidak mampu, atau lebih tepatnya tidak mau membantu. Sungguh, rasa kemanusiaan mereka telah mati. Ini semua terjadi karena sekulerisme-kapitalisme telah menjalar ke setiap nadi mereka hingga menancap kuat menjadi jati diri.
Ya, apa yang terjadi di Gaza adalah salah satu bentuk kezaliman akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini meniscayaan adanya pemisahan agama dari kehidupan bernegara. Agama sebatas diterapkan bagi ranah pribadi, tidak untuk mengurusi urusan umum masyarakat.
Di dunia ini, tidak ada satu pun negeri muslim yang menjadikan Islam sebagai aturan bernegara. Salah satu ciri sebuah negara berideologi kapitalisme adalah menjadikan asas manfaat sebagai penentu kebahagiaan, bukan halal haram. Tidak masalah bekerja sama dengan siapa saja, sekalipun negara tersebut termasuk penjajah dan musuh umat Islam.
Apa pun akan dilakukan demi memuaskan hasrat nafsunya. Mereka tidak akan peduli sebanyak apa tumbal yang harus dibayar, asal mendapatkan apa yang mereka inginkan. Itulah titik kebahagiaan. Sedihnya, begitulah kebanyakan kondisi pemerintah pada sebagian negeri muslim.
Tidak hanya itu, kondisi semakin diperparah dengan adanya sekat-sekat garis kebangsaan yang disebut Nation State. Sekat-sekat ini terbentuk akibat buntut dari penerapan sistem kapitalisme. Garis ini membuat wilayah umat Islam terpecah belah. Efeknya apa? Umat menjadi tidak berdaya di tengah genosida yang terjadi. Umat tidak memiliki kekuatan untuk mengusir para penjajah dari tanah kelahiran para nabi.
Persatuan umat akan sulit terbentuk sebab terpetak-petakannya wilayah kaum muslimin. Padahal, saat kekuatan muslimin yang banyak ini disatukan, maka tidak akan ada kekuatan lain yang dapat menandingi.
Garis semu ini pun mengakibatkan lahirnya sikap apatis dari para pemimpin muslim. Mereka menganggap konflik di Palestina bukanlah tanggung jawab mereka. Itu adalah masalah Palestina sendiri. Cukuplah mereka disibukkan dengan persoalan negerinya sendiri, tidak perlu turut campur atas masalah negeri lain. Mereka menutup mata, telinga, dan mata hati atas kekejaman yang bahkan terjadi di luar bayangan manusia. Maka, selama sekat ini belum dihapus, penjajahan di atas dunia akan selalu ada. Lantas, apa solusi yang tepat atas problem ini?
Sebetulnya, jawabannya sangatlah mudah. Cukup kirimkan pasukan militer terbaik yang bertugas untuk mengusir penjajah. Karena memang problem utamanya adalah sebuah penjajahan, maka para penjajah itulah yang harus diusir.
Namun, saat sistem yang ada tetap kapitalisme dan Nation State tetap berlaku, pengerahan pasukan ini akan sangat sulit dilakukan. Namun, bukannya tidak mungkin dilakukan. Kabar baiknya, ada satu ideologi yang sanggup menyatukan umat dalam satu kepemimpinan. Kemudian, penguasanya menyerukan jihad fisabilillah ke negeri kaum muslimin umumnya, khususnya Palestina dengan sangat mudah. Dialah sistem Islam.
Islam mengajarkan bahwa pembunuhan kepada seorang manusia tanpa hak, ibarat membunuh seluruh manusia. Sebagaimana firman Allah Swt.,
“Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.” (TQS. al-Maidah: 32).
Oleh sebab itu, Islam sangat memuliakan manusia, baik muslim atau nonmuslim. Dalam sejarah kepemimpinan Islam, tidak pernah satu pun manusia direnggut nyawanya, melainkan akan diberikan pembelaan yang besar.
Seperti kisah masyhur yang terjadi saat kepemimpinan Islam dipegang oleh Rasulullah saw. Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya menceritakan, ketika ada seorang pedagang muslim yang dibunuh ramai-ramai oleh kaum Yahudi Bani Qainuqa karena membela kehormatan seorang muslimah yang pakaiannya disingkap oleh pedagang Yahudi. Rasulullah selaku kepala negara Islam segera mengirim para sahabat untuk memerangi mereka dan mengusir mereka dari Madinah setelah pengepungan selama 15 malam di pemukiman mereka (Sîrah Ibnu Hisyâm, 3/9-11).
Pembelaan dan perlindungan ini telah dilakukan Rasulullah saw. selama masa jabatan beliau sebagai kepala negara Islam. Begitu pula Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelahnya. Mereka pun senantiasa menjaga kehormatan, darah, dan harta warga negaranya, kapan pun dan di mana pun berada. Sehingga, umat bisa hidup dengan tenang karena mereka mempunyai pelindung yang senantiasa sigap dan tanggap.
Inilah yang seharusnya dilakukan oleh para pemimpin muslim hari ini, yaitu meneladani Rasulullah saw. dalam hal perlindungan dan pembelaan kepada sesama muslim. Sikap tegas dan keras harus dilakukan kepada entitas Yahudi dan para pendukungnya, yang jelas-jelas telah banyak menumpahkan darah orang-orang tak berdosa, bukan malah bermanis muka dan menjadikan para penjajah itu koalisi. Sungguh, itu bukanlah sikap yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, para sahabat, dan orang-orang saleh setelahnya. Sebagaimana firman Allah Swt.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. al-Fath: 29).
Selain itu, dalam Islam tidak ada sekat-sekat kebangsaan seperti saat ini. Wilayah negara Islam atau biasa disebut Khilafah, hanya terdiri dari satu wilayah saja, yaitu Daulah Islam. Seberapa pun luas wilayahnya, tetap berada dalam satu kepemimpinan Islam. Pemimpin yang bertugas pun hanya satu, yaitu khalifah.
Hanya saja, untuk memudahkan pengawasan, pengurusan, dan perlindungan, setiap wilayah kecil akan dipimpin oleh gubernur-gubernur (wali). Dengan ini, maka persatuan umat akan terbentuk semakin kuat dalam naungan daulah. Begitu pun jihad fii sabilillah akan sangat mudah dilakukan dalam satu komando dari khalifah. Akhirnya, pembebasan Palestina dan negeri Syam cepat terwujud.
Hanya saja, tugas kita sekarang adalah memperjuangkan kembali kepemimpinan tersebut. Peradaban yang pernah berjaya selama 13 abad dan selama itu pula kehormatan umat Islam terjaga. Kita berusaha untuk menjemput janji Allah Swt. dan Rasul-Nya bahwa akan tegak kembali kepemimpinan itu.
Maka, mulai saat ini, mari perjuangkan Islam agar dapat diterapkan kembali secara keseluruhan, dalam bingkai Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah, dengan bergabung ke dalam kelompok dakwah ideologis. Sebab, dengan berkelompok, perjuangan ini terasa lebih ringan. Karena penerapan Islam kaffah ini sangatlah urgen untuk mengembalikan kehormatan saudara-saudara kita, maka keteguhan dan keseriusan diwajibkan dalam perjuangan ini. Wallahu a’lam bish shawab.
Oleh: Mufida Ummu Abdi,
Sahabat Tinta Media
Views: 14