Tinta Media – Warga kawasan Pacet Mojokerto gempar saat ditemukan 75 potong bagian tubuh seorang wanita pada tanggal 6 September 2025. Hanya dalam waktu sehari, polisi Mojokerto menangkap pelaku pembunuhan wanita TAS (25 tahun). Pelaku adalah pacar korban, bernama AM (24 tahun) sekaligus teman hidup bersama di rumah kos tanpa nikah (kumpul kebo atau kohabitasi) selama 5 tahun. Di rumah kos ditemukan potongan tubuh korban lainnya.
Alasan hidup bersama tanpa nikah adalah agar menghemat biaya hidup di perantauan. Sementara itu, alasan AM tega membunuh bahkan sampai memutilasi korban menjadi puluhan potong karena kesal tidak dibukakan pintu kos dan korban menuntut biaya hidup.
Kasus mutilasi yang dilakukan AM hanya satu dari ratusan kasus kriminal akibat pergaulan bebas di negeri ini. Sepasang kekasih berpacaran lalu melakukan zina layaknya suami istri dan berakhir dengan pembunuhan karena kesal saat dituntut untuk bertanggung jawab. Kasus perzinaan berujung maut ini harusnya menjadi pelajaran bagi masyarakat bahwa perzinaan adalah jalan yang sangat buruk.
Sayangnya, di tengah masyarakat yang berpikiran kapitalisme sekuler, tidak ada aturan yang mencegah perzinaan. Bahkan, asas manfaat menjadi landasan dan aturan agama ditinggalkan. Alasan ingin hemat, maka satu kamar kos dipakai berdua dengan pacarnya. Kebebasan pergaulan melanda kaum muda sehingga tidak ada takut dosa karena perzinaan dilarang agama. Dalam sistem sekuler dengan asas liberal atau serba bebas, selama keduanya suka sama suka, maka dibiarkan. Masyarakat pun menganggap biasa karena hal itu adalah hak asasi manusia.
Perzinaan atau pergaulan bebas tanpa nikah dianggap biasa karena mereka mencontoh gaya hidup orang kafir Barat. Tidak ada rasa malu bila punya anak di luar nikah. Padahal, keimanan perempuan adalah dari rasa malunya.
Negara kapitalis sekuler tidak mengurus masalah nilai-nilai adab di masyarakat karena negara mengusung kebebasan berperilaku. Gaya hidup yang kamu pilih, diserahkan pada individu masing-masing dengan segala risikonya. Tidak ada penjagaan negara pada generasi.
Tentu berbeda sekali dengan sistem Islam karena Islam sebagai ideologi sangat sempurna dan menyeluruh. Semua aspek kehidupan manusia ada aturannya, termasuk masalah pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Begitu mencapai tingkat balig, anak laki-laki dan perempuan harus dipisah, tidak boleh tidur sekasur atau satu selimut. Dalam pergaulan sehari-hari pun, tidak boleh bercampur apalagi berduaan seperti pacaran. Karena, pacaran adalah perbuatan yang mendekati zina dan itu haram (terlarang).
Membunuh pun termasuk dosa besar, haram pula hukumnya. Membunuh seorang Muslim sama artinya dengan membunuh manusia seluruhnya. Itu merupakan bukti bahwa nyawa manusia sangat berharga dalam Islam. Pembunuh harusnya dikenai hukum kisas (hukuman yang setimpal), yaitu dihukum mati.
Penjagaan pergaulan dalam Islam terwujud dalam ketakwaan individu, kepedulian masyarakat, dan penjagaan oleh negara. Ketakwaan individu menjadi benteng awal bagi seorang Muslim agar mampu bertindak sesuai tujuan penciptaan. Dia akan menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Allah Swt., seperti pacaran dan membunuh orang lain. Masyarakat yang peduli terhadap sesama akan aktif mengingatkan dan mencegah terjadinya kemungkaran. Mereka tidak akan membiarkan terjadinya pelanggaran syariat Islam.
Negara menjaga dengan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh (kaffah). Negara berperan aktif dalam memahamkan sistem sosial yang islami. Edukasi aturan pergaulan akan diberikan melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam, menerapkan sistem pergaulan Islam di masyarakat, serta melaksanakan sistem sanksi Islam pada pelaku pelanggaran hukum Islam. Dengan penerapan syariat Islam, tidak akan dibiarkan terjadinya perzinaan dan pembunuhan tanpa alasan syar’i. Wallahualam bissawab.
Oleh: Ummu Atika
Sahabat Tinta Media
Views: 15