Kejahatan Anak Makin Menjadi, Buah Liberalisme Sekuler

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Sungguh miris generasi hari ini, kejahatan terhadap anak
kian menjadi-jadi. Mirisnya pelakunya bukan lagi hanya dari kalangan orang
dewasa namun juga dari kalangan anak-anak yang bahkan masih di bawah umur. Tak
lain hal tersebut dilakukan akibat dari kecanggihan teknologi, yakni media
sosial dari tontonan yang mereka tonton. Ya, tontonan yang tidak selayaknya
ditonton untuk anak-anak.

Seperti halnya baru-baru ini yang terjadi di Palembang,
Sumatera Selatan seorang siswi SMP, AA (13) diperkosa dan dibunuh oleh empat
orang remaja di bawah umur, para pelaku masih duduk dibangku SMP dan SMA yakni
IS (16), MZ (13), AS (12) dan NS (12). Kemudian jasadnya di tinggalkan oleh
pelaku di sebuah kuburan Cina. Setelah ditelusuri ternyata pelaku melakukan
aksi tersebut untuk menyalurkan hasratnya setelah menonton video porno di
ponsel milik IS. (sumber CNN Indonesia)

Satu pelaku di tahan dan tiga pelaku lainnya dilimpahkan ke
panti rehabilitasi karena adanya permintaan keluarga agar dilakukan pembinaan.
(sumber urban.id)

Tindak kejahatan yang terus berulang di kalangan pelajar
menunjukkan potret generasi makin suram seperti halnya realitas saat ini. Hal
ini tampak dari perilaku para pelaku yang kecanduan dengan pornografi dan
bangga dengan kejahatan yang dilakukannya. Tanpa memikirkan lagi akan dampak
yang dilakukannya untuk dirinya sendiri ataupun terhadap orang lain.

Fenomena ini juga menggambarkan anak-anak kehilangan masa
kecil yang bahagia, bermain dan belajar dengan tenang sesuai dengan fitrah anak
dalam kebaikan. Kerusakan akan generasi hari ini seharusnya dapat membuka mata umat
akan serangan pemikiran liberal yang kian masif terjadi di Tengah umat Islam
saat ini. Liberalisme yang merupakan buah dari sekularisme memisahkan agama
dari kehidupan yang merupakan asas yang dimiliki Barat. Ketika hidup serba
bebas yang dituntun oleh hawa nafsu merupakan kehidupan sekuler yang
mengabaikan agama dalam kehidupan. Tidak hanya itu, agama hanya di pandang
sebagai formalitas sehingga standar kebahagiaan diletakkan pada kepuasan materi
dan kesenangan jasadiyah.

Mirisnya sekularisme pun di jadikan sebagai asas yang
dipakai negara dalam membangun SDM. Hal ini tampak bagaimana sistem Pendidikan
diarahkan hanya untuk mencetak generasi yang mampu mendongkrak perekonomian
tanpa peduli kepribadian yang terbentuk pada generasi. Maka tidaklah heran
banyak kita temui generasi yang pandai pada akademik namun kecanduan pada
pornografi, narkoba, dan sebagainya. Bahkan ada dari mereka yang bangga dengan
kejahatan dan kemaksiatan yang mereka lakukan, tanpa adanya rasa bersalah.
Sehingga visi yang disandarkan pada materi ini menjadikan negara mengatur media
dengan landasan materi pula. Hal ini juga tampak dengan masih banyaknya
konten-konten pornografi yang mudah diakses generasi menunjukkan tidak adanya
keseriusan negara dalam menutup akses konten-konten pornografi demi melindungi
generasi yang dapat memberikan dampak buruk terhadap generasi. Generasi yang
makin liberal, di era digital setiap harinya disuguhi dengan tayangan yang
dapat menjauhkan generasi dari jati diri seorang muslim.

Berbeda
dengan generasi yang dicetak dalam sebuah negara yang menjadikan syariat Islam
sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Sebagai sebuah ideologi, Islam
memiliki aturan yang komprehensif yang membawa kebaikan dalam penerapannya.
Islam mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui
penerapan berbagai aspek kehidupan sesuai dengan aturan Islam diantaranya
pendidikan Islam, media Islami, hingga sistem sanksi yang menjerakan. Negara
memiliki peran besar dalam hal ini sebagai salah satu pilar tegaknya aturan
Allah. Negara yang menerapkan aturan Allah akan mampu berkolaborasi dengan
individu dan masyarakat untuk menjauhi aktivitas kemaksiatan dalam bentuk apa
pun. Termasuk diantaranya pacaran, rudapaksa, hingga pembunuhan.

Dalam sistem Islam, individu sangat memahami
hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT dan meraih ridho-Nya. Maka
mereka akan menjauhi perbuatan maksiat dan senantiasa selalu berusaha untuk
taat kepada Allah swt., dan rasul-Nya. Hal ini didukung oleh sistem pendidikan
Islam yang diterapkan negara dengan kurikulumnya yang berasaskan pada Aqidah
Islam. Dengan sistem pendidikan ini memastikan generasi dibentuk menjadi sosok
yang memiliki kepribadian Islam dengan begitu maka mereka memiliki kontrol
individu yang kuat. Segala bentuk kemaksiatan termasuk pergaulan juga akan
mampu dicegah dengan masyarakat yang Islami yakni masyarakat yang senantiasa
melakukan amar ma’ruf nahi munkar saling menasihati dalam kebaikan dan
mengingatkan agar menjauhi maksiat. Mereka terbentuk untuk saling peduli satu
dengan lainnya. dalam Islam penerapan sistem pergaulan, media dan sanksi sesuai
syariat Islam alhasil generasi akan terhindar dari perilaku maksiat dan selalu
dalam ketakwaan. (MMH)

Media
juga akan dipastikan tidak menayangkan konten-konten yang dapat merusak
generasi. Sebaliknya media akan digunakan untuk sarana dakwah dan meningkatkan
keimanan dan ketakwaan, serta memberikan informasi yang benar. Sehingga menerapkan
Islam secara kaffah maka akan mampu membangun generasi yang berkepribadian yang
mulia dan siap membangun peradaban yang mulia. Allahu Alam Bishawab.[]

Oleh: Haniah, Sahabat Tinta Media 

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA