Tinta Media – Pertemuan bilateral Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto dengan Raja Yordania Abdullah II bin Al-Hussein dilakukan di Istana Al Husseiniya, Amman pada Senin (14/4/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Prabowo mengungkapkan persahabatan Indonesia dan Yordania yang ternyata sudah terjalin sejak lama termasuk dalam hal mendukung rakyat Palestina.
“Kita (Indonesia dan Yordania) merupakan negara yang berada pada garis terdepan dalam membela kepentingan rakyat Palestina,” ujar Prabowo dalam keterangan resmi, disiarkan Kementerian Sekretaris Negara RI (setneg.go.id).
Namun, harus kita ingatkan bahwa umat Islam dan Dunia Islam semestinya tidak boleh terus dibuai oleh narasi diplomatik semacam ini yang sudah terbukti kosong dari tindakan nyata di lapangan untuk memerdekakan Palestina dari penjajahan Zionis Israel.
Sejak lama, meski Indonesia menyatakan mendukung kemerdekaan Palestina dari kejahatan agresi militer Israel, faktanya Indonesia adalah negara yang tetap menjalin kerja sama militer dengan negara pendukung dan penyokong utama eksistensi penjajah Zionis Israel, yakni Amerika Serikat (AS).
Pada 21 Agustus 2023 misalnya, di bawah kontrol dan tanggung jawab Prabowo (Menteri Pertahanan RI ketika itu), di ‘The Boeing Company’, St. Louis, Missouri, Amerika Serikat, Indonesia pernah menandatangani MOU pembelian 24 jet tempur F-15EX buatan Boeing dari 36 total jet yang diajukan Indonesia sejak 2022 senilai lebih dari 13 miliar dolar AS. Dan ini terjadi di tengah gencarnya seruan boikot produk-produk yang terafiliasi Zionis Israel
Yang patut dicatat, ‘Boeing’ adalah perusahaan multinasional AS yang juga menyuplai sistem militer bagi Zionis Israel dalam menghancurleburkan Gaza, Palestina.
Fakta lainnya, Indonesia juga tidak pernah memutus hubungan dagang atau diplomatik dengan negara-negara yang terang-terangan mendukung penjajah Zionis Israel. Bahkan hubungan ekonomi dengan negara Uni Eropa dan AS terus diperkuat melalui forum-forum seperti G20 dan Indo-Pacific Economic Framework.
Adapun Yordania sendiri, tempat pertemuan itu digelar, adalah negara yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel melalui perjanjian perdamaian “Mu’ahadat as-Salaam al-‘Urdunniyah al-Isra’yliyah atau Perjanjian Wadi Araba yang ditandatangani pada tahun 1994.
Bahkan, Raja Abdullah II yang dikenal sebagai “penjaga tempat-tempat suci” di Yerusalem, faktanya hingga kini ketika Masjid Al-Aqsha terus dinodai oleh serbuan tentara dan para pemukim Yahudi, diam tak melakukan langkah-langkah pembelaan yang signifikan.
Maka menjadi jelas, pertemuan kedua penguasa negeri Muslim yang dikemas dengan pemanis isu “dukungan terhadap Palestina” itu, sejatinya tidak lebih dari sekadar simbolisme politik tanpa keberanian melawan penjajah Zionis.
Di balik diplomasi manis itu, terselip pengkhianatan terhadap amanah umat dan pengingkaran terhadap ajaran Islam. Alasannya adalah karena Islam mengharamkan tunduk pada penjajah, dalam hal ini adalah Israel, AS, dan negara-negara sekutunya.
Karenanya perlu ditegaskan, bahwa umat Islam tidak butuh pemimpin yang pandai berbicara tetapi lemah dalam tindakan. Yang dibutuhkan adalah keberadaan penguasa yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, yang menjadikan jihad dan kekuatan negara sebagai solusi membebaskan tanah suci Palestina. Inilah yang hanya bisa diwujudkan oleh Khilafah Islamiyah, bukan sistem sekuler demokrasi yang menjadikan penjajah sebagai mitra dagang dan militer.
Penutup
Selama para penguasa Muslim tetap menjadi bagian dari tatanan global yang dibangun oleh Barat, maka kita bisa simpulkan bahwa setiap pernyataan-penyataan “dukungan” mereka terhadap Palestina hanyalah kebohongan yang bisa saja disebut sebagai pengkhianatan yang dibungkus kata-kata manis laksana “racun yang dibalut dengan madu”.
Oleh: Muhar
Sahabat Tinta Media
Views: 18