Darurat KDRT, Butuh Solusi Tepat

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Kasus KDRT seolah tidak pernah berhenti. Beragam motif KDRT terjadi, namun nihil solusi
pasti hingga kini. Kasusnya kian darurat dan harus segera ditangani. Pasalnya
kasus semakin marak dan melebar di setiap lini.

Kasus KDRT
yang sering terjadi, dan lagi-lagi viral. Kini menimpa istri pegawai DJP
(Direktorat Jenderal Pajak) di Bekasi. Pukul kepala berkali-kali, tendang
hingga lempar gelas di depan anak balitanya. Karena pelanggaran etik yang
dilakukannya, pegawai tersebut dikenai sanksi skorsing hingga proses hukum
kasus KDRT, beres (detiknews.com, 26-8-2024). Tidak hanya kekerasan fisik, sang
suami pun melakukan kekerasan psikis. Tak main-main, kekerasan fisik ini
terjadi sejak kurun waktu tahun 2021 hingga 2023. Sementara kekerasan psikis
terjadi pada Oktober 2023 hingga saat ini.

Perselisihan
suami istri pun terjadi di Tangerang. Diduga karena masalah ekonomi, suami
dengan tega menampar, menjambak bahkan mengancam istrinya menggunakan pisau
(kumparan.com, 20-8-2024). Kasus KDRT yang juga masih hangat dalam ingatan.
KDRT yang menimpa selebgram sekaligus mantan atlet anggar di Bogor. Pukulan,
tendangan dan berbagai perlakuan kasar lain dilakukan suami terhadap istrinya.
Parahnya lagi, anak bayi  pun menjadi
saksi KDRT yang terjadi.

Seolah
menjadi tren, KDRT kian marak terjadi. Bak fenomena gunung es, kasusnya semakin
banyak dan semakin bermunculan. Perilaku biadab suami kian menjadi-jadi.
Beragam sebab mengemuka, mulai dari cekcok ekonomi, cemburu, perselingkuhan dan
masalah rumah tangga lainnya.

Buruknya
Konsep Kehidupan

Suami
dengan tega melakukan kekerasan pada istrinya. Tanpa rasa takut atau bersalah.
Kejamnya. Padahal mestinya suami adalah orang pertama yang menjaga ketenangan,
kecukupan dan keamanan istri. Namun sayang, pola pikir dan pola sikap yang
terlahir saat ini niscaya mengerucut pada satu bentuk tindakan yang tidak
manusiawi.

Kehidupan
saat ini menciptakan individu yang tidak memahami konsep iman. Dalam hal ini,
suami sama sekali tidak memiliki bekal dalam kehidupan rumah tangga yang harus
dibangun. Pola pikir yang cenderung instan dan ingin serba cepat, menjadikan
suami memiliki sikap yang tidak sabaran. Alhasil, emosi dijadikan pelampiasan
dan ditumpahkan habis-habisan kepada istri. Tentu saja, hal ini dilarang.
Karena menzalimi istri lahir dan batin.

Selain itu,
beragam kesulitan dalam hidup menjadikan suami memiliki beban yang berat.
Kesejahteraan sulit diakses. Sementara, suami yang terkategori cukup secara
ekonomi dan tetap melakukan KDRT, memiliki sebab-sebab yang lebih sistemik.
Misalnya karena ego. Keyakinan terkait kepemimpinan laki-laki terhadap
perempuan merefleksikan tindakan yang keliru. 
Perempuan dianggap sebagai makhluk lemah dalam penguasaannya, sehingga
bebas diperlakukan apa saja. Inilah yang marak terjadi.

Kehidupan
yang menyandarkan aturan pada konsep sekularisme mengakibatkan lemahnya sikap
dan cara pandang seseorang terhadap individu. Terutama dalam hubungannya dengan
orang terdekat, yakni istri. Sekularisme telah menjauhkan aturan agama dalam
kehidupan. Standar perilaku dijauhkan dari aturan agama. Aroma kebebasan
menjadi jalan yang lebih disuka. Tindakan dilakukan sesuka hati demi memenuhi
hawa nafsu, menumpahkan amarah tanpa kendali. Hubungan suami istri yang
semestinya dilandasi rasa kasih sayang dan saling menghargai, seketika itu
menjadi benci, dendam dan saling memusuhi.

Hubungan
suami istri pun hanya akan melahirkan hubungan saling mengecewakan dan menimbulkan
dendam. Jauh dari tujuan awal pernikahan yang mengharap sakinah, mawaddah
warahmah.

Di sisi
lain, kebijakan yang ditetapkan negara tidak mampu menyajikan solusi pasti.
Undang-undang Perlindungan KDRT yang telah 20 tahun disahkan, terbukti tidak
mampu meredakan kasus. Alasannya, sistem yang kini dijadikan sandaran, tidak
mampu menjadi support system yang tepat untuk menerapkan aturan. Wajar saja,
aturan yang ada sebatas aturan tertulis yang tidak mampu bertindak tegas dan
bias dalam penerapannya.

Tidak hanya
masalah regulasi, sistem sekularisme pun menciptakan edukasi yang minim hasil.
Edukasi yang kini diterapkan tidak mampu menjadi perisai yang meredam perilaku
kejam individu.  Konsep edukasi yang kini
diadopsi sama sekali tidak dihubungkan dengan keterikatan individu dengan
aturan Dzat Pencipta. Wajar saja, sikap buruk menjadi kiblat perilaku dan
pemikiran individu. Sikap buruk ini pun semakin rusak karena lemahnya kontrol
sosial di tengah masyarakat. Masyarakat yang serba cuek dan acuh membentuk pola
pikir masyarakat yang bebas dan bablas ala liberal sekularisme.

Sempurnanya
Penjagaan Islam

Suami istri
bagaikan satu tubuh yang berfungsi saling penjaga. Pendidikan terkait fungsi
dan peran suami dan istri dalam institusi keluarga harus mampu diwujudkan.
Tujuannya, agar kedua belah pihak memahami semua kewajiban dan hak yang mesti
dipenuhi. Sehingga mampu selaras dan harmonis dalam meniti biduk rumah tangga.
Badai dan gelombang pasti datang. Jika bekal sudah dimiliki, niscaya lautan
cobaan pun akan mudah dilalui bersama dengan bekal ketundukan kepada Allah SWT.

Suami
sebagai pemimpin keluarga, harus mampu menempatkan diri sebagai pemimpin yang
tangguh namun tetap lembut dalam berkomunikasi dan mengingatkan segala bentuk
kekurangan dna kesalahan yang dilakukan istri. Begitu pula sebaliknya.

Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Dan di
antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berpikir.”

(QS.
Ar-Rum: 21)

Fungsi keluarga
mampu utuh diwujudkan dalam satu institusi negara dengan support system yang
mampu menciptakan suasana yang kondusif demi tercapainya tujuan kehidupan
keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.

Khilafah
merupakan satu-satunya lembaga yang mampu menjamin terwujudnya tujuan tersebut.
Khilafah dalam sistem Islam yang menerapkan aturan syariat Islam mampu
diterapkan secara utuh dan menyeluruh. Masyarakat terus diedukasi dengan
pendidikan berbasis akidah Islam. Pendidikan yang senantiasa mengutamakan
hubungan antara individu dengan Allah SWT. Sehingga setiap aturan syariat
menjadi perisai kuat dan terdepan dalam menjaga anggota keluarga dari segala
bentuk kezaliman.

Negara pun
memiliki fungsi penting dalam penjagaan setiap nyawa individu rakyatnya,
melalui regulasi ditetapkan dengan tegas dan jelas agar kasus kekerasan tidak
terus berulang. Segala bentuk regulasi yang ditetapkan dilengkapi dengan sistem
sanksi yang mampu menjerakan. Semua ditetapkan demi penjagaan yang utuh setiap
individu dalam keluarga dan masyarakat.

Rasulullah
SAW. Bersabda,

“Imam
adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al
Bukhori).

Penguasa
adalah penjaga keamanan dan ketenangan rakyatnya. Dalam sistem yang
terintegrasi dengan aturan Allah SWT., niscaya akan diraih perlindungan yang
sempurna bagi setiap individu. Fungsi keluarga senantiasa terlaksana amanah
dalam tatanan yang sakinah.

Wallahu’alam
bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA