Tinta Media – L68T keberadaannya meresahkan dan telah merusak tatanan sosial, namun sayang pengikutnya terus bertambah. Jika kita terus membiarkan fenomena L68T berkembang di Indonesia, apakah kita benar-benar peduli dengan masa depan moral bangsa ini? Apakah kita akan membiarkan tatanan sosial dan nilai agama yang telah lama menjadi landasan hidup kita hancur hanya demi hak individu yang tidak terkontrol?
Rencana DPRD Sumatera Barat untuk membentuk Peraturan Daerah (Perda) guna memberantas penyakit masyarakat, termasuk L68T, menjadi sorotan hangat. Di wilayah yang menjunjung tinggi filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah,” langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk menjaga moralitas dan nilai-nilai lokal yang mulai terkikis. Akan tetapi, sejauh mana efektivitas perda ini dalam menyelesaikan akar masalah L68T dan penyakit masyarakat lainnya patut kita telaah lebih mendalam (kompas.com, 4/1/2025).
L68T, Buah Sistem Sekularisme
Fenomena L68T yang semakin mencuat di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan publik. Sistem ini menjadikan kebebasan individu sebagai nilai utama, termasuk dalam menentukan orientasi seksual, yang sering kali dilegitimasi melalui konsep Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini menciptakan budaya permisif yang mengabaikan norma agama dan moral, diperparah oleh peran media sosial dan kapitalisme yang mempromosikan gaya hidup L68T demi keuntungan ekonomi.
Dalam sistem sekuler, nilai-nilai agama yang melarang perilaku L68T dianggap tidak relevan, bahkan diskriminatif. Akibatnya, tekanan internasional dan hukum pro-L68T di beberapa negara semakin menggusur nilai-nilai agama. Dampak negatifnya nyata, seperti tingginya angka HIV yang dilaporkan Dinkes Bengkulu pada 17 September 2024, di mana mayoritas kasus berasal dari perilaku seks bebas kelompok LSL ( antaranews.com, 17/11/2024).
Selain itu, l68t juga berdampak terhadap psikologis. Laporan dari American Psychiatric Association pada 2013 mengungkapkan bahwa tekanan sosial adalah salah satu penyebab utama masalah mental pada individu L68T. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunitas L68T sering menghadapi tantangan psikologis yang berat, seperti depresi, kecemasan, dan bahkan risiko bunuh diri yang lebih tinggi. Hal ini sering kali terjadi karena stigma sosial, tekanan lingkungan, dan kurangnya dukungan yang mereka dapatkan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa sistem sekularisme sebenarnya gagal memberikan solusi yang menyeluruh. Sistem ini tidak mampu menjaga harmoni sosial, apalagi memberikan panduan moral yang kokoh. Sebaliknya, hanya Islam yang mampu menghadirkan solusi tuntas melalui penerapan syariat secara menyeluruh. Islam tidak hanya menawarkan aturan, tetapi juga membangun kesadaran moral dalam masyarakat, sehingga perilaku menyimpang seperti L68T dapat dicegah sejak dini.
Dengan memahami akar masalah ini, kita dapat melihat bahwa solusi sejati tidak akan datang dari sistem yang mengabaikan agama. Solusi hanya dapat ditemukan dengan kembali kepada syariat Islam sebagai pedoman hidup yang menyeluruh, yang tidak hanya menjaga moral individu, tetapi juga tatanan sosial secara keseluruhan.
Keterbatasan Perda dalam Sistem Sekuler
Gagasan untuk memberantas L68T melalui perda tentu merupakan langkah yang baik sebagai respons terhadap keresahan masyarakat. Namun, efektivitasnya sangat terbatas dalam sistem demokrasi sekuler. Sejarah menunjukkan bahwa perda-perda berbasis syariat sering kali mendapat perlawanan dari pihak tertentu, bahkan tidak jarang dibatalkan oleh pemerintah pusat dengan alasan bertentangan dengan kebijakan nasional.
Dalam sistem sekuler, HAM menjadi standar utama, bukan syariat Islam. Akibatnya, penerapan syariat Islam secara kaffah tidak memiliki ruang. Sistem ini hanya menawarkan solusi parsial yang sering kali tidak menyentuh akar masalah, karena bersumber pada akal manusia yang terbatas dan lemah.
Islam Memberantas L68T
L68T hanya dapat diberantas secara tuntas jika Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam sistem sosial. Islam memiliki aturan komprehensif yang bersumber dari syariat Allah, yang tidak hanya melarang perilaku menyimpang, tetapi juga memberikan panduan untuk mencegahnya sejak awal. Pengaturan Islam antara lain:
1. Sistem pergaulan dalam Islam
Islam mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan secara jelas dan tegas. Interaksi antarjenis kelamin dilandasi oleh hukum syara yang menjaga batasan-batasan sesuai fitrah manusia. Islam melarang segala bentuk perilaku yang dapat membuka jalan menuju penyimpangan seksual, termasuk pornografi, pergaulan bebas, dan propaganda L68T.
2. Peran negara sebagai penjaga umat
Dalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai pelindung umat agar tetap berada dalam ketaatan kepada Allah. Rasulullah SAW. bersabda: “Imam (pemimpin) itu adalah perisai, yang digunakan untuk melindungi umat. Mereka berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Negara bertanggung jawab menutup setiap celah yang dapat membuka peluang pelanggaran hukum syara, seperti media yang mempromosikan perilaku menyimpang, kampanye L68T, atau aktivitas lain yang merusak moral masyarakat.
3. Sistem sanksi yang tegas dan efektif
Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan memberikan efek jera bagi pelanggaran hukum syara, termasuk penyimpangan orientasi seksual. Berdasarkan hukum hudud, perilaku homoseksual dianggap sebagai dosa besar yang dikenai hukuman berat sesuai dengan ketentuan syariat. Hukuman bagi pelaku homoseksual (liwath) dalam Islam didasarkan pada hadits Rasulullah SAW: “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Hukuman ini tidak hanya bersifat represif tetapi juga preventif, menjaga masyarakat dari perilaku serupa di masa depan.
4. Mekanisme tiga pilar tegaknya syariat
Islam memiliki tiga pilar utama untuk memastikan aturan Allah tegak:
a. Individu yang bertakwa: Pendidikan Islam mendidik setiap individu agar memiliki kepribadian Islam sehingga mampu menjaga sikapnya tetap berperilakullĺ sesuai syariat.
b. Masyarakat yang peduli: Islam mendorong masyarakat untuk saling menasihati dalam kebenaran dan mencegah kemungkaran.
c. Negara yang menjalankan hukum syariat: Negara menjadi otoritas yang memastikan syariat Islam diterapkan secara menyeluruh.
Khotimah
Rencana pembentukan Perda untuk memberantas L68T di Sumatera Barat adalah langkah yang menunjukkan kepedulian terhadap nilai-nilai agama dan adat. Sementara dalam sistem sekularisme yang menjadi dasar demokrasi saat ini, langkah ini hanya akan menghasilkan solusi parsial yang rentan diperdebatkan dan sulit diterapkan. Hanya dengan penerapan Islam secara kaffah, penyakit masyarakat seperti L68T dapat diberantas hingga ke akarnya. Islam menawarkan solusi komprehensif yang mencakup pencegahan, pendidikan, dan penegakan hukum yang tegas. Negara Islam akan berfungsi sebagai penjaga moralitas umat, memastikan nilai-nilai syariat Allah ditegakkan demi menciptakan masyarakat yang harmonis dan penuh keberkahan.
Wallahualam.
Oleh: Khodijah Ummu Hannan
Sahabat Tinta Media
Views: 0