Tinta Media – Sejak pertama kali diluncurkan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran kerap menjadi sorotan dan menimbulkan perdebatan. Bahkan sebelum program ini dimulai, reaksi kontra di berbagai kalangan muncul dikarenakan dana yang harus disiapkan untuk program ini berjumlah fantastis.
Tidak lama diberlakukan, program ini pun memang mulai terlihat ‘red flag’-nya, mulai dari efisiensi anggaran yang menzalimi banyak pihak, hingga keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah akibat mengonsumsi program MBG ini.
Berdasarkan laporan CNN Indonesia (11/05/2025), jumlah korban keracunan akibat konsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Bogor meningkat menjadi 210 orang per 9 Mei 2025. Sebelumnya, 171 siswa dari tingkat TK hingga SMP mengalami gejala serupa.
Fakta tersebut membuktikan bahwa Indonesia saat ini tidak siap membuat program yang benar-benar untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya program MBG yang digadang-gadang bisa mengurangi angka stunting pada anak-anak di negeri ini. Alih-alih mengurangi angka stunting, yang terjadi justru membuat bahaya pada anak-anak yang mengonsumsinya. Ini disebabkan karena ketiadaan kontrol yang ketat dari pemerintah untuk menjamin keamanan makanan tersebut sehingga keracunan pun sering kali terjadi. Hendaknya pelaksana lebih memperhatikan keamanan makanannya, bukan malah mengambil keuntungan darinya.
Dengan banyaknya kasus keracunan akibat MBG, pemerintah telah membuat solusi, yaitu dengan mengusulkan asuransi MBG. Ini justru menunjukkan adanya komersialisasi risiko, yang seharusnya pemerintah membuat solusi yang preventif untuk mencegah terjadinya kasus yang sama.
Indonesia dengan sistem kapitalisme yang diterapkan terbukti gagal menjamin kualitas gizi generasi. Pasalnya, sistem ini menganut pasar bebas, sehingga membiarkan produk-produk berbahaya beredar luas tanpa kontrol yang ketat dari pemerintah.
Sesungguhnya, program MBG yang problematik ini adalah program salah fokus. Ini karena ada hal lebih besar yang harus disegerakan solusinya, yaitu membuka lapangan pekerjaan yang banyak dengan gaji layak, sehingga bisa mengurangi angka kemiskinan dalam keluarga. Semua anak, baik yang kaya maupun miskin sama-sama bisa makan bergizi dengan adanya program MBG. Namun, penyediaan lapangan pekerjaan dapat menjadi solusi untuk mengangkat seluruh keluarga miskin menuju kesejahteraan, sekaligus memastikan setiap anggota keluarga mendapat asupan makanan bergizi. Jadi, yang seharusnya dituntaskan adalah ketiadaan lapangan pekerjaan yang membuat rakyat miskin dan tidak mampu makan dengan makanan yang bergizi.
Islam, dalam institusi Khilafah memiliki sistem pengaturan hidup yang lengkap. Khilafah memiliki solusi atas permasalahan ini, yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi berbasis syariat Islam. Sistem ini akan senantiasa berorientasi pada kemaslahatan umat, bukan untuk mencari keuntungan dan solusi pragmatis semata, sebagaimana dalam sistem kapitalisme.
Khilafah bertanggung jawab penuh atas keamanan pangan dan gizi masyarakat. Tanggung jawab ini tidak begitu saja diserahkan kepada mekanisme pasar ataupun korporasi. Khilafah juga menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas. Dengan modal sumber daya alam yang melimpah ruah, Khilafah akan mengoptimalisasinya dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas dan juga pembangunan di sektor produktif.
Oleh karena itu, seharusnya pemerintah meninjau kembali pelaksanaan program MBG yang problematik ini, mencari akar masalah yang sesungguhnya untuk kasus tingginya angka stunting, kemudian membuat solusi yang sistemik atas permasalahan tersebut. Tentunya, solusi sistemik tersebut hanya bisa didapatkan dalam sistem Islam, yang dibuat oleh Sang Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan. Maka, inilah satu-satunya sistem yang mampu menyelesaikan segala problematika kehidupan.
Allaahu a’lam bi ash-shawab.
Oleh: Annisa Amalia Farouq, S. Sos.
Sahabat Tinta Media
Views: 28