Tinta Media – Telah diberitakan terkait dugaan kasus bunuh diri menimpa salah satu prajurit TNI di Buleleng. Serka INS ditemukan tewas bersimbah darah dengan luka bekas peluru di kepalanya. Anggota Detasemen Peralatan (Denpal) IX/3 Singaraja Kodam IX/Udayana itu saat ditemukan dalam kondisi tergeletak tak bernyawa dengan posisi duduk bersila di lantai markas tempatnya bertugas di Buleleng.
Mungkin kasus ini bukanlah yang pertama, namun sejatinya patut kita bersedih. Mengingat pertahanan, keamanan dan kedaulatan negara ada di pundak mereka. Demi mengemban tugas negara tersebut, mereka pun harus menempa latihan berat secara rutin, baik fisik maupun mental, yang bukan kepalang. Fisik dan mental mereka dibentuk untuk mampu menghadapi situasi yang paling ekstrim.
Namun sayang, di antara sekian banyak kasus bunuh diri yang menimpa rakyat negeri ini, aparat pun tak luput dari wabah kerapuhan mental yang merebak bak bunga di musim semi. Sesungguhnya kerapuhan mental ini tak luput dari imbas sekularisasi yang telah menjalar hingga ke urat nadi umat. Bak penyakit kanker yang menggerogoti diri sendiri. Begitu pula sekularisme, keberadaannya telah mencabut keyakinan seorang hamba pada Tuhannya.
Kebergantungan kepada Tuhan telah digantikan dengan kebergantungan kepada materi. Padahal seharusnya ruh bagi seluruh aktivitas seorang Muslim adalah kesadaran akan hubungannya dengan Allah, di mana pun dan kapan pun. Ruh inilah yang menjadi dasar yang kokoh serta ujung tombak perjuangan, terutama ketika sedang berada di medan tempur.
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang sekuler dan liberal telah menimbulkan kegoncangan yang dahsyat terutama dalam aspek ekonomi. Kemiskinan dan kesulitan hidup membayangi keseharian rakyat termasuk TNI dan anggota keluarga mereka. Berbagai transaksi yang berbasis ribawi dijalankan dengan legal dan mendapat perlindungan secara hukum. Padahal jelas, ribawi itu haram hukumnya dan pelakunya telah menjadi musuh Allah dan Rasul-Nya. Lihatlah kasus-kasus yang diakibatkan oleh ribawi. Sudah berapa nyawa yang melayang dan harta harus terjual demi menutupi tagihan-tagihan ribawi?
Belum lagi penguasa negeri yang tidak takut kepada Allah. Mereka meremehkan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya. Bahkan mereka tak segan memerintahkan kejahatan dan melarang kebajikan melalui berbagai regulasi yang mereka keluarkan. Sungguh penyakit negeri ini adalah penyakit sistemik yang diproduksi secara masif oleh sistem demokrasi kapitalis yang lahir dari rahim sekularisme.
Oleh karena itu, patut disadari bahwa negara berperan penting dalam menjaga jiwa, raga, mental, dan kesadaran semua rakyatnya, termasuk pejabat dan seluruh anggota negaranya demi bisa menjalankan amanah sebaik-baiknya tanpa ada rasa beban atau paksaan. Maka hanya negara yang bersandar pada aturan Islam saja yang mampu memastikan semuanya.
Wallahu a’lam bish showab.
Oleh: Ayuning
Sahabat Tinta Media
Views: 5