Wujud Asli Potret Negara Pemalak

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengungkapkan betapa tidak masuk akalnya rencana yang dibuat pemerintah dengan menaikkan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) 12%. Menurut dia, kenaikan itu tak lain hanya menyengsarakan rakyat, namun tidak signifikan menambah pendapatan negara (cnbcindonesia.com 5/9/2024)

Sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia mengenai pajak yang
merupakan salah satu pemasukkan utama dan pendapatan terbesar yang Indonesia miliki. Padahal di samping itu Indonesia juga dinobatkan memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah. Namun nyatanya tak sedikit pun rakyat menikmatinya. Baru-baru ini justru masyarakat Indonesia dikejutkan dengan adanya kenaikan pajak sebesar 12 persen.

Presiden terbaru Republik Indonesia ini banyak menetapkan kebijakan-kebijakan baru yang sebenarnya hanya meneruskan kebijakan presiden sebelumnya, sehingga yang menjadi sasaran utama penggalang dananya adalah dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Adapun barang-barang yang dikenai pajak adalah barang-barang yang biasa dibeli masyarakat, seperti sabun mandi, makanan siap saji, pulsa telepon, layanan video streaming, dan lain sebagainya.

Kebijakan ini akan menyiksa rakyat. Bagaimana tidak? Bayangkan saja bagi rakyat yang kurang mampu yang belum tentu sebelum pajak naik menjadi 12 persen mereka sanggup untuk membayarnya, apalagi setelah mengalami kenaikkan. Namun dampaknya dapat menyasar ke seluruh kalangan, baik bagi rakyat kelas sosial bawah, menengah, maupun atas.
Yang paling signifikan dampaknya dirasakan oleh kelas sosial bawah dan menengah. Sungguh kenyataannya pajak membuat rakyat menderita.

Inilah wujud asli sebenarnya dari negara pemalak, yang menggunakan pajak sebagai pemasok terbesar penerimaan negara hingga mencapai angka 82,4 persen dari total penerimaan negara. Namun cara pengambilannya yang bersifat memaksa, seolah-olah seperti memalak rakyat untuk memberi uang mereka kepada para penguasa. Sampai-sampai rakyat kecil pun menjadi sasaran dikenainya pajak.

Maka tak heran pajak yang diberlakukan dalam sistem bengis ini yaitu sistem
kapitalism sekularisme menjadi santapan sehari-hari masyarakat Indonesia. Pajak dalam sistem ini justru menjadi keniscayaan. Adapun SDA yang Indonesia miliki justru dibiarkan dan digunakan oleh pihak asing. Maka situasi ini pun mengakibatkan negara tidak memperoleh hasil yang besar dari pengelolaan SDA tersebut. Ujung-ujungnya meminta rakyat memenuhi pendapatan negara melalui pajak.

Pajak dalam sistem ini layak dikatakan bathil, karena pungutannya yang
bersifat memaksa dan wajib. Tanpa memperhatikan orang yang dikenai pajak tersebut mampu dan ridho atau tidak untuk membayarnya. Padahal sudah jelas
dalam firman-Nya QS Al-Imran ayat 57 bahwasannya Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. Jelas sekali di sini pemerintah melakukan perbuatan zalim terhadap rakyatnya. Tetap melakukan paksaan untuk membayar pajak, meskipun banyak dari rakyatnya yang tak ridho.

Pajak dalam Pandangan Islam

Islam menjelaskan masalah pajak salah satunya ada dalam kitab “Sistem
Ekonomi Islam” karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, halaman 333. Yakni dalam
Islam, sumber-sumber pendapatan negara sebenarnya sudah didapat melalui Baitul Mal. Jadi tak perlu lagi mewajibkan pajak terhadap rakyatnya. Akan tetapi syariah mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan umat menjadi dua; antara lain kebutuhan-kebutuhan yang difardhukan alias diambil dari Baitul Mal untuk sumber pendapatan tetapnya, dan kebutuhan-kebutuhan yang difardhukan atau diambil dari kaum Muslim.

Selain harta yang telah difardhukan oleh Allah, seperti jizyah dan kharaj
boleh disebut dengan sebutan pajak (dharibah) ataupun sebutan-sebutan yang lain. Adapun dalam pemungutannya adalah dengan cara yang haq menurut syariah. Pajak tidak boleh diambil dari orang non-Muslim. Karena untuk
memenuhi kebutuhan-ebutuhan yang difardhukan oleh syariah semata-mata
difardhukan kepada kaum Muslim saja, tidak untuk selain dari kaum Muslim.

Mekanisme Pemungutan Pajak dari Kaum Muslim

Menurut ketentuan syariah, pajak dipungut dari sisa nafkah (kebutuhan hidup) mereka, serta dari harta orang kaya saja. Bagi orang yang masih masuk dalam kategori membutuhkan tidak wajib membayar pajak. Selain itu, pemungutan pajak juga bergantung terhadap kadar kebutuhan belanja negara yang ada di Baitul Mal.

Negara baru memungut pajak jika benar-benar dalam kondisi darurat, yakni jika
Baitul Mal mengalami kekurangan harta dan tak ada jalan lain untuk menutup
kekurangan tersebut selain melalui hartanya kaum Muslimin. Maka barulah negara mengambil pajak untuk memenuhi keperluan yang dibutuhkan rakyat kembali.

Melalui sistem Islam secara kaffahlah, yang mampu menjadikan masyarakat
merasa tidak terbebani dengan adanya pajak, sebab Islam memperhatikan keadilan di tengah-tengah kaum Muslim. Apakah ia mampu untuk membayarnya atau tidak. Sehingga dapat diwujudkan kesejahteraan dari segala aspek.

Wallahu a’lam bishawab.

 

 

Oleh: Marsa Qalbina N

Sahabat Tinta Media 

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA