Ustadz Ismail Yusanto: HAM Itu Absurd

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail
Yusanto (UIY) menilai bahwa jika perspektif HAM digunakan untuk membela
penyimpangan-penyimpangan ajaran Islam, termasuk Al Zaytun, maka itu adalah hal
yang absurd. 

“Umpamanya kita menggunakan perspektif HAM. Anda itu, HAM-nya
itu mau duduk di mana? Anda duduk di yang menyimpangkan atau di tidak
disimpangkan. Bukankah mereka yang ingin agama tidak disimpangkan itu juga
punya hak asasi? Kalau anda duduk di yang menyimpangkan, dianggap itu hak dia,
kenapa anda tidak membela hak orang yang agamanya tidak ingin disimpangkan? Ini
kan jadi absurd,” tegasnya dalam rubrik Fokus to The Point dengan judul
“Al Zaytun Diduga Sesat, Kok Seperti Dibiarkan?” dalam kanal Youtube
UIY Official, Kamis (22/6/2023). 

UIY
menyatakan HAM tidak bisa menyelesaikan mana yang sebenarnya mempunyai hak
asasi. “Yang menyimpangkan atau yang tidak ingin disimpangkan. Nggak
selesai kan?” sindirnya. Dia menegaskan bahwa karena HAM tersebut menjadi
absurd maka hal tersebut tidak boleh dipakai.

UIY juga
menegaskan bahwa HAM ini sifatnya tidak bisa universal karena pada akhirnya HAM
akan memihak pada sesuatu yang dianggap secara subyektif. 

“Sebagaimana
seperti sekarang yang sedang ramai, L68T. L68T anggap sebagai HAM. Orang yang
menolak juga kan sebagai bagian dari HAM, Hak Asasi Manusia dia. Kenapa
kemudian dia membela yang L68T. Pada faktanya, dia subyektif juga,”
terangnya.


Cendekiawan
muslim ini mengingatkan bahwa manusia akan selalu dalam kekacauan mana kala
tidak ada ketentuan yang fixed. ” Tidak ada ketentuan yang maton,
kalau orang Jawa bilang, yang mantap, yang fixed. Dan ketentuan itu
harus tidak berasal dari manusia,” tambahnya.

“Sebab
jika berasal dari manusia, pasti, kembali yang tadi, berdasar pada
subyektivitas manusia. Dan subyektif itu tergantung kepada kepentingan. Dan
kepentingan itu pasti berbeda-beda sehingga terjadi kekacauan. Sebagaimana yang
kita saksikan ini hari,” jelasnya.

 

UIY juga
menilai bahwa ketika seseorang sudah menjadi muslim maka kewajibannya adalah
untuk mengikuti aturan Islam. “Saya kira tidak layak ketika kita berbicara
dalam konteks Islam masih menggunakan Hak Asasi Manusia. Bukankah ketika dia
masuk Islam, dia terikat dengan keislamannya? Dia terikat pada agamanya, dia
terikat dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam agama itu, sebagaimana
juga agama yang lain,” terangnya.

 

Pedoman

 

Menanggapi
pertanyaan terkait apa pedoman mendasar untuk menilai sesuatu itu sesat atau
tidak, UIY menjelaskan bahwa keluarga, lembaga dakwah, dan pemerintah
seharusnya bersinergi untuk melindungi umat dengan berpedoman pada Kitabullah
dan Sunah Rasulullah. “Karena di situ pula Nabi SAW mengatakan, “Aku
tinggalkan dua perkara, dijamin tidak akan sesat selama-lamanya,” kalau
kita berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunah Rasulullah
SAW,” terangnya. 

 

UIY
mengingatkan terkait peran pemerintah khususnya bahwa pemerintah punya
kewajiban untuk menjaga agama. 

“Karena itulah Imam Ghazali menyebutkan
“ad-dinu was sulthonu tau amaani”. Jadi agama dan penguasa itu
seperti saudara kembar. Agama itu asas, pemimpin itu penjaga. Imam Ghazali
mengatakan apa yang tidak ada pondasi akan hancur. Dan apa yang tidak ada
penjaga, dia akan hilang. Jadi jelas bahwa memang agama itu harus dijaga. Dan
siapa yang menjaga agama? Pemimpin,” tegasnya.

 

“Jadi,
HAM itu mustinya sudah tidak dipakai,” simpulnya. [] Hanafi 

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA