Tinta Media – Aksi
pembakaran Al-Qur’an terulang kembali. Sabtu pekan lalu (21/1/2023), seorang
politisi rasis sayap kanan, Rasmus Paludan, telah membakar salinan kitab suci
Al-Qur’an di luar kedutaan Turki di Stockholm, Swedia (sindonews.com,
23/1/2023). Tak kurang dari 1,5 milyar kaum muslim dunia terluka. Sebelumnya
pembakaran Al-Qur’an pun pernah dilakukan oleh politisi yang sama di Swedia
pada 18 April 2022 lalu (tempo.co, 18/4/2022).
Aksi
ini dilakukan sebagai bentuk protes Rasmus terhadap Islam dan Presiden Turki,
Recep Tayyip Erdogan (sindonews.com, 23/1/2023). Hal ini pun terungkap dari
izin yang diberikan pihak kepolisian setempat. Dikutip dari media asing, Reuters
(23/1/2023), dari izinnya dengan pihak kepolisian, aksi ini dilakukan sebagai
bentuk protes terhadap aturan Islam dan upaya Presiden Turki untuk mempengaruhi
kebebasan berekspresi di Swedia. Tak hanya itu, aksi ini pun dipicu karena
Turki tak juga memberikan persetujuan pada Swedia dan Finlandia untuk bergabung
dengan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Alasannya, negara
“Nordik”(negara-negara bagian utara Eropa), itu menyembunyikan
perusuh Turki (tempo.co, 22/1/2023). Finlandia dan Swedia menandatangani
perjanjian tiga arah dengan Turki pada tahun 2022, demi mengatasi keberatan
Ankara atas keanggotaan keduanya di NATO. Swedia mengatakan telah memenuhi
bagian dari memorandum tersebut tetapi Turki menuntut lebih, termasuk
ekstradisi 130 orang yang dianggap teroris (CNBCIndonesia.com, 23/1/2023).
Aksi
Paludin ini menuai kecaman berbagai negara di dunia. Kementrian Arab Saudi
mengutuk keras otoritas Swedia yang telah memberikan izin kepada Paludan untuk
melakukan aksi pembakaran Al-Qur’an. Kementrian Luar Negeri Indonesia pun
mengecam keras aksi tersebut (CNBC.com, 23/1/2023). Kemenlu RI pun menegaskan
bahwa kebebasan berekpresi tak bisa dieksploitasi dan harus dapat
dipertanggungjawabkan.
Sementara
di Istanbul, aksi besar-besaran terjadi. Sekitar 200 pengunjuk rasa membakar
bendera Swedia di depan Konsulat Swedia sebagai aksi balasan atas pembakaran Al-Qur’an beberapa hari lalu. Beragam kecaman dan kritikan pun dilayangkan
negara-negara di dunia.
Sistem
yang kini diterapkan dalam tatanan pengaturan kehidupan, memantik menjamurnya
aksi kekerasan dan penistaan agama. Berbagai pemikiran yang dikembangkan kaum
barat selalu menjurus pada upaya mengkambinghitamkan Islam dalam setiap kasus.
Tak terkecuali kasus pembakaran Al-Qur’an yang dilakukan Paludan. Tentu saja,
aksi ini menikam kaum muslimin dunia.
Sistem
liberalisme yang sekuler, mengandalkan nilai kebebasan di atas apapun.
Menggadang-gadang nilai toleransi, pluralistis, kebebasan sebagai sumber
kedamaian dunia. Namun, ironis, mereka sendiri tak bisa menghormati Islam
sebagai aturan kehidupan. Aksi pembakaran Al-Qur’an adalah simbol bahwa mereka
begitu benci aturan yang ditetapkan Allah SWT. dalam syariatNya. Islamofobia
kian akut.
Sistem
sekularisme yang dijadikan sandaran pun memberikan lahan terbuka yang bebas
untuk mereka dalam berekspresi. Karena menganggap agama tak diperlukan dalam
pengaturan kehidupan. Wajar saja, segala bentuk aksi brutal kian menjamur dalam
sistem yang rusak.
Namun
sayang, segala bentuk kecaman atas aksi brutal pembakaran Al-Qur’an tak dapat
serta merta menghentikan kasus yang terjadi. Butuh solusi sistemik yang dapat
tuntas menyelesaikan.
Rasulullah
SAW bersabda, “Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih
tinggi daripada Islam” (HR. Baihaqi).
Tak
ada yang layak menghina Islam. Dan tak ada layak menista atau menodai segala
simbol Islam, termasuk Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT.
Di dalamnya termaktub aturan/ syariat Islam. Orang-orang semacam Paludan
merupakan orang liberal yang hina dan rusak pemikirannya. Membahayakan Islam
dan seluruh umat muslim di dunia. Jelaslah, sistem demokratis yang liberal
gagal menjaga akidah umatnya.
Kejadian
ini seharusnya menjadi pemantik kaum muslimin untuk sesegera mungkin menerapkan
syariat Islam dalam pengaturan kehidupan. Terlebih karena barat memfasilitasi
segala bentuk penistaan terhadap Islam serta simbol-simbolnya. Dan selayaknya
umat muslim menyadari bahwa Paludan dan orang-orang sejenisnya, adalah para penista,
penjahat agama yang terus mempromosikan paham sesat yang merusak pemikiran
umat. Selayaknya mereka dihukum seberat-beratnya, atau bahkan dihukum mati atas
segala perbuatannya.
Al-Qur’an, merupakan salah satu mukjizat terbesar Rasulullah SAW. yang abadi
sepanjang masa. Di dalamnya termuat firman Allah SWT. berupa aturan-aturan
kehidupan bagi seluruh umat. Dan wajib ditaati dengan sebaik-baiknya ketaatan.
Sebagai kaum muslimin, sudah seharusnya kita mengimani, mempelajari, menerapkan
serta mendakwahkan isi kandungan Al Qur’an. Perbuatan menistakan Al Qur’an,
apalagi membakarnya, adalah perbuatan zalim yang mengundang murka Allah SWT.
Sekat-sekat
nasionalisme negara-negara Islam menjadi salah satu sebab tak berdayanya kaum
muslim membela agamanya sendiri. Tak mampu membela Al-Qur’an. Sungguh kita
butuh kekuatan luar biasa untuk meluluhlantakkan kezaliman yang dilakukan para
penista agama.
Segala
fakta ini menunjukkan kita membutuhkan instutusi khas yang menjamin penjagaan
akidah umat. Umat membutuhkan negara yang menegakkan sistem Islam berpondasikan
syariat Islam. Penetapan hukuman yang adil hanya dapat terselenggara dalam
wadah negara bersistemkan Islam, Khilafah Islamiyyah. Menjaga kemuliaan Islam
dan umatnya.
Sistem
Islam dalam wadah Khilafah ala manhaj An Nubuwwah menghilangkan sekat antar
bangsa. Sehingga kaum muslimin dapat menyatukan kekuatan untuk menindak tegas
segala kezaliman yang terjadi. Hukum yang ditetapkan sistem Islam bersifat
tegas dan menjamin timbulnya efek jera bagi para perusak agama. Sehingga tak
akan terulang lagi kasus-kasus penistaan agama. Segala masalah ini pun dapat
tuntas dihentikan dari akarnya.
Dalam
Islam, hukuman bagi penista agama adalah dengan membunuhnya. Hal ini bertujuan
untuk memberikan efek jera bagi pelaku penista agama dan pembelajaran bagi
masyarakat. Al-‘Allamah al-Qadhi Iyadh dalam kitab Asy-Syifa mengutip
riwayat Ibnu Wahb dari Imam Malik, ia berkata, “Siapa saja yang berkata
bahwa selendang nabi kotor, dengan bermaksud menghina, maka dia harus
dibunuh.”
Negara
pun wajib mengedukasi setiap warga negaranya. Menjaga setiap pemahaman umat
dari pemahaman barat yang destruktif. Meyakinkan pada umat, Islam-lah
satu-satunya jalan menuju keselamatan. Dan senantiasa menegaskan bahwa syariat
Islam adalah hukum dari segala hukum tertinggi. Sehingga tak ada yang berani
menghina atau menistakan setiap ajaran Islam beserta simbol-simbolnya.
Tak
ada yang lebih mulia daripada syariat Islam. Karena di dalamnya terkandung
aturan sempurna demi tercurahnya rahmat Allah SWT. untuk seluruh umat.
Wallahu
a’lam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Views: 0