Solusi Mengatasi Perceraian Bukan Semata dengan Kursus Satu Semester

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkapkan, Kemenag berencana membuat program kursus calon pengantin selama satu semester untuk mencegah perceraian. Program ini terinspirasi dari sistem pendidikan pranikah di agama Katolik dan di beberapa negara yang menerapkan pembekalan jangka panjang bagi calon pengantin.

Seyogianya, jika Menag serius ingin mencegah laju perceraian di Indonesia, menurut data sekitar 34 persen dari 2,2 juta pernikahan berakhir dengan perceraian, bukan dengan program tambal sulam seperti ini. Tetapi selesaikan akar problem kenapa muncul banyaknya perceraian,

Menag bisa memasukkan pendidikan bab pernikahan dalam kurikulum sekolah secara terintegrasi khususnya di level sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, maka tidak perlu memperlambat niat orang yang siap nikah hingga enam bulan kemudian.

Dari sisi efektivitas, program ini tidak menjamin bahwa bimbingan pranikah ini akan membawa hasil signifikan. Hal ini paling tidak dilihat dari tiga aspek, pertama, aspek materi, apakah membekas ataukah hanya sekedar formalitas tanpa ada upaya memaksa peserta untuk mengamalkannya. Siapa pula yang menjamin setelah ikut bimbingan ini mereka akan pasti jadi suami istri yang baik?

Kedua, aspek teknis, siapa yang akan menjadi tenaga pengajar, apakah mungkin satu persatu pasangan dikuliahi selama satu semester oleh satu pemateri. Apakah misal dikumpulkan 30 pasangan setiap kecamatan diberi kuliah oleh satu pemateri. Problemnya apakah mau calon pengantinnya menunggu lagi waktu lebih Panjang? Ataukah dibuka kuliah pranikah yang waktu mulainya sudah ditentukan seperti kuliah konvensional? Ini pasti ruwet dan akan menimbulkan masalah sosial baru.

Ketiga, aspek anggaran, setiap program pemerintah pasti ada anggaran terkait. Berapa biaya modulnya, berapa gaji pematerinya, berapa biaya bangun kelasnya, berapa biaya kursus pranikah enam bulan ini, dan berapa biaya sertifikat jika sudah lulus nantinya.

Di tengah usaha Prabowo yang konon efisiensi kenapa malah justru membuat program yang menambah biaya? Jika ini dilanjutkan maka akan semakin membuat program efisiensi hanyalah omong kosong.

Publik skeptis dengan pola seperti ini. Karena ujungnya semua bisa di by pass dengan membayar tanpa melewati kursus pranikah ini. Seperti program program pemerintah lainnya semisal SIM, KTP, Pasport dan sejenisnya. Masyarakat lagi yang dikorbankan dengan membayar lebih banyak untuk menikah.

Malah kursus pranikah ini bisa jadi lahan baru korupsi  bagi pegawai kementerian agama seperti yang sudah terjadi pada penyelenggaraan ibadah haji.

Jika Pemerintah serius ingin mengurangi angka perceraian maka selesaikan akar masalahnya. Kasus keluarga cerai bukan semata mata kurang ilmunya tetapi bisa karena beberapa faktor, yakni faktor ekonomi dan faktor sosial.

Faktor masalah kurangnya ilmu pernikahan, pemerintah bisa menyinergikan program kursus nikah ini dengan kementerian Pendidikan untuk memasukkan masalah bab pernikahan dalam kurikulum, atau sebagai mata kuliah dasar bagi mahasiswa baru hingga 2 semester atau lebih. Cara seperti ini tidak perlu menambah anggaran apa pun dan lebih logis.

Di pondok pesantren materi seperti kitab Uqudul Lujain karya Syaikh Nawawi Banten atau kitab Adab Islam fi Nidzamil Usrah karya Sayid Muhammad dan sejenisnya bisa jadi materi wajib setiap santri, bahkan setiap siswa siapa pun dia baik di madrasah atau di sekolah umum.

Faktor sosial yang bisa memicu perceraian adalah pergaulan bebas laki-laki perempuan yang berujung pada pacaran atau selingkuh. Maka pemerintah harus menutup pintu-pintu pacaran dan selingkuh dengan menerapkan hukum yang tegas atas hal itu. Misalnya, Jika terjadi perselingkuhan pada pasangan sudah menikah hingga berzina maka hukumnya dirajam. Jika belum menikah maka dicambuk seratus kali. Kemenag bisa bekerja sama dengan kepolisian dan pengadilan.

Yang lebih penting dari itu adalah menutup pintu-pintu pencetus pacaran dan selingkuh, seperti sinetron, film, hiburan, atau tulisan yang merangsang orang untuk pacaran dan selingkuh.

Kemenag harus membersihkan aplikasi, konten prostitusi dan pacaran online, termasuk menutup selamanya tanpa kompromi pelacuran baik resmi atau tidak resmi.

Pemerintah dalam hal ini Kemenag bisa koordinasi antar kementerian misal kementerian komdigi dan kementerian kebudayaan. Untuk melarang acara yang menjerumus kepada pacaran dan pergaulan bebas.

Faktor ekonomi, tidak sedikit keluarga yang hancur akibat terjerat judol, pinjol atau pengangguran. Kenapa banyak keluarga yang menganggur?  Karena tidak ada pekerjaan, sehingga terjerat pinjol, mereka bukan saja bercerai bahkan kadang hingga bunuh diri dan terlibat aksi kriminal.

Maka pemerintah harus menyediakan lapangan kerja yang luas, menutup judol dan memberi subsidi kepada bahan komoditas milik umum seperti BBM dan listrik, serta menurunkan bahkan menghapus pajak karena ini secara signifikan akan menurunkan harga sembako dan biaya transportasi, ujungnya masyarakat akan sejahtera karena biaya hidup murah.

Pemerintah bisa juga menggratiskan pendidikan bukan makan siang gratis, dan kesehatan gratis semua ini akan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Yang ujungnya masyarakat bahagia dan tidak ada perceraian. Jika ada, angkanya sangat kecil dan mungkin hanya dilakukan orang yang bermasalah mental saja.

Bagaimana agar lapangan kerja melimpah?. pemerintah harus menutup sektor ekonomi nonriil yang tidak menyerap tenaga kerja dan jasa, dialihkan kepada ekonomi riil, seperti perdagangan, pertanian, perkebunan, kelautan, dan industri.

Agar pemerintah bisa memberi subsidi atas kepemilikan umum maka kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak harus diambil alih dan dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk subsidi BBM, kesehatan, pendidikan serta pembangunan infrastruktur.

Negara yang berhasil menyejahterakan rakyatnya maka secara otomatis tingkat harmonisasi keluarga naik dan turunnya angka perceraian.

Maukah Kementerian Agama seperti ini? Jika mau maka terapkan syariah Islam kaffah, karena itu semua tidak mungkin diterapkan di dalam negara kapitalisme.

Oleh: Muhammad Ayyubi
Direktur Mufakkirun Siyasiyyun Community

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA