Pelayanan Kesehatan dalam Cengkeraman Kapitalisme

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Kehadiran Mayapada Hospital Bandung memberikan masyarakat Kota Bandung dan sekitarnya lebih banyak pilihan dalam mengakses layanan kesehatan yang berkualitas dan memadai. Deborah Johana Rattu, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bandung, menyambut baik upaya Mayapada Hospital Bandung untuk menekan jumlah pasien yang berobat ke luar negeri, yang sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Kota Bandung.

Dengan demikian, Kota Bandung dapat menjadi tujuan wisata medis yang menarik bagi masyarakat domestik dan internasional. Mayapada Hospital Bandung dapat menjadi salah satu tempat wisata medis yang ada di Kota Bandung, sehingga masyarakat dapat memilih dan mengakses pelayanan kesehatan yang sesuai dengan keinginannya. Hal ini juga dapat mendukung pengembangan wisata medis di Kota Bandung, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memberikan kontribusi pada perekonomian daerah.

Keterbatasan infrastruktur kesehatan dan kompetensi tenaga medis di Indonesia telah memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat tentang kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam negeri. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa upaya perbaikan pelayanan kesehatan lebih banyak dilakukan oleh rumah sakit swasta yang berbiaya tinggi, bukan oleh rumah sakit pemerintah yang seharusnya menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan tidak berbayar. Lebih ironis lagi, solusi yang diambil malah melibatkan kerja sama dengan pihak swasta asing yang berorientasi pada laba, sehingga tidak membawa manfaat signifikan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Akibatnya, hanya segelintir orang yang mampu mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas, sehingga memperlebar kesenjangan akses kesehatan di Indonesia.

Meskipun tidak secara terbuka diakui, sistem pengelolaan kesehatan di Indonesia sebenarnya telah dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme. Hal ini telah membentuk pola pengelolaan kesehatan yang lebih berfokus pada kepentingan bisnis daripada kepentingan masyarakat. Peran pemerintah terbatas sebagai regulator dan pendukung, sementara pengelolaan layanan kesehatan diserahkan kepada sektor swasta. Akibatnya, kesehatan telah diubah menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Janji pemerintah untuk memprioritaskan anggaran kesehatan sering kali berakhir dengan upaya untuk menarik investasi dari perusahaan besar.

Upaya standardisasi profesi kesehatan dan peningkatan infrastruktur lebih banyak diarahkan untuk menciptakan pasar yang menguntungkan bagi industri kesehatan. Hasilnya, layanan kesehatan tidak lagi dianggap sebagai hak fundamental masyarakat, melainkan sebagai kesempatan bisnis yang menguntungkan. Kondisi ini diperburuk oleh ketidakmerataan fasilitas kesehatan, sehingga banyak masyarakat yang terpaksa melakukan pengobatan sendiri tanpa konsultasi dengan tenaga kesehatan. Data BPS menunjukkan bahwa 80,9% masyarakat perdesaan dan 78,8% masyarakat perkotaan telah melakukan pengobatan sendiri.

Kesehatan merupakan kebutuhan pokok masyarakat yang wajib dipenuhi oleh negara. Negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses ke layanan kesehatan yang berkualitas, tanpa memandang status ekonomi mereka. Namun, dalam sistem kapitalisme, prinsip ini sulit diwujudkan karena fokus utamanya adalah mencari keuntungan. Hal ini bertentangan dengan sistem Islam, yang menawarkan solusi yang menyeluruh dan memandang kesehatan sebagai hak dasar yang harus dijamin oleh negara.

Dalam kepemimpinan Islam, Khalifah bertindak sebagai pelindung dan pengelola, sebagaimana ditegaskan dalam hadis yang terdapat dalam riwayat Bukhari. Hadis tersebut menegaskan bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, termasuk dalam hal kesehatan. Oleh karena itu, negara tidak boleh menyerahkan layanan kesehatan kepada pihak swasta atau korporasi yang berorientasi laba semata, melainkan wajib memastikan setiap individu masyarakatnya mendapatkan layanan kesehatan yang memadai.

Dalam sejarah Islam, kepemimpinan Islam telah menunjukkan komitmen yang sangat kuat dalam memastikan kesehatan rakyatnya. Sebagai contoh, rumah sakit (bimaristan) pada masa Kekhilafahan Abbasiyah dikenal sebagai institusi yang menyediakan layanan kesehatan yang tidak berbayar, berkualitas tinggi, dan merata untuk seluruh lapisan masyarakat. Rumah sakit tersebut dilengkapi dengan fasilitas mutakhir pada masanya dan didukung oleh para tenaga medis yang sangat kompeten. Pendanaan layanan kesehatan berasal dari baitulmal yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam.

Dengan sistem ini, negara mampu menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai hingga ke daerah-daerah terpencil. Tidak ada perbedaan dalam pemberian layanan kesehatan, baik bagi yang berada maupun yang kurang mampu, semua mendapatkan perlakuan yang sama. Sungguh, sistem kepemimpinan Islam adalah satu-satunya yang memiliki mekanisme ideal tentang bagaimana negara seharusnya bertanggung jawab terhadap kesehatan rakyatnya. Dengan kepemimpinan Islam, layanan kesehatan tidak hanya merata, tetapi juga tidak berbayar dan berkualitas tinggi. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah kesehatan, diperlukan perubahan mendasar dalam paradigma pengelolaan kesehatan menuju penerapan sistem Islam yang lebih adil dan merata.

Wallahualam bissawab.

Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Views: 10

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA