Tinta Media – Banjir berulang Banjir di kawasan Jalan Raya Laswi, kecamatan Majalaya kabupaten Bandung Jawa Barat diakibatkan oleh bertemunya tiga tumpuan sungai, yaitu sungai Cibotor, sungai Cipeujeung, dan sungai Cidawolong. Menurut Bupati Bandung Dadang Supriatna solusi untuk mengatasi adalah dengan melakukan kerja sama Pentahelix (Kompas.com, 4/2/2025).
Untuk penanggulangan banjir, masyarakat diminta kesadarannya dari pemilik lahan jika nanti terkena pembebasan lahan untuk normalisasi saluran atau pelebaran yang akan dilakukan. Perbaikan juga akan dilakukan di beberapa lahan gundul di kawasan hulu sungai Citarum.
Banjir ini adalah musibah tahunan yang sudah menjadi hal biasa di saat musim hujan. Penyebab banjir sering dianggap sebagai fenomena alam akibat curah hujan yang tinggi. Padahal jika ditelaah, banjir yang terjadi bukan semata-mata karena faktor alam, namun ada faktor lain yang ikut andil hingga mengakibatkan banyak terjadi musibah banjir. Ada persoalan sistemik yang mengacu pada terjadinya berbagai kerusakan dan bencana seperti banjir yang belakangan ini sering terjadi di berbagai daerah.
Adalah kebijakan yang lahir dari sistem sekuler kapitalisme inilah yang secara sistematis menyebabkan terjadinya banjir. Paradigma kapitalistik telah melahirkan berbagai kebijakan yang abai dan tidak memperdulikan keharmonisan lingkungan. Sistem ini telah melahirkan manusia rakus dan bebas melakukan apa saja yang diinginkan asalkan punya uang. Sehingga wajar, jika pembangunan berbagai infrastruktur, seperti pembangunan berbagai fasilitas umum, hotel, pertokoan dan tempat pariwisata dilakukan secara serampangan demi mendapatkan keuntungan semata.
Para oligarki diberi jalan mulus lewat berbagai kebijakan yang dilegalkan oleh negara. Walhasil, pembangunan yang kapitalistik berakibat fatal yaitu rusaknya kelestarian lingkungan. Negara pun abai atas dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan tata kota secara keseluruhan. Ujung-ujungnya rakyatlah yang menjadi korban, mereka kebanjiran, ada yang harus mengungsi karena rumahnya terendam air dan timbulnya berbagai penyebab seperti diare.
Di sisi lain, mitigasi yang lemah juga mengakibatkan banjir yang tidak bisa dicegah. Rakyat pun menderita dan hidup susah. Semua terjadi secara sistematis dan terstruktur hasil dari penerapan sistem batil kapitalisme sekuler yang hanya berlandaskan materi dan keuntungan.
Padahal, Allah SWT telah memberi peringatkan dalam Al-Qur’an, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS Ar-Rum: 41)
Tentunya akan berbeda dengan paradigma pembangunan dalam Islam. Pembangunan dalam Islam sangat memperhatikan keharmonisan lingkungan. Pembangunan berbagai fasilitas yang terlihat menguntungkan, seperti kawasan wisata, pemukiman, maupun kawasan industri, namun akan berdampak pada rusaknya lingkungan dan merugikan rakyat, maka negara akan melarang. Karena pembangunan dalam sistem Islam adalah dalam rangka memudahkan kehidupan rakyat dan semata-mata untuk kepentingan rakyat, bukan yang lain. Seorang pemimpin/khalifah akan menjalankan kebijakan sesuai dengan aturan Allah SWT, mengikuti yang Allah mau, bukan mengikuti para investor.
Negara akan melakukan pembangunan dengan berbagai pertimbangan yang matang sehingga pembangunan akan tertata, tidak semrawut, dan tumpang tindih. Negara akan mengatur daerah mana yang boleh untuk kawasan industri, perkantoran, juga pemukiman. Untuk daerah bantaran sungai tidak boleh dijadikan pemukiman karena rawan terjadi banjir, mereka akan diberi tempat layak yang memang cocok untuk pemukiman. Untuk pembangunan berbagai fasilitas umum seperti pasar, rumah sakit, masjid, dan jalan akan diatur sedemikian rupa sehingga rakyat tidak susah mengaksesnya. Rakyat bisa dengan mudah menjangkaunya.
Sedangkan untuk kawasan industri misalnya, akan di jauhkan dari pemukiman agar tidak membahayakan warga sekitar. Khilafah dengan konsep hima, kawasan yang dilindungi oleh negara, kawasan ini sama sekali tidak boleh dieksploitasi dan diambil hasilnya, apa pun bentuknya demi kelestarian lingkungan tetap terjaga. Dalam konteks hari disebut hutan lindung. Selain itu khalifah juga akan melakukan mitigasi yang kuat untuk mencegah terjadinya bencana khususnya banjir. Seperti mendirikan bangunan tahan gempa, bendungan, dan penanaman bakau. Semua itu dilakukan dalam rangka mengurangi risiko bencana banjir.
Semua tertata rapi dan terstruktur mengikuti arahan syariat. Begitulah paradigma pembangunan dalam Islam yang berorientasi untuk kemaslahatan umat berdasarkan syariat Islam yang pernah gemilang berabad-abad lamanya. Itulah wujud dari penerapan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah. Dengan demikian, sangat urgen saat ini untuk membuang sistem yang rusak dan merusak dengan sistem Islam yang akan mewujudkan keamanan dan kemaslahatan bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media
Views: 5