Menyikapi Darurat Sampah di Indonesia dengan Solusi Islam

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Di tengah kemiskinan yang masih merajalela di Indonesia,
ironisnya, kita juga menghadapi masalah besar berupa sampah makanan. Data
menunjukkan bahwa negara kita mengalami kerugian hingga Rp155 triliun per tahun
akibat makanan yang terbuang sia-sia dari suara.com(3 Juli 2024). Ini bukan
hanya soal ekonomi, tapi juga tentang moral dan keadilan sosial.

Menurut data dari UNNES (15 Mei 2023), 1/3 dari makanan yang
diproduksi untuk konsumsi manusia di dunia dibuang sebagai sampah. Jika
dihitung, jumlahnya mencapai 1,3 miliar ton per tahun. Padahal, sebanyak 795
juta manusia di dunia menderita kelaparan. Total sampah yang dihasilkan tiap
tahunnya sebenarnya dapat menghidupi 2 miliar orang.

Pada tahun 2020, Indonesia sudah memasuki sinyal darurat
sampah makanan. Bahkan, pada tahun 2019, telah ditunjukkan bahwa Indonesia
merupakan penghasil sampah makanan terbesar nomor 2 di dunia setelah Saudi
Arabia. Pada tahun 2021, Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat
bahwa sampah sisa makanan Indonesia mencapai 46,35 juta ton dalam skala
nasional. Jumlah ini menduduki komposisi terbesar dari total sampah yang
dihasilkan, bahkan melebihi sampah plastik yang mencapai 26,27 juta ton.

Besarnya sampah makanan bisa disebabkan oleh dua hal.
Pertama, pemborosan makanan mencerminkan pola konsumsi yang berlebihan dalam
budaya yang sering mengedepankan konsumerisme. Makanan dipandang sebagai barang
komoditas yang bisa dibeli dan dibuang tanpa berpikir panjang. Kita perlu
menyadari bahwa setiap makanan yang terbuang adalah kesempatan yang hilang bagi
mereka yang kelaparan.

Kedua, mismanajemen dalam distribusi pangan berkontribusi
pada masalah ini. Praktik penumpukan sembako yang kadang terjadi, serta
pembuangan makanan untuk menjaga stabilitas harga, adalah contoh bagaimana
kebijakan yang tidak efektif dapat menjelaskan pemborosan. Reformasi kebijakan
yang lebih baik diperlukan untuk memastikan bahwa pangan dapat didistribusikan
secara merata.

Budaya konsumerisme ini dipicu oleh sistem kapitalisme yang
sering mengarah pada perilaku pemborosan. Dalam hal ini, makanan tidak lagi
dipandang sebagai makanan pokok, melainkan sebagai komoditas yang bisa dibeli
dan dibuang tanpa berpikir panjang. Ini adalah gambaran yang jauh dari
prinsip-prinsip moral dan etika yang seharusnya menjadi landasan dalam
pengelolaan sumber daya.

Dalam Islam, terdapat aturan yang jelas tentang pentingnya
menghargai makanan dan hidup hemat, yang bisa menjadi solusi efektif dalam
mengatasi masalah ini. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Dan makanlah
dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A’raf: 31). Hadis Rasulullah
SAW juga mengajarkan untuk tidak berlebihan dalam makan dan minum, menghargai
makanan, makan secukupnya, menghormati berkahnya makanan, dan tidak membuang-buang
makanan. Memberi kepada yang membutuhkan jika memiliki kelebihan makanan juga
dianjurkan.

Islam juga memiliki solusi dari perspektif pemerintahan
Islam. Pertama, distribusi yang adil melalui zakat, sedekah, dan dari Baitul
Mal. Kedua, memberikan edukasi dan kesadaran masyarakat melalui kampanye publik
dan pendidikan di sekolah. Ketiga, pengelolaan sumber daya alam dengan
penggunaan teknologi dan infrastruktur penyimpanan. Keempat, kebijakan
pengelolaan limbah dengan regulasi pembuangan dan pemanfaatan sisa makanan.
Kelima, penegakan hukum dengan memberikan sanksi bagi pemborosan dan insentif
untuk donasi.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam pengelolaan
makanan dan distribusi yang adil, kita dapat mengurangi pemborosan makanan dan
menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera. Ajaran Islam tentang menghargai
makanan dan hidup hemat bukan hanya relevan secara moral, tetapi juga praktis
dalam mengatasi salah satu masalah terbesar dunia saat ini. Mari kita mulai
dari diri kita sendiri dan mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan
kebijakan yang sejalan dengan nilai-nilai ini. Namun, jika sistemnya masih
kapitalisme, solusi ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sekarang. Hanya
dengan menerapkan sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah, kita bisa
menyelesaikan masalah yang terjadi sekarang.

Oleh: Dzakiyyah Kholishotun Nuha, Sahabat Tinta Media 

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA