Tinta Media – Surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Isr4el Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant yang dikeluarkan Pengadilan Kriminal Internasional, International Criminal Court (ICC) dinilai ilusi.
“Meskipun ICC menyatakan tidak ada yang berada di atas hukum, dalam praktiknya hal tersebut ternyata hanya sebuah ilusi,” tutur aktivis dakwah Okay Pala kepada Tinta Media, Sabtu (29/11/2024).
Menurutnya, ICC lebih cenderung menuntut individu dari negara-negara yang lebih lemah, sementara negara-negara kuat dan para pemimpin mereka sering kali terhindar dari penganiayaan.
“Pengadilan ini tidak memiliki kekuatan penegakan hukum sendiri dan sepenuhnya bergantung pada kerja sama negara,” lanjutnya.
Okay menjelaskan, negara-negara yang menjadi pihak dalam Statuta Roma diwajibkan untuk bekerja sama dalam proses investigasi dan penangkapan. Namun, ucapnya, negara-negara seperti Isr4el, Amerika Serikat, Rusia, dan Cina—yang merupakan beberapa negara paling kuat di dunia—belum mengakui ICC, sehingga mereka tidak terikat oleh keputusan pengadilan ini.
“Hal ini menciptakan gambaran yang terdistorsi, di mana negara-negara dengan sekutu kuat atau posisi geografis yang strategis bisa mengabaikan ICC tanpa menghadapi konsekuensi apa pun,” kritiknya.
Sementara itu, ungkap Okay, ICC sering kali berfokus pada negara-negara yang lebih lemah di Afrika, Timur Tengah, dan wilayah lain yang kurang memiliki kekuatan politik untuk melawan tekanan internasional.
“Bukan kebetulan bahwa banyak masalah yang ditangani oleh ICC melibatkan para pemimpin Afrika, sementara negara-negara besar dan sekutu mereka tidak terlihat,” jelasnya.
Okay mengkritik tindakan Amerika Serikat yang tidak pernah mengakui ICC dan bahkan aktif menyabotase operasionalnya ketika kepentingannya atau kepentingan sekutunya, seperti Isr4el, terancam.
“Di sisi lain, negara-negara Eropa mendukung ICC, tetapi sering kali hanya jika tidak bertentangan dengan agenda geopolitis mereka sendiri,” pungkasnya.[] Muhammad Nur
Views: 0