Tinta Media – Bali, pulau yang dikenal sebagai ikon pariwisata dunia sedang dilanda banjir besar yang terjadi sejak Selasa (9/9). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan bahwa masih ada sembilan korban banjir di Bali yang belum ditemukan hingga Rabu (17/9). Sejauh ini, total korban jiwa akibat banjir di Bali telah mencapai 18 orang dan sebanyak 6.309 kepala keluarga terdampak.
Kota Denpasar mengalami kerusakan serius. Sebanyak 474 fasilitas umum rusak, sedangkan Kabupaten Jembrana paling terdampak pada rumah warga dan infrastruktur jalan. Sementara itu, di Kabupaten Karangasem, satu jembatan dilaporkan putus, 47 rumah rusak, serta 14 bendungan terdampak. (kompas, 17/09/2025)
Tragedi ini bukan sekadar bencana alam, melainkan akibat dari salah urus tata ruang kota. Derasnya pembangunan hotel, vila, dan cottage disebut sebagai salah satu penyebab utama bencana. Bali sebagai destinasi wisata dunia mengalami lonjakan pembangunan hotel, vila, dan cottage, terutama di kawasan lereng bukit, sawah, hingga daerah resapan air. Lahan yang seharusnya berfungsi menyerap air hujan berubah menjadi bangunan permanen dan area beton sehingga daya serap berkurang drastis. (beritasatu, 10/09/2025)
Di sinilah tampak wajah asli sistem kapitalisme. Pembangunan yang dilakukan bukan berdasarkan kebutuhan rakyat, tetapi demi bisa mendatangkan keuntungan meski kelestarian alam dan keselamatan manusia dikorbankan. Dalam pandangan kapitalisme, tanah, hutan, air, bahkan ruang hidup rakyat diperlakukan sebagai komoditas yang bisa dieksploitasi tanpa memikirkan dampak bagi lingkungan dan rakyat. Selama sistem ini yang dijadikan pijakan, bencana akan terus berulang dengan korban jiwa dan kerugian yang kian besar.
Sementara itu, di dalam Islam, alam merupakan amanah dari Allah Swt. Alam harus dikelola dengan bijak, bukan dieksploitasi tanpa batas. Syariat Islam menetapkan bahwa bumi, hutan, air, dan SDA adalah milik Allah yang harus dikelola sesuai aturan-Nya. Sumber daya yang vital tidak boleh diprivatisasi apalagi dikomersialisasi demi keuntungan segelintir pihak. Pembangunan dalam Islam tidak akan mengorbankan keseimbangan ekologis, melainkan berjalan seiring dengan perlindungan terhadap alam. Selain itu, keselamatan rakyat akan ditempatkan sebagai prioritas utama. Jadi, hanya dengan Islam, pembangunan dapat selaras dengan kelestarian bumi dan keberlangsungan hidup manusia sehingga bencana dapat dicegah. Wallahualam bissawab.
Oleh: Ummu Deka,
Sahabat Tinta Media
Views: 0