Evakuasi Rakyat Gaza Memuluskan Agenda Penjajah

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Menyoal pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang rencana kontroversialnya dalam upaya menyelesaikan masalah Palestina, yaitu dengan merelokasi ribuan warga Palestina. Beberapa pengamat politik yang menyebutkan bahwa rencana tersebut bisa menjadi blunder. Gencarnya isu ini menimbulkan pro dan kontra, akankah terlaksana?

Dikutip dari laman Beritasatu.com (9/4/2025) disampaikan gagasan Presiden Prabowo Subianto bahwa Indonesia siap menampung ribuan warga Gaza, Palestina yang menjadi korban atas serangan militer Israel. Hal ini didasari karena banyaknya permintaan terhadap Indonesia agar berperan aktif guna mendukung penyelesaian konflik Gaza. Evakuasi ini bersifat sementara hingga kondisi membaik dan situasi di Gaza memungkinkan, maka pengungsi dapat kembali ke negaranya.

Tetapi di lain sisi, pengamat isu geopolitik Timur Tengah Smith Alhadar mengatakan bahwa Prabowo perlu mewaspadai protes dari dalam negerinya, sehingga tidak akan menjadi blunder atau kesalahan. Dikarenakan rencana ini timbul saat masyarakatnya sendiri tengah mengalami keresahan masalah ekonomi dan politik. Ini akan memicu adanya aksi demo di berbagai wilayah, serta akan menuai protes dari luar negeri. Sejatinya mengevakuasi warga Gaza akan mematikan keinginan kemerdekaan Palestina itu sendiri (BBC.com, 11/4/2025).

Dilansir dari laman Republika.co.id (12/4/2025) bahwa gagasan evakuasi ini terbentur sejumlah syarat, yaitu pertama harus mendapat dukungan penuh dari negara-negara tetangga di Timur Tengah dan kedua berkewajiban mengembalikannya setelah kondisi aman serta proses pengobatan korban sudah dipastikan cukup. Tetapi Liga Arab sendiri sudah mengeluarkan kesepakatan untuk menolak segala bentuk kompromisasi hak-hak Palestina yang tidak bisa dicabut, baik pemukiman, penggusuran maupun pengosongan atas nama keadaan atau justifikasi apapun (The Begin-Sadat Center for Strategic Studies, 13/2/2025).

Bersedia Prabowo menerima 1000 warga Gaza, sesungguhnya ini justru akan memuluskan agenda pengusiran warga Gaza seperti yang diinginkan oleh penjajah. Hal ini ditentang oleh Liga Arab karena sama saja dengan mengosongkan tanah dari pemilik aslinya. Jika evakuasi dengan alasan pengobatan atau nilai kemanusian apapun tetap ditolak, pasalnya negara-negara yang berada di wilayah Timur Tengah seperti Kerajaan Yordania dan Mesir sudah jauh melakukannya.

Menurut pemberitaan NBC, Indonesia adalah negara yang menjadi pertimbangan untuk menjadi tujuan relokasi. AS mulai menyusun solusi jangka panjang dari konflik ini, salah satunya upaya membangun kembali Jalur Gaza yang hancur akibat perang. Ini adalah kedok Israel untuk mengusir warga Palestina. Timbullah gagasan untuk memindahkan terlebih dulu warga Gaza, dengan dalih Gaza tidak aman untuk dihuni selama proses pembangunan berlangsung.

Mirisnya, menurut beberapa warganet, gagasan Prabowo tersebut diduga tidak sepenuhnya membela Palestina. Tetapi untuk mendapat peluang ketika Israel dan AS “panik” karena mereka sudah mendekati berbagai negara untuk menerima warga Gaza, tapi tak ada yang menyanggupinya.

Selain itu juga ada dugaan bertujuan melobi tentang tarif resprokal 32% untuk barang dari Indonesia. Oleh karena itu muncul pendapat, mengapa harus mengorbankan masa depan Palestina dan takluk pada Trump, yang justru akan menyebabkan Indonesia kian terpuruk?

Penjelasan tersebut justru menjadi kontra produktif dengan panggilan jihad yang diucapkan oleh banyak pihak. Semakin menyadarkan kita, bahwa banyaknya upaya yang dilakukan oleh negara-negara yang ingin menyelesaikan polemik ini nyatanya tak mampu menghentikan penjajahan dan genosida di Palestina. Apalagi rencana evakuasi warga Palestina yang jelas makin menjauh dari solusi hakiki, yaitu dengan melakukan jihad.

Jihad adalah satu di antara amalan utama yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sebaik-baiknya jihad yaitu jihad berperang dengan harta dan jiwa kita di jalan Allah ‘Azza Wa Jalla. Dalam firmanNya,” Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar” (TQ.S. Al-Furqaan: 52).

Seruan jihad seharusnya disambut oleh pemimpin negeri. Sayangnya saat ini, nasionalisme dan prinsip tidak ikut campur urusan negara lain menjadi penghalang menyambut seruan jihad. Sikap ini menunjukkan pengkhianatan pemimpin negeri Muslim.

Seyogianya negara Muslim menjelma menjadi negara adidaya yang memimpin dunia. Seperti pada masa kejayaan Negara Khilafah yang tegak selama kurang lebih 1300 tahun. Negara Khilafah adalah negara adidaya yang kuat, memimpin dunia dengan menerapkan syariat Islam.

Negara Khilafah sebagai penjaga serta tameng yang melindungi negara-negara Muslim dari penjajahan serta menyatukan semua orang dan umat beriman di bawah satu panji Islam. Oleh karena itu jihad hanya bisa terwujud dengan adanya kepemimpinan yang satu untuk seluruh kaum Muslim, tentu saja dalam naungan khilafah. Karena hanya jihad dan tegaknya Khilafah menjadi solusi hakiki membebaskan Palestina dari cengkeraman penjajah.

Saat ini umat didorong untuk menolak evakuasi, serta menyeru penguasa untuk mengirimkan tentara demi membela muslim Palestina. Umat juga makin kuat berjuang untuk menegakkan Khilafah.

Kepemimpinan partai Islam ideologis harus tetap berada di jalur perjuangan yang benar sehingga memberikan pengaruh besar dalam mendorong penguasa negeri Muslim agar mengirimkan tentara untuk berjihad dan menegakkan Khilafah.

Wallahu a’lam bishowab.

 

 

 

Oleh: Umi Kulsum
Sahabat Tinta Media

Views: 4

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA