Negeri Kaya SDA, tetapi Pengangguran Merajalela

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Tahun 2024 mencatatkan ironi tragis bagi negeri yang katanya kaya raya ini. Laporan terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF) menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi se-ASEAN. Yang lebih menyayat hati, mayoritas dari mereka yang menganggur justru berasal dari kalangan terdidik atau para sarjana dan lulusan diploma yang mestinya menjadi tulang punggung pembangunan bangsa. (kompas.com, 30/04/2025). Namun, alih-alih diberdayakan, mereka malah terjebak dalam lingkaran ketidakpastian hidup.

Negeri dengan limpahan kekayaan alam yang tak terhingga mulai dari emas, batu bara, nikel, minyak bumi, hingga lautan luas dan tanah subur, ternyata tak mampu memberi pekerjaan bagi rakyatnya sendiri, sungguh sebuah ironi yang menyakitkan. Di atas tanah yang diberkahi ini, justru tumbuh pengangguran massal, kesenjangan sosial, dan keterasingan ekonomi. Rakyat hanya menjadi penonton dari kemewahan yang dikuras dan dijual demi keuntungan segelintir elite dan investor asing.

Di negeri ini, pendidikan tinggi ternyata tidak menjamin pekerjaan, apalagi kesejahteraan. Yang ada hanyalah ilusi mobilitas sosial yang dikapitalisasi, sementara realitasnya generasi terpelajar menjadi korban atas nama pertumbuhan ekonomi semu.

Kapitalisme: Akar Krisis Pengangguran Struktural

Ketika negara dijalankan dengan paradigma kapitalisme, maka dapat dipastikan bahwa peran negara dikerdilkan hanya sebagai regulator yang melayani kepentingan pasar dan korporasi. Negara tidak lagi berfungsi sebagai pengurus rakyat (raa’in) melainkan sekadar fasilitator investasi. Tak heran jika lapangan pekerjaan justru dijadikan komoditas, bukan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi negara.

Kapitalisme menjadikan kekayaan negara sebagai rebutan segelintir para elit ekonomi. Kekayaan alam dikuasai swasta, baik lokal maupun asing. Negara dengan tangan terbuka memberikan izin tambang, lahan, dan sektor vital lainnya kepada pemilik modal. Alih-alih menciptakan kedaulatan ekonomi, yang lahir adalah ketergantungan struktural yang menghancurkan kemandirian nasional.

Dalam paradigma ini, penciptaan lapangan kerja sepenuhnya diserahkan pada investor. Negara hanya menyediakan regulasi dan insentif agar para pemilik modal mau membuka usaha. Namun, logika kapitalisme tak pernah berpihak pada kesejahteraan kolektif. Investor hanya akan membuka lapangan kerja jika menguntungkan. Maka, wajar jika pengangguran meningkat karena penciptaan lapangan pekerjaan hanya dijalankan berdasarkan untung-rugi, bukan berdasarkan kebutuhan rakyat.

Sungguh, ini adalah bentuk kezaliman sistemik. Rakyat dibiarkan bersaing dalam pasar kerja yang sempit, sementara negara abai dan hanya bersembunyi di balik jargon “pertumbuhan ekonomi” dan “iklim investasi”. Padahal, fakta menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak otomatis menghapus pengangguran, apalagi kemiskinan.

Khilafah Islam: Negara Pengurus Rakyat

Dalam Islam, negara bukanlah wasit netral yang hanya mengatur lalu lintas modal, melainkan pengurus dan pelayan rakyat. Inilah hakikat sistem Khilafah, sebuah institusi politik Islam yang menjadikan kesejahteraan dan kemaslahatan umat sebagai prioritas utama.

Dalam Khilafah, negara wajib menjamin kebutuhan dasar setiap individu rakyat, baik kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Termasuk di dalamnya, negara wajib menyediakan lapangan kerja yang memadai agar rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidup secara mulia dan mandiri.

Islam tidak mengenal prinsip privatisasi sumber daya alam. Dalam pandangan Islam, kekayaan sumber daya alam adalah menjadi hak atau milik umum dan wajib dikelola negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Negara haram menyerahkan pengelolaan SDA kepada swasta, apalagi asing. Dengan pengelolaan yang langsung di tangan negara, SDA akan menjadi sumber pemasukan besar bagi baitul maal yang bisa digunakan untuk pembangunan sektor industri, pertanian, dan jasa, yang secara langsung menciptakan jutaan lapangan kerja.

Negara Khilafah juga akan mengembangkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang tidak hanya mencetak manusia cerdas, tetapi juga produktif dan bertakwa. Pendidikan diarahkan agar setiap individu memiliki kemampuan untuk berkontribusi dalam pembangunan, baik melalui sektor riil maupun non-riil yang mendukung kebutuhan umat, bukan sekadar menjadi buruh bagi korporasi.

Dengan paradigma ini, pengangguran bukan hanya bisa ditekan, tetapi dicegah sejak awal. Negara hadir dengan tanggung jawab penuh, bukan menyerahkannya pada mekanisme pasar yang kejam dan impersonal.

 

 

 

Oleh: Novi Ummu Mafa

Sahabat Tinta Media

Views: 11

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA