Tinta Media – Yang jelas pagar laut bukan swadaya masyarakat apalagi saya ya besti, beritanya sangat liar sehingga membuat jari ini gatal untuk ikut berkomentar. Seperti yang kita ketahui bersama, akhir-akhir ini terkuak deretan pagar bambu di laut. Sampai saat ini belum ada pengakuan secara langsung dari pihak-pihak yang membuat pagar bambu sepanjang 30 km di pantai Tangerang.
Mulai dari aparat desa sampai kementerian bungkam sebelum kasus ini terkuak. Drama bungkam dan membiarkan meluasnya pagar bambu ini menjadi salah satu bukti adanya kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat.
Sangatlah penting perlunya adanya kerjasama antara kementerian agar kasus ini menemukan titik terang dan memberikan sanksi yang tegas agar mereka yang mencoba membuat persekongkolan jahat menguasai perairan setelah darat dan segala isi perut bumi mereka kuras.
Masyarakat masih sangat mengharapkan adanya ketegasan dari pemerintah agar menumpas sampai habis sindikat penjual tanah air bukan hanya memberikan pernyataan yang justru membuat hilangnya kepercayaan masyarakat.
Penerbitan sertifikat atas perairan melanggar hukum putusan MK nomor 85/PUU-XI/2013 yang melanggar pemanfaatan ruang untuk HGB di atas perairan. Dari kasus ini juga terkuat pemagaran dan pengap kaplingan kawasan laut di sejumlah daerah, menteri kelautan menyatakan total ada 169 kasus membentang dari Batam, Surabaya hingga Sidoarjo.
Brangkat dari kasus ini wajar masyarakat mempertanyakan, ke mana negara? Mengapa pemerintah seolah tidak berdaya menghadapi pemilik bambu ini dan siapa mereka?
Negara tidak akan pernah memberikan pelayanan dan menjamin kesejahteraan para nelayan selama dasar hukum kepengurusan bukan berdasarkan aturan tuhan. Dalam Islam sangat tegas dan menjelaskan bahwa hak milik, hak umum, dan hak milik negara. Islam pun memberikan perlindungan terhadap hak kepemilikan. Mengapa petinggi negeri Muslim ini tidak kembali pada apa yang telah diwariskan oleh Rasulullah yakni Alquran dan hadis.
Allah SWT telah berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengkhianati Allah dan rasul-nya (Muhammad)dan jangan pula mengkhianati amanat-amanat yang telah di percayakan kepada kalian sedangkan kalian mengetahui” (TQS Al Anfal surat ke-8 ayat ke:27)
Perlindungan atas hak kepemilikan ini pernah disampaikan oleh Nabi saat khutbah Wada di Padang Arafah, Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Sungguh darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian itu haram atas kalian seperti haramnya hari ini, bulan ini dan negeri ini“. (HR Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian perairan termasuk dalam hak kepemilikan umum, semua orang berhak mencari hasil laut, laut bukanlah milik negara apalagi asing. Rasulullah juga bersabda yang artinya “kaum muslim berserikat/memiliki hak yang sama dalam tiga hal yakni, air, rumput dan api, dan harganya haram” Abu sa’d berkata : yang di maksud adalah air yang mengalir ” HR Ibnu Majah.
Pesan Rasulullah ini berlaku untuk semua macam kepemilikan. Siapapun di haramkan merampas hak milik pihak lain termasuklah para penguasa atau negara. Jadi negara apalagi pihak asing tidak berhak memagari laut, mempersempit gerak nelayan dalam mencari ikan dan lainnya.
Dalam Islam negara menjadi pelayan masyarakat bukan pelayan pengusaha yang mengedepankan keuntungan dan terus menerus memberlakukan kebijakan yang sangat menyengsarakan masyarakat.
Wallahu alam biswaab.
Oleh: Yeni Aryani
Sahabat Tinta Media
Views: 0