Tinta Media – Kasus child free atau memilih hidup tanpa anak di Indonesia kian meningkat selama empat tahun terakhir ini. Dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 diketahui bahwa tren ini banyak diminati di kota-kota besar di Pulau Jawa, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat hingga Banten.
Dosen Psikologi Rahma Talitha dari Universitas Mataram menyebutkan bahwa fenomena child free memang erat dikaitkan dengan budaya Timur. Tidak heran jika banyak masyarakat yang menyikapi tren ini dengan reaksi negatif.
Rahma menuturkan bahwa tidak semua orang bisa menerima keputusan orang dalam menentukan pilihan hidupnya. Ia menambahkan dengan statement, “Mungkin bagi sebagian orang, apalagi yang menganut budaya Timur dan nilai-nilai tradisional, nilai keyakinan seperti banyak anak banyak rezeki, anak adalah anugerah dari Tuhan sangat bertolak belakang dengan sudut pandang child free, sehingga, melihat pilihan child free sebagai pilihan hidup yang keliru.” (detikhealth, 12/11/2024)
Para pengusung child free beranggapan bahwa memiliki anak atau tidak adalah pilihan. Jadi, sah-sah saja jikalau ada pasangan memilih untuk tidak punya anak. Apalagi jika disertai dengan alasan bahwa memiliki anak adalah beban, serta melihat banyak juga anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya.
Ini adalah fakta. Namun, bukan berarti fakta adanya anak yang ditelantarkan orang tuanya menjadikan itu sebagai standar hukum berbuat.
Tak heran jika hal itu terjadi bila melihat ke arah mana kacamata umat mengambil pandangan hidup. Tak lain ialah ke arah kiblat milik Barat dengan pemikiran liberalisme yang mengusung kebebasan, termasuk dalam mengambil pilihan hidup.
Belum lagi dukungan dari sekularisme yang memisahkan aspek agama dari kehidupan sehingga yang terjadi ialah agama tak akan pernah dilibatkan dalam setiap pilihan hidup, kecuali hanya untuk batasan-batasan ibadah ritual atau perayaan saja.
Tumbuh suburnya pemikiran kufur ini pun erat kaitannya dengan peran negara yang mengemban mabda kapitalisme, mejadikan umat di bawah naungan negara kian memandang segala sesuatu dengan asas materi serta manfaat.
Selama memiliki anak dianggap beban dan tak menguntungkan secara materi, maka tak akan dilakukan. Lain halnya bila ada manfaat yang didapatkan, mungkin mereka akan berbondong-bondong memiliki anak, walaupun itu mustahil di sistem kufur ini.
Maka dari itu, Islam menganjurkan setiap umatnya untuk memahami syariat agar ketika menjalankan sebuah perbuatan, ia punya standar yang jelas, termasuk hukum menjalankan pernikahan, hak dan kewajiban suami istri, peran orang tua dan anak, serta peran sebagai masyarakat dalam sebuah negara.
Dalam menanggapi fenomena tersebut, sesungguhnya alasan terjadinya adalah karena berbagai sebab, mulai dari adanya ide feminisme yang menganggap bahwa perempuan punya hak atas tubuhnya sendiri serta punya otoritas terhadap reproduksinya. Mereka menganggap bahwa perempuan bisa setara dengan lelaki.
Ide tersebut lahir dari sistem kapitalisme yang pada akhirnya melahirkan liberalisme yang mengusung kebebasan dalam berbuat dan berprilaku. Pola pikir inilah yang merasuk dalam jiwa kalangan muda, yaitu memandang bahwa anak adalah beban.
Mereka tidak percaya konsep rezeki dan tidak mau repot. Para penggiat child free hanya mempertimbangkan manfaat dan kesenangan saja, tanpa adanya pertimbangan secara agama. Mirisnya, negara pun mendukung ide ini, dengan atas nama HAM, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berprilaku.
Padahal, di dalam Islam ada jaminan kesejahteraan dan akan ditolak ide ini karena bertentangan dengan akidah Islam.
Memiliki anak bukanlah beban, melainkan amanah dan menjadi ladang pahala bagi orang tua. Islam juga berpandangan bahwa kekuatan dari sebuah negara terletak pada jumlah penduduknya.
Jadi, penduduk jangan dianggap sebagai beban keluarga ataupun beban negara. Bayangkan jika seluruh penduduk dunia ini menerima ide child free, maka manusia bisa punah. Ini pun tergantung pada negara yang memberi jaminan kepada penduduknya.
Rasulullah SAW bersabda,
“Nikahilah perempuan yang penyayang dan yang dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan bangga dengan sebab banyaknya kamu di hadapan para nabi nanti pada hari kiamat.” HR Ahmad.
Dari hadis ini kita bisa memahami bahwa betapa Rasulullah nantinya akan bangga kepada kita dengan jumlah umatnya.
Oleh karena itu, maka sudah seharusnya bagi kita untuk kembali ke dalam syariat Islam yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahua’alam bisshawwab.
Oleh: Novita Yulianti
Guru & Ibu Rumah Tangga
Views: 0