Rencana Impor Dokter Asing, Liberalisasi Bidang Kesehatan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Rencana
Kementerian Kesehatan untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia, berbuntut
panjang hingga pemecatan terhadap Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya, Profesor Doktor dr. Budi Santoso, SpOG. FER yang
berkomentar menolak rencana tersebut.

Kabar
pemberhentian Prof. dr. Budi dibenarkan oleh pihak Unair. Hal tersebut
disampaikan oleh Ketua Pusat Komunikasi dan Informasi Publik (PKIP) Unair dr. Martha
Kurnia Kusumawardani Sp. KFR (K) dalam keterangan tertulisnya.

“Terkait
beredarnya pemberitaan tentang pemberhentian Dekan FK Unair di beberapa media
sosial, dengan ini kami humas Universitas Airlangga menyatakan bahwa
pemberitaan tersebut benar adanya,” (detikjatim/3/7).

Liberalisasi
di Bidang Kesehatan

Sebelumnya,
dr Budi menyuarakan pendapatnya tentang penolakan atas rencana Kemenkes untuk
mendatangkan tenaga medis dari luar negeri. Hal itu ia lakukan bukan tanpa
alasan, dr. Budi berkeyakinan 92 Fakultas Kedokteran yang ada di Indonesia
mampu meluluskan dokter-dokter berkualitas, bahkan kualitasnya tidak kalah
dengan dokter luar negeri.

Inilah
salah satu hasil dari pengesahan Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang
kesehatan yang mengatur tentang kebolehan mendatangkan dokter dan tenaga
kesehatan dari luar negeri atau Warga Negara Asing (WNA) yang ingin berpraktik
di Indonesia. UU Inilah yang menjadi biang keladi dari rencana pemerintah untuk
impor dokter asing. Bukan rahasia lagi jika UU sudah disahkan maka harus
dilaksanakan, karena itu adalah sebuah mandat yang sudah dipesan oleh asing.

Sedangkan
dari pihak pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, Budi Sadikin berdalih,
misi dari program mendatangkan tenaga kesehatan asing adalah untuk
menyelamatkan sekitar 12 ribu nyawa bayi baru lahir per tahun dengan risiko
meninggal akibat kelainan jantung bawaan. Sedangkan kemampuan Dokter di
Indonesia hanya mampu menangani sekitar 6 ribu pasien per tahun. Padahal,
operasi kelainan jantung bawaan memerlukan penanganan yang cepat.

Jika
benar, minusnya tenaga kesehatan khususnya  dokter spesialis dengan
kualitas baik, menjadi alasan untuk merekrut dokter asing, maka itu bukan tanpa
sebab. Mahalnya biaya pendidikan kedokteran yang tidak terjangkau oleh rakyat
kebanyakan menjadi salah satu penghambat dihasilkannya tenaga kedokteran yang
berkualitas, karena sektor pendidikan pun tak luput dari kapitalisasi.

Rencana
Kemenkes mendatangkan dokter asing sudah sangat menjelaskan bagaimana hegemoni
Barat dengan kuatnya mencengkeram negeri ini dari segala lini. Fungsi negara
yang seharusnya bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya menjadi mandul
karena negara hanya berfungsi sebagai regulasi, sedangkan semua kebijakan
adalah milik korporasi. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis liberalisme
yang memberi kebebasan bagi swasta untuk intervensi terhadap urusan rakyat.

Kebijakan
Negara Islam terhadap Dokter Asing

Rencana
Impor dokter asing sedikit banyak pasti akan berimbas pada keberadaan dokter
lokal, bahkan bisa jadi dokter lokal akan tersingkir. Lantas bagaimana Islam
memandang keberadaan dokter asing? Dalam sistem Islam, berkaitan dengan urusan
kesehatan setidaknya ada beberapa hal yang harus dijamin keberadaannya oleh
negara, antara lain:

Tenaga
kesehatan, untuk tenaga kesehatan negara boleh mendatangkan dari luar negeri,
karena perekrutannya tidak seperti di dalam sistem kapitalisme yang hanya
mementingkan untung dan rugi, serta negara yang mengendalikan semua prosedur
dan aturannya. Hal itu bisa dilihat ketika Rasulullah Saw mendapat hadiah
seorang tabib (dokter) dari Muqauqis, raja Mesir, kemudian Rasulullah
menjadikan dokter tersebut sebagai dokter umum bagi seluruh warganya (HR
Muslim).

Selain
itu, negara juga menjamin pendidikan kedokteran yang bisa dijangkau seluruh
lapisan masyarakat sehingga bisa menghasilkan tenaga ahli di bidangnya. Jadi,
kebutuhan akan dokter spesialis bisa disediakan oleh negara sendiri, tanpa
kekhawatiran akan adanya persaingan dengan dokter asing.

Fasilitas
kesehatan, negara juga wajib menyediakan sarana dan fasilitas kesehatan seperti
obat-obatan, alat kesehatan, teknologi kesehatan juga semua sarana penting
lainnya seperti listrik, air, transportasi dan semua tata kelola infrastruktur
lainya yang mendukung bidang kesehatan.

Pembiayaan
kesehatan, negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh
warganya tanpa membedakan kaya dan miskin, pelayanan yang mudah diakses oleh
seluruh elemen masyarakat, karena semua ditanggung oleh Baitul mal. Baitul mal
memiliki Sumber pendanaan dari hasil pengelolaan Sumber Daya Alam, kharaj,
Infaq, dll.

Maka
tidak pantas ketika kesehatan menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi umat,
namun dijadikan ladang bisnis oleh segelintir orang dengan dukungan dari
negara. Bahkan, negara berbuat zalim dengan solusi pragmatisnya mendatangkan
dokter asing dari pada memperbaiki sistem pendidikan kesehatan khususnya
kedokteran dengan meningkatkan kualitas dan juga pembiayaannya.

Sudah
saatnya kita beralih dari sistem kapitalisme yang hanya memberatkan kehidupan
rakyat dan menggantinya dengan sistem yang sahih yang berasal dari sang Khaliq
yaitu sistem Islam yang sesuai dengan jalan kenabian.

Wallahua’lam

Oleh: Dyan Shalihah, Sahabat Tinta Media 

Views: 0

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA