Tinta Media – Sejak awal pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) telah menuai berbagai masalah, mulai dari anggaran, distribusi, serta menu yang disediakan. Belakangan MBG makin disorot akibat banyaknya kasus keracunan yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Data Badan Gizi Nasional (BGN) per Senin 22 September 2025 telah tercatat 4.711 orang mengalami keracunan. Ada 3 pembagian wilayah di Indonesia, yaitu Wilayah I (Sumatra) sebanyak 1.281 orang, Wilayah II (Jawa) sebanyak 2.606 orang, dan Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi hingga Indonesia Timur) sebanyak 824 orang. (Kompas.com, 23/09/2025)
Sementara itu, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengatakan jumlah korban keracunan MBG per 21 September 2025 sudah mencapai 6.452 kasus. Adanya perbedaan data ini diakui oleh Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Muhammad Qodari. Akan tetapi, faktanya jumlah korban keracunan tidak sedikit dan ini menyangkut nyawa manusia. Angka riilnya mungkin jauh lebih besar. Bahkan, ada dugaan kasus keracunan ini sengaja ditutup-tutupi.
MBG adalah program unggulan Presiden Prabowo yang selalu dibanggakan dan diklaim mampu meningkatkan kualitas kesehatan anak-anak terutama sekolah dasar dan menengah. Program ini juga diklaim mampu mengatasi masalah stunting dan mendukung ketahanan pangan dan bisa mewujudkan target menuju Indonesia Emas 2045.
Program ini terkesan dipaksakan dan lebih fokus pada aspek kuantitas daripada kualitas. Bahkan, angka keracunan yang sudah ribuan ini dianggap rasionya masih kecil dibandingkan angka 21 juta anak yang menerima manfaat secara langsung. Pemerintah terkesan tidak serius menangani masalah ini. Terkait banyaknya kasus keracunan misalnya, pihak BGN mengumumkan akan menentukan tim investigasi , sementara terkait isu ompreng berminyak babi pemerintah mengatakan siap melakukan uji laboratorium dan siap mengganti jika terbukti. Semua kritik dan keluhan masyarakat hanya ditanggapi dengan janji, sementara ribuan nyawa menjadi taruhannya.
Pemerintah diminta untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program ini. Semua bersuara agar program ini dihentikan meski untuk sementara waktu, mulai dari pakar dan aktivis pendidikan, kesehatan, LSM, dan masyarakat.
MBG juga tidak luput dari isu korupsi sistemis dan nepotisme dalam proyek pengadaan barang dan jasa. Meskipun hal ini berusaha ditepis oleh Wakil Kepala BGN Bidang Komunikasi Publik dan Investigasi, Nanik S. Deyang yang mengatakan mekanisme keuangan melalui _virtual account_ bersama sehingga sudah transparan.
Mirisnya, alokasi anggaran MBG pada APBN 2026 justru semakin besar. Dari Rp769,1 triliun anggaran pendidikan pada 2026, sebanyak Rp223 triliun itu dialokasikan untuk program MBG sehingga anggaran untuk pendidikan yang seharusnya 20% dari APBN tersisa hanya 14%.
Berbagai kisruh MBG ini merupakan bukti nyata dari kebijakan populis yang berparadigma bisnis. Anggaran yang begitu besar nyatanya tidak sebanding dengan manfaat yang dirasakan. Faktanya, program ini membuka celah korupsi, penipuan, konflik kepentingan, dan ketidakadilan. Hal ini lumrah terjadi karena pemerintahan hari ini lahir dari berbagai drama politik yang transaksional. Paradigma kebijakan yang diambil pemerintah bukan untuk melayani kepentingan rakyat, melainkan kepentingan oligarki dan kepentingan politik sesaat.
Paradigma populis dan kapitalisme sangat terlihat nyata hari ini. Obral janji dalam bentuk kebijakan yang populer dan pragmatis mengikuti kebutuhan masyarakat didukung oleh aliran modal dari para oligarki.
Alhasil, tidak peduli apakah program yang dilaksanakan berdampak positif bagi ekonomi, rakyat, dan kedaulatan negara atau tidak. Tidak peduli apakah utang semakin membengkak dan sektor strategis menjadi taruhan demi proyek populis ini.
Sementara itu, ada pihak yang diuntungkan dari program ini, mulai dari sektor pertanian dan perkebunan, sektor _consumer goods_ (bumbu dapur dan pendukungnya), produk susu olahan, beras, pengiriman bahan baku, dsb. Semua ini dikuasai oleh para oligarki juga. Bahkan, tidak sedikit yayasan pengelola MBG adalah orang-orang yang terafiliasi dengan parpol dan kelompok tertentu.
Pemimpin hari ini berperan sebagai penjaga kepentingan segelintir orang. Sementara itu, rakyat hanya dibutuhkan suaranya ketika pemilihan. Setelah itu, rakyat tetaplah jadi objek penderita. Inilah bukti nyata kerusakan sistem kapitalisme yang hari ini diterapkan hampir di seluruh dunia.
Berbeda dengan sistem Islam yang telah terbukti mampu memberikan kesejahteraan dan rahmat bagi seluruh alam. Sistem Islam yang berlandaskan akidah yang benar meyakini bahwa Allah adalah Pencipta sekaligus Pengatur alam semesta dan kehidupan manusia. Allah yang Maha Mengetahui akan kemaslahatan alam dan manusia sehingga membuat aturan yang akan menyelesaikan segala permasalahan kehidupan. Aturan Allah pasti baik dan membawa kebaikan.
Dalam hal kepemimpinan, Islam menetapkan fungsi pemimpin adalah sebagai pelayan dan pelindung umat. Maka, seorang pemimpin harus membuat aturan sesuai dengan syariat Islam dan tidak boleh keluar dari koridor syariat. Islam memiliki aturan terkait ekonomi, keuangan, politik, pendidikan, dan semua aspek kehidupan. Semua sudah diatur dengan rinci sehingga manusia tidak membutuhkan aturan lain.
Pemimpin dalam Islam ketika memimpin dilandasi ketakwaan kepada Allah sehingga tidak akan jatuh kepada godaan populis, apalagi tekanan dan arahan segelintir orang. Proses pengangkatan pemimpin dalam Islam tidak berbiaya tinggi dan teknis yang rumit. Prinsipnya sederhana, mudah, dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan. Pemimpin dalam Islam bervisi misi surga sehingga melakukan segala sesuatu dalam rangka ibadah, bukan mencari penilaian manusia dan materi.
Dalam Islam, pemenuhan kebutuhan dasar setiap orang itu adalah tugas kepala keluarga, bukan tugas kepala negara. Negara menjamin setiap rakyat terpenuhinya kebutuhan pokoknya mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Negara harus membuka lapangan pekerjaan yang banyak sehingga setiap kepala keluarga mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Salah satunya adalah mendapatkan makanan bergizi setiap hari untuk seluruh anggota keluarga, bukan hanya sehari sekali dan yang sekolah saja.
Negara Islam juga memiliki sistem ekonomi Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan. Memastikan harta tidak beredar hanya di segelintir orang sehingga roda ekonomi terus berputar. Menjaga kestabilan ekonomi dengan melarang segala hal yang dapat merusak tatanan ekonomi, seperti korupsi, penipuan, monopoli, dll.
Sistem ekonomi Islam juga memiliki baitulmal, yaitu lembaga yang mengatur keuangan negara. Sumber pemasukan dan pengeluaran negara diatur dengan rinci sehingga memungkinkan negara untuk melakukan pembiayaan berbagai kebutuhan rakyat.
Dalam Islam ada pembagian kepemilikan yaitu individu, umum, dan negara sehingga tidak terjadi penyalahgunaan kepemilikan. Dalam Islam tidak ada anggaran tahunan, pengeluaran disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi, tidak ada istilah anggaran tidak terserap yang membuka peluang untuk disalahgunakan.
Seorang pemimpin dalam Islam tidak akan pernah membiarkan rakyatnya kelaparan dan tidak terpenuhi gizinya. Kisah Khalifah Umar bin Khaththab yang memikul gandum dan memasaknya untuk satu keluarga yang kelaparan tentu sudah kita ketahui semua. Semua itu adalah bentuk tanggung jawab yang disertai rasa takut akan hisab di akhirat kelak, bukan sekadar pencitraan seperti yang banyak terjadi hari ini.
Dalam Islam juga diatur terkait makanan harus halal dan tayib (baik). Karena, makanan yang haram dan tidak baik itu pasti berdampak pada kesehatan dan berefek pada kehidupan manusia. Islam juga menganjurkan hidup bersih, sehat, dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan mubazir. Hari ini kita miris melihat bahwa MBG banyak tidak dimakan karena menunya tidak enak, sudah basi, bahkan berulat. Padahal, semua itu memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Islam juga memiliki sistem sanksi yang akan memberikan efek jera dan penebus dosa bagi para pelaku maksiat dan kejahatan. Kasus MBG ini misalnya, harus diselidiki kenapa bisa terjadi keracunan massal. Pihak terkait harus bertanggung jawab, bukan hanya sekadar permintaan maaf dan jika terbukti adanya korupsi juga harus ditindak.
Semua aturan Islam ini jika diterapkan secara kafah insyaallah akan memberikan kesejahteraan dan keberkahan sesuai janji Allah dalam QS al-A’raf: 96 yaitu, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi…“ Wallahualam bissawab.
Oleh: Yuli Ummu Raihan
Aktivis Muslimah Tangerang
Views: 45