Tinta Media – Menjelaskan surah An-Nisa ayat 59 SWT yang berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan ulil amri (penguasa) di antara kalian”, Penulis Kitab Tafsir Al-Wa’ie, KH Rokhmat S. Labib menyampaikan bahwa ketaatan kepada penguasa sesungguhnya memiliki batasan, yakni harus sesuai dengan syariat (hukum-hukum Islam).
Hal itu disampaikannya dalam program Tausiyah Ramadhan, Minutes to Change: Pemimpin yang Wajib Ditaati Tidak Memerintahkan Kemaksiatan, di kanal YouTube One Ummah TV, Selasa (18/3/2025).
“Ketaatan pada ulil amri atau penguasa itu ada batasnya, ketika penguasa itu menjalankan syariat. Tetapi sebaliknya, justru ketika penguasa itu memerintahkan kita meninggalkan syariat, melarang kita menerapkan syariat, bahkan memusuhi syariat, tak ada kewajiban bagi kita untuk taat kepada mereka, karena sesungguhnya ketaatan itu dalam hal yang makruf,” ujar Kiai Labib.
Pasalnya, mengutip sebuah hadits, Kiai Labib menegaskan bahwa tidak ada yang namanya ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah.
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal kemaksiatan kepada Allah SWT,” tegasnya.
Mengutip apa yang dikatakan oleh Sayidina Ali ra terhadap surah An-Nisa ayat 59 ini, Kiai Labib juga menuturkan bahwa Sayidina Ali menafsirkan ayat ini dengan mengaitkan ayat sebelumnya.
“Beliau mengaitkan ayat ini dengan ayat sebelumnya, yakni surah an-Nisa 58. Apa itu? Allah SWT memerintahkan penguasa untuk menghukumi atau memutuskan perkara dengan adil. Ayat ini adalah perintah kepada ulil amri untuk berbuat adil, dan sementara ayat 59 adalah ayat yang memerintahkan kepada rakyat untuk taat kepada penguasa,” tuturnya.
Ia mengungkapkan bahwa ada hubungan yang sangat erat dalam kedua ayat tersebut. Di satu sisi penguasa harus memutuskan perkara dengan adil, dengan Kitab Allah dan Sunnah. Sementara kepada rakyatnya diperintahkan untuk taat kepadanya.
Maka lanjutnya, ketika ulil amri atau penguasa menerapkan ini, wajib atas rakyatnya untuk menaatinya. Inilah yang dikatakan oleh sayidina Ali sebagaimana diterangkan atau ditulis dalam kitab tafsir Ibnu Jarir at-Thabari.
“Beliau mengatakan, kewajiban atas Imam adalah memutuskan perkara apa yang Allah turunkan dan menyampaikan amanah. Apabila Imam telah menunaikan itu, memutuskan apa yang Allah turunkan dan juga menyampaikan amanah, maka kewajiban bagi manusia (rakyat) untuk mendengarkan taat kepadanya dan juga memenuhi panggilannya ketika mereka dipanggil,” kutipnya.
Artinya, terang Kiai Rokhmat, bahwa ada kewajiban kepada ulil amri atau penguasa juga ada kewajiban bagi rakyat. Keduanya harus jelas jangan sampai hanya ayat yang taat kepada penguasa saja yang ditekankan, sementara lupa bahwa sebenarnya penguasa juga ada kewajiban untuk taat kepada Allah SWT, yakni dengan menerapkan hukum-hukum Allah SWT.
“Ketika itu dilakukan penguasa, maka wajib atas rakyat taat kepadanya. Sebaliknya jika yang dilakukan tidak menjalankan apa yang Allah SWT perintahkan, maka sebaliknya, tak ada kewajiban bagi rakyat untuk taat kepadanya,” pungkasnya.[] Muhar
Views: 4