Tinta Media – Sejumlah pabrik di Indonesia terpaksa menghentikan operasionalnya pada awal tahun hingga bulan Maret. Hal ini berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, sehingga membuat ribuan pekerja terancam menganggur.
Seperti yang terjadi pada PT Sanken Indonesia dan PT Dan Bisa Internasional. Ada ribuan buruh dari kedua pabrik ini yang terdampak pemutusan hubungan kerja. Buruh yang telah di-PHK tersebut tentu akan kesulitan untuk menjalani momen puasa dan lebaran tahun ini.
Presiden konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan bahwa para pekerja yang terkena PHK tersebut kemungkinan menjadi supir ojol, seperti korban-korban PHK lainnya karena jika daftar kerja di tempat lain terkendala faktor usia, juga keahlian yang berbeda. Akan tetapi, pihaknya tidak akan putus asa mengawal hak-hak pekerja yang menjadi korban PHK.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat juga mengatakan hal senada. Dia berkata bahwa pihaknya telah meminta kementerian ketenagakerjaan untuk turun ke lapangan, menginvestigasi apa yang sesungguhnya terjadi, agar jangan sampai dampak PHK massal memperberat situasi ekonomi yang bisa memperburuk situasi keamanan nasional. ( CNBC.com, 20/2/2025)
Badai PHK di tahun 2025 semakin parah di tengah efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah. Sehingga, PHK di tahun ini diperkirakan akan terus berlanjut, bahkan Indonesia masuk kategori darurat PHK. Kondisi ini tentu mengancam keberlangsungan hidup masyarakat. Apalagi, di bulan Ramadan, harga kebutuhan pokok meningkat. Dengan keadaan seperti ini, diperkirakan kriminalitas akan meningkat.
Pemerintah merespon masalah ini dengan hak pesangon yang tertuang dalam kebijakan baru pemerintah, yaitu jaminan pemberian gaji 60 persen selama 6 bulan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan batas upah 5 juta rupiah. Kebijakan pemerintah ini tentu tidak bisa diandalkan, karena mencari pekerjaan baru yang mampu menghidupi diri dan keluarga bukanlah hal yang mudah.
Badai PHK yang menghantam Indonesia sejatinya tidak lepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme di negeri ini. Sistem ekonomi kapitalisme menggunakan paradigma bahwa yang kuat dialah yang menang. Hal ini menimbulkan egoisme pemilik modal untuk lebih mengutamakan keselamatan perusahaannya dan tidak peduli pada nasib pekerja.
Sistem ekonomi kapitalisme dengan sistem politik demokrasinya juga meletakkan posisi penguasa hanya sebagai regulator dan fasilitator. Alhasil, penguasa lepas tanggung jawab dalam menjamin terpenuhinya lapangan pekerjaan bagi rakyat. Penguasa tak lebih dari sekadar pembuat kebijakan untuk memutuskan kepentingan para pemilik modal. Kebijakan yang mereka buat tidak berpihak pada rakyat. Sistem penggajian UMR dan outsourcing sangat merugikan pekerja. Hal inilah yang menyebabkan banyak rakyat kehilangan pekerjaan dan menimbulkan pengangguran baru.
Adanya liberisasi sumber daya alam memberi peluang besar bagi para korporat menguasai sumber daya alam negeri ini, tetapi tidak bisa mengurangi jumlah pengangguran karena lowongan kerja yang ada justru banyak diisi oleh tenaga kerja asing. Hal ini juga menjadi bukti bahwa penguasa hanya berpihak pada pemilik modal.
Kondisi ini tentu tidak akan terjadi jika negara menganut sistem Islam di bawah naungan Khilafah. Islam menjadikan negara sebagai ra’in yang mengurus urusan rakyat, termasuk urusan lapangan pekerjaan. Negara akan menyediakan lapangan kerja yang luas sehingga rakyat dapat hidup sejahtera.
Dalam sistem Islam, pemenuhan kebutuhan pokok adalah tanggung jawab negara yang dijalankan sesuai syari’at. Posisi pemimpin dalam Islam adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Khalifah akan mengeluarkan aturan yang tidak memihak kepada segelintir orang, tetapi memihak kepada rakyat.
Rasulullah saw bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Khilafah menjamin kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme dalam bingkai sistem ekonomi Islam. Penerapan sistem ekonomi Islam meniscayakan ketersediaan lapangan pekerjaan yang cukup dan jaminan kesejahteraan untuk rakyat. Pengelolaan sumber daya alam oleh negara menjadi pintu terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai. Dalam Islam, sumber daya alam yang melimpah haram dikelola pihak swasta.
Negara adalah pihak yang wajib mengelolanya. Hal ini akan menjadikan negara membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah yang banyak. Negara juga akan mengembangkan sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Negara bahkan akan menfasilitasi rakyat mengembangkan sektor riil ini, mulai dari modal, keterampilan, informasi sampai infrastruktur agar tercipta kondisi kondusif untuk bekerja. Tanggung jawab kesejahteraan rakyat terletak di tangan negara, bukan di tangan swasta.
Dalam Khilafah, rakyat mendapatkan pelayanan terbaik dari negara berupa pendidikan gratis, kesehatan gratis, transportasi murah, dan akses terhadap air, listrik, dan BBM yang terjangkau. Hal ini menjadikan gaji rakyat hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan, dan papan. Khilafah akan mengondisikan sedemikian rupa hingga harganya dapat dijangkau masyarakat.
Hanya Khilafah yang mampu menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi rakyat hingga terwujud kesejahteraan bagi setiap individunya. Wallahu a’lam bis showwab.
Oleh: Devi Anna Sari
(Muslimah Peduli Umat)
Views: 0