Tinta Media – Kasus keracunan massal yang terjadi di Bogor pada bulan Mei 2025 menimpa lebih dari 210 siswa dan guru. Ini menunjukkan betapa lemahnya sistem ekonomi kapitalisme yang selama ini berlaku. Alih-alih mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, sistem ini justru memperlihatkan sifat aslinya, yang lebih mementingkan laba perusahaan dan membiarkan risiko kesehatan publik tanpa langkah pencegahan yang cukup.
Berbagai media melaporkan bahwa keracunan ini terjadi setelah siswa dari beberapa sekolah mengonsumsi camilan dari produsen lokal yang diperkirakan terkontaminasi. Meskipun ada penyelidikan yang sedang berlangsung, melonjaknya jumlah korban menunjukkan minimnya pengawasan terhadap kualitas dan distribusi makanan. Ironisnya, alih-alih memperketat aturan atau mendukung perbaikan kualitas produk, justru pemerintah mengusulkan adanya asuransi bagi produk MBG sebagai solusi.
Tindakan ini menunjukkan sifat dasar kapitalisme yang memasarkan semua aspek kehidupan, termasuk risiko terhadap kesehatan masyarakat. Dalam sistem ini, solusi untuk masalah publik bukan pencegahan atau perbaikan struktural, melainkan menjadikan risiko sebagai peluang bisnis. Masyarakat yang seharusnya dilindungi justru dijadikan sasaran baru bagi industri asuransi.
Dengan dalih pasar bebas, kapitalisme membiarkan berbagai produk makanan beredar tanpa pengawasan ketat. Di tengah lemahnya kontrol, produsen sering kali memangkas biaya produksi demi mendapatkan keuntungan maksimal, dan keamanan produk makanan menjadi taruhannya.
Kegagalan sistem ini tidak hanya terletak pada perlindungan konsumen yang lemah, tetapi juga pada ketidakmampuannya dalam menciptakan kesejahteraan. Masyarakat berpenghasilan rendah, terutama di daerah perkotaan dan semiperkotaan, harus bergantung pada camilan murah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena daya beli mereka terus menurun.
Pemerintah yang seharusnya melindungi warganya justru tampak ragu dan defensif. Usulan asuransi untuk MBG yang tercantum dalam laporan OJK ini menunjukkan bahwa negara tidak berupaya menyelesaikan akar permasalahan, melainkan justru memandang kerusakan sebagai sesuatu yang lumrah.
Menjamin kualitas gizi anak muda bukan hanya persoalan menawarkan produk murah atau distribusi cepat, tetapi juga tentang komitmen terhadap keamanan, pendidikan, dan kesejahteraan. Sistem yang hanya menilai efisiensi berdasarkan keuntungan akan terus menciptakan korban, seperti yang terjadi di Bogor.
Saatnya bagi negara untuk meninjau ulang arah kebijakan publiknya. Gizi dan kesehatan adalah hak dasar warga negara, bukan barang dagangan. Sistem yang mendahulukan pasar sebagai pengatur utama tidak akan pernah menghasilkan keadilan. Kita memerlukan paradigma baru yang menjadikan manusia sebagai pusat kebijakan, bukan keuntungan. Jika kapitalisme terus dibiarkan tanpa kontrol, maka insiden seperti MBG tidak akan menjadi yang terakhir. Yang dipertaruhkan bukan hanya kesejahteraan anak bangsa, tetapi juga masa depan negara kita.
Khilafah justru sangat berbeda dari kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan publik. Dengan Khilafah, syariat Islam menjadi landasan dalam mengatur semua aspek kehidupan, seperti pangan, kesehatan, dan ekonomi. Dalam sistem ini, negara bertanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan dasar seluruh warga, baik secara individu maupun kelompok.
Dalam hal keamanan pangan, Khilafah tidak menyerahkannya kepada perusahaan. Negara memiliki wewenang untuk mengawasi dan mengatur ketat seluruh proses distribusi dan produksi makanan. Makanan yang tidak aman tidak akan masuk ke pasar sejak awal, bukan baru diatasi setelah ada masalah. Prinsip syariah yang mendorong perlindungan jiwa dan akal menjadi dasar bagi negara untuk bertindak tegas menghadapi kelalaian yang membahayakan rakyat.
Sistem ekonomi Khilafah juga memberikan cara baru dalam mengelola sumber daya alam dan membagi kekayaan. Sumber daya penting seharusnya tidak diprivatisasi, tetapi dikelola oleh negara untuk kepentingan umum. Negara akan menjamin kekayaan itu digunakan untuk memastikan akses semua warga terhadap makanan, pendidikan, dan layanan kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Hal ini akan membantu menurunkan angka pengangguran dan mengurangi kesenjangan sosial yang selama ini mengancam dalam sistem kapitalisme.
Sektor pendidikan di Khilafah akan fokus pada pembentukan generasi yang sadar akan pentingnya hidup sehat, produktif, dan bertanggung jawab. Kurikulum tidak hanya akan berfokus pada kebutuhan pasar kerja, tetapi juga bertujuan membentuk individu yang seimbang:, yaitu tangguh secara spiritual, cerdas secara intelektual, dan sehat secara fisik.
Semua solusi tersebut bukan sekadar teori. Sejarah panjang peradaban Islam menunjukkan bahwa sistem Khilafah pernah unggul dalam kesehatan masyarakat, distribusi pangan, dan keadilan ekonomi. Rumah sakit dibangun tanpa biaya untuk rakyat, pasar diawasi oleh muhtasib, dan pedagang yang curang akan mendapat sanksi berat. Semua ini berlangsung dalam sebuah sistem yang menyatukan agama dan negara.
Kejadian keracunan makanan MBG ini seharusnya menjadi refleksi bagi kita. Kita tidak hanya menghadapi masalah teknis dalam distribusi pangan, tetapi juga persoalan mendasar yang berasal dari ideologi dan manajemen yang salah. Membangun regulasi atau menambah asuransi hanyalah solusi sementara yang tidak menyelesaikan akar masalah.
Khilafah Islamiah bukan hanya bagian dari cerita masa lalu, tetapi tawaran untuk masa depan yang patut dipertimbangkan. Di tengah krisis yang beragam saat ini, solusi berdasarkan syariat Islam bisa menjadi alternatif sistemik yang bukan hanya ideal, tetapi juga dapat diterapkan dan relevan. Wallahualam bissawab.
Oleh: Dewi Kumala Tumanggor
Aktivis Muslimah, DIY
Views: 15