Tinta Media – Beberapa waktu yang lalu, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, dalam acara talkshow peresmian Migrant Center di Universitas Diponegoro menyarankan masyarakat untuk mencari kerja di luar negeri meskipun di sini juga tersedia lapangan pekerjaan. Tak ayal, pernyataan itu menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Pemerintah menanggapi polemik di atas melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi menegaskan, bahwa pernyataan itu hanya saran saja, bukan menjadi keharusan, apalagi karena kekurangan lapangan pekerjaan di sini. Menurutnya, lapangan kerja di dalam negeri masih tersedia dan makin bertambah. (inibalikpapan.com, 08/07/25).
Pemerintah selama ini menganggap bahwa lapangan kerja masih tersedia dan mencukupi untuk sekadar membantu mengurangi angka pengangguran yang terus melaju tiap tahunnya. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) terbaru pada Februari 2025 kemarin, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai angka 7,28 juta jiwa dengan kenaikan sebanyak 83 ribu orang dibandingkan pada tahun 2024 lalu. (rri.co.id, 08/07/25)
Sedangkan ketersediaan lapangan kerja baru dalam setahun ini (2024-2025) hanya sebanyak 3,59 juta lowongan kerja di seluruh sektor ekonomi. (keuangan.kemenkeu.go.id, 17/05/25)
Dari sini tampak bahwa ada selisih yang signifikan antara jumlah pengangguran dengan lapangan kerja yang tersedia. Belum lagi adanya badai PHK yang beruntun terjadi setiap tahun pasca pandemi Covid beberapa tahun silam. Hal ini tentu membuat kondisi ekonomi masyarakat semakin babak belur.
Kapitalisme Tak Mampu Mengatasi Pengangguran hingga Tuntas
Dari data di atas, tidak dapat dimungkiri bahwa aspek ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai belum bisa dipenuhi oleh negara. Ketimpangan antara jumlah dan akses ke dunia kerja dengan angka pengangguran berhasil membuat jurang menganga yang semakin dalam.
Sementara itu, kebutuhan hidup menuntut untuk harus dipenuhi agar keberlangsungan generasi bisa terjadi, mulai dari kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, hingga pada pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Namun, semua tinggal kenangan ketika melihat kondisi ekonomi rakyat semakin sulit.
Di saat rakyat butuh realisasi solusi paripurna, negara justru seolah-olah hadir hanya untuk mengirim rakyat ke luar negeri, menjadi pejuang rantau dan pahlawan devisa. Alih-alih bisa menyelesaikan masalah pengangguran, yang ada justru memunculkan masalah baru mulai dari human trafficking, korban kejahatan dan eksploitasi majikan, kehancuran keluarga, kerusakan generasi, dan sebagainya.
Pada dasarnya, karut-marut kondisi ekonomi hingga ketidakadilan ekonomi bagi semua pihak itu bisa terjadi pada ideologi mana pun selain Islam. Hanya saja, jika menilik pada corak ideologi yang diterapkan negara ini, yaitu kapitalisme, wajah ketidakadilan itu telah tampak semakin nyata. Pasalnya, dalam sistem ekonomi kapitalis, keadilan ekonomi hanya ada di tangan pemilik modal (kapital) saja.
Rakyat jelata hanya akan menjadi _remah-remah rengginang_ di antara para kapitalis culas yang menjadikan rakyat sebagai objek eksploitasi ekonomi demi dahaga nafsu keserakahan akan manfaat materi. Akibatnya, berbagai masalah di bidang ekonomi muncul, termasuk masalah pengangguran dan minimnya lapangan kerja.
Sebagaimana dalam kitab Nidzamul Iqtishady karangan ulama terkemuka, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, dijelaskan bahwa _mandeknya_ ekonomi rakyat pada sistem kapitalis dikarenakan rusaknya pijakan sistem ekonomi yang bertumpu pada sektor non-riil dibandingkan sektor riil.
Para pemilik modal lebih suka meletakkan modalnya pada pasar saham dibandingkan sektor industri riil yang padat karya. Akibatnya, pasar saham menggelembung, sedangkan angka pengangguran di masyarakat merebak dan pertumbuhan ekonomi riil minimal. Si kaya makin kaya, si miskin makin terpinggirkan.
Sistem ekonomi kapitalis telah nyata mendorong negara untuk memprivatisasi aspek publik mulai dari sumber daya alam milik rakyat hingga sektor industri dan BUMN. Atas dalih kemandirian dan investasi, satu per satu aset rakyat dan negara dijual ke pihak swasta asing dan lokal. Padahal, keberadaan industri berat yang mengelola SDA telah nyata mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dari rakyat dalam negeri, sehingga akan dapat mengurangi bahkan mencegah angka pengangguran ataupun pemutusan hubungan kerja.
Jika industri ini dikelola penuh oleh negara, pasti akan memberikan banyak kemanfaatan bagi seluruh rakyat tanpa ada lagi drama konflik rakyat versus tenaga kerja asing (TKA). Negara ini tak perlu lagi mengekspor tenaga kerja, hanya karena lapangan kerja yang sempit di dalam negeri.
Negara Wajib Menyediakan Lapangan Kerja
Lain cerita jika negara menerapkan ideologi Islam. Negara menjadikan akidah Islam sebagai landasan pokok dalam mengatur kehidupan umum masyarakat yang heterogen ini, seperti bidang ekonomi, politik, sosial, dan lainnya. Adapun dalam kehidupan khusus masyarakat seperti aspek ibadah, maka akan dikembalikan kepada agama dan keyakinan masing-masing, sebagaimana prinsip dalam Islam “la ikraha fiddin”, tidak ada paksaan dalam beragama.
Syariat Islam akan mengatur semua bidang kehidupan, termasuk bidang politik dan ekonomi. Dalam bidang politik, Islam mendudukkan negara sebagai pengurus sekaligus pelayan umat yang bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat tanpa pandang bulu. Negara hadir penuh dalam menerapkan sistem ekonomi Islam yang menitikberatkan pada ekonomi nasional hanya pada aspek riil saja.
Adanya ekonomi non-riil yang menjadi biang kerok permasalahan ekonomi rakyat dan negara akan dihapuskan. Negara maupun pemilik modal akan didorong sepenuhnya untuk meletakkan modalnya pada akad kerja sama bisnis Islami, sehingga perekonomian berjalan sebagaimana semestinya.
Para pemilik tenaga akan tetap bisa bekerja dan mendapatkan kekayaan. Dengan begitu, kekayaan akan bisa terdistribusi secara merata ke seluruh rakyat hingga masyarakat mampu memenuhi semua kebutuhan pokoknya.
Firman Allah Swt. yang artinya: “… agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS Hasyr : 7).
Oleh karena itu, fungsi negara dalam Islam adalah memastikan perintah Allah Swt. ini bisa ditunaikan dengan menjadi penanggung jawab atas urusan umat.
Dalam Islam, negara berkedudukan sebagai pengelola atas semua kekayaan milik umat seperti SDA dan yang lain. Dari aktivitas pengelolaan SDA inilah didirikan berbagai macam industri berat hingga ringan. Jenis industri ini ketika dikuasai oleh negara dan dikelola baik dengan syariat Islam akan mampu menyerap banyak tenaga kerja di masyarakat.
Jumlah tenaga kerja yang besar tidak akan menjadi permasalahan ketika negara hadir sebagai penyedia dari lapangan kerja tersebut. Alhasil, pengangguran akan menjadi fenomena yang sulit ditemui dalam negara Islam, karena masyarakat berdaya dan negara menjadi kuat.
Ketika hal itu terjadi, bonus demografi berupa banyaknya tenaga kerja akan menjadi kado indah bagi kemajuan negara. Bahkan, akan mampu menarik tenaga kerja asing untuk bekerja di negara Islam, karena jaminan lapangan kerja yang menyejahterakan. Rakyat pasti tidak akan tergoda untuk“kabur aja dulu”, karena di dalam negeri surga itu sudah disediakan.
Oleh: Ninik Rahayu
Aktivis Islam
Views: 14