Tinta Media – Pemerintah Kabupaten Bandung kembali menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) di Samsat Soreang dengan tujuan membantu masyarakat mendapatkan bahan pangan dengan harga yang lebih terjangkau. Dalam kegiatan ini, berbagai bahan pangan, seperti beras, telur ayam ras, minyak goreng, dan gula pasir disediakan dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasar.
Langkah ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Selain itu, GPM juga bertujuan untuk memasarkan produk-produk pertanian secara langsung dari petani ke konsumen sehingga masyarakat dan petani sama-sama mendapatkan manfaat. Dengan adanya GPM, diharapkan harga bahan pangan dapat lebih stabil dan kualitas produk tetap terjaga karena langsung bersumber dari petani. Kegiatan ini menjadi salah satu upaya pemerintah Kabupaten Bandung dalam mendukung ketersediaan pangan yang terjangkau dan berkualitas bagi masyarakat. (PikiranRakyat, 05/09/2025)
Upaya serupa sebelumnya, seperti operasi pasar, kerap dilakukan untuk menyediakan bahan pangan dengan harga terjangkau bagi masyarakat Kabupaten Bandung. Namun, jika kita melihat lebih dalam, masalah ketersediaan pangan murah sebenarnya merupakan isu nasional yang lebih luas. Salah satu faktor penyebabnya adalah inflasi yang terus meningkat setiap tahunnya yang memperburuk kemampuan daya beli masyarakat karena upah yang tidak sebanding dengan kenaikan harga. Kondisi ini semakin diperparah dengan potensi pemutusan hubungan kerja yang berdampak luas pada taraf hidup masyarakat secara nasional.
Inflasi yang terus berulang sering kali menjadi salah satu akar masalah di negara ini dan membawa dampak negatif pada kehidupan masyarakat. Berbagai kebijakan nasional, seperti kebijakan fiskal, telah diperkenalkan untuk mengatasi masalah ini. Namun, solusi yang ditawarkan tampaknya belum efektif karena inflasi merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi kapitalis yang dianut di negara ini. Sistem ini sering kali memicu ketidakstabilan harga dan memperlebar kesenjangan ekonomi.
Stok pangan di lembaga penyedia pangan seperti Bulog memang terjamin melalui impor komoditas seperti beras. Namun, akses masyarakat terhadap pangan ini tidak merata karena daya beli yang bervariasi, tergantung pada pendapatan dan kesempatan kerja yang tersedia. Keterbatasan lapangan kerja yang layak dan distribusi pendapatan yang timpang menjadi faktor utama yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka. Ketersediaan lapangan kerja yang tidak merata dan kebijakan yang lebih menguntungkan pemilik modal semakin memperparah masalah ini.
Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor pertanian dengan tanah yang luas dan subur, yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Namun, potensi ini tampaknya tidak dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah. Ironisnya, banyak komoditas yang bisa diproduksi di dalam negeri malah diimpor dari luar negeri, bahkan pada saat musim panen petani lokal. Kondisi ini menyebabkan harga komoditas lokal turun drastis karena tidak mampu bersaing dengan produk impor sehingga petani lokal sering mengalami kerugian. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan impor pangan perlu ditinjau ulang untuk melindungi petani dan meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Kapitalisme sepertinya membuat negara hanya berperan sebagai regulator, bukan sebagai pelayan kebutuhan rakyatnya. Negara sering kali kesulitan menghadapi para pengusaha yang berkuasa dalam menentukan harga kebutuhan pokok, termasuk pangan. Pertanyaan yang muncul adalah, kapan pemerintah benar-benar memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyatnya? Apakah intervensi pemerintah hanya dilakukan ketika terjadi inflasi, ataukah ada kebijakan yang lebih proaktif untuk melindungi kesejahteraan rakyat dalam jangka panjang? Tampaknya, peran negara sebagai pelindung dan penyedia kebutuhan dasar rakyat perlu diperkuat.
Untuk memahami permasalahan kehidupan bernegara, penting untuk menganalisis berbagai aspek, terutama aspek politik. Kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa memiliki dampak signifikan terhadap arah kehidupan suatu bangsa. Dalam sistem kapitalis, kebijakan sering kali dibuat berdasarkan kepentingan investor besar sehingga mereka mendapatkan kemudahan dan keuntungan. Sementara itu, pengusaha kecil lokal sering kali menghadapi tantangan dan regulasi yang lebih berat sehingga menciptakan kesenjangan dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan politik yang berpihak pada investor besar dapat memperlebar jurang antara yang kaya dan miskin.
Sistem politik Islam memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengatur urusan umat. Politik ekonomi Islam bertujuan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan papan bagi seluruh rakyat, serta memberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Pemerintah dalam sistem ini berperan penting dalam memastikan kebutuhan pokok masyarakat terjangkau melalui berbagai cara, seperti pengaturan pasar yang efisien dan sesuai syariat, serta pemberian bantuan di luar mekanisme pasar jika diperlukan. Dengan demikian, Islam menawarkan solusi yang lebih holistik dan berkeadilan dalam mengelola ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam Daulah Islam, produksi barang kebutuhan pokok menjadi prioritas utama untuk memastikan ketersediaan yang memadai dengan harga terjangkau. Pemerintah memberikan insentif dan kebijakan yang mendukung produksi dan distribusi yang efisien. Contohnya, biaya produksi pertanian lebih efisien karena tidak ada biaya sewa lahan, dan tanah dijaga produktivitasnya dengan aturan yang melarang penelantaran lahan pertanian. Negara juga bertanggung jawab mendistribusikan tanah kepada mereka yang membutuhkan dan mampu menggarapnya. Selain itu, petani yang kesulitan bisa mendapatkan bantuan modal produksi dari baitulmal. Negara juga mendukung petani dengan teknologi terbaru untuk meningkatkan produktivitas secara efisien. Pendekatan ini menunjukkan perhatian besar terhadap kesejahteraan petani dan ketahanan pangan.
Khalifah Umar bin Khaththab menerapkan kebijakan luar biasa dalam meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Salah satu langkah cerdasnya adalah membiarkan wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan tetap dikelola oleh penduduk asli tanpa pembagian kepada Daulah Islam. Hal ini memungkinkan tanah tetap produktif karena penduduk asli lebih memahami dan mampu mengembangkan lahan pertanian dengan baik.
Beberapa kebijakan lain yang diterapkan Khalifah Umar bin Khaththab untuk meningkatkan produktivitas pertanian antara lain:
Pertama, sistem bagi hasil. Sistem ini diterapkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan memastikan pemerataan pendapatan di kalangan masyarakat.
Kedua, pengelolaan lahan pertanian. Khalifah Umar juga mengatur pengelolaan lahan pertanian dengan baik sehingga tanah dapat dimanfaatkan secara optimal dan produktivitasnya meningkat.
Ketiga, dukungan terhadap petani. Khalifah Umar memberikan dukungan kepada petani dengan memastikan akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan, seperti tanah dan modal.
Dengan kebijakan-kebijakan tersebut, Khalifah Umar berhasil meningkatkan produktivitas sektor pertanian dan memperkuat perekonomian negara. Pendekatan ini menunjukkan bahwa beliau adalah seorang pemimpin yang memiliki visi ekonomi yang jelas dan mampu mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang efektif.
Dalam Daulah Islam, beberapa hal yang dilakukan untuk mendukung sektor pertanian dan kesejahteraan masyarakat antara lain:
Pertama, perhatian pada sektor pertanian. Sektor pertanian menjadi prioritas karena dianggap sebagai salah satu solusi untuk menjamin ketersediaan bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh negara.
Kedua, pengawasan kegiatan pertanian. Negara mengawasi kegiatan pertanian di wilayah yang ditaklukkan dengan mengirimkan petugas untuk mengukur luas tanah dan menetapkan kharaj (pajak tanah) yang adil berdasarkan potensi tanah. Petugas pajak bertanggung jawab dalam menetapkan dan mengumpulkan kharaj yang kemudian disetorkan ke kas negara untuk digunakan pada kepentingan yang sah.
Ketiga, pembangunan infrastruktur. Negara membangun berbagai proyek infrastruktur untuk melayani sektor pertanian, seperti penggalian sungai dan saluran irigasi, pembangunan jembatan, dan bendungan. Negara juga mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah yang tidak produktif dengan memberikannya kepada rakyat untuk dikelola.
Keempat, pengawasan pasar. Pemerintah mengawasi pasar dengan menugaskan qadhi muhtasib untuk menjaga keadilan dan mencegah praktik perdagangan yang tidak sesuai dengan syariat, seperti riba, perjudian, jual beli dengan unsur gharar (ketidakpastian), dan persekongkolan penjual dan pembeli untuk kenaikan harga. Pemerintah juga melarang penimbunan barang, intervensi harga, dan penipuan, serta memberikan kemudahan akses informasi pasar. Selain itu, negara memberikan bantuan pangan kepada masyarakat yang kurang mampu dengan subsidi dan meningkatkan pasokan.
Ketersediaan bahan pangan yang murah dan terjangkau merupakan kewajiban penguasa untuk dipenuhi sepanjang masa sebagai bentuk tanggung jawab terhadap amanah yang dipangkunya. Jika pemerintah serius menangani masalah ini dengan solusi yang tepat dan sesuai dengan fitrah manusia, pasti mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar umat. Mengambil contoh dari Rasulullah saw. yang menerapkan Islam secara kafah, semestinya umat Islam kini kembali kepada Islam sebagai solusi atas berbagai permasalahan. Semoga kita semua bisa belajar dari contoh-contoh yang telah diberikan dan berusaha untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Wallahualam bissawab.
Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media
Views: 13