Tiap Tahun Agustusan, Memangnya Sudah Merdeka Beneran?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Di Indonesia, bulan Agustus itu bulan penuh sejarah. Bulan
di mana negeri ini dikatakan telah lepas dari penjajahan fisik yang dilakukan
oleh Jepang maupun Belanda. Di Bulan ini, masyarakat diidentikkan dengan
kegiatan meriah, bersenang-senang dan bergembira. Katanya sih, sebagai tanda
syukur karena mereka telah merdeka. Berbagai perlombaan, mulai dari jenis lomba
legendaris makan kerupuk, panjat pinang, balap karung, tarik tambang hingga
jenis lomba lucu-lucuan yang jauh dari esensi kemerdekaan. Namun sebagian besar
rakyat merasa senang dan terhibur. Tanpa memikirkan apakah di tiap bertemu
dengan bulan Agustus, mereka benar-benar telah merdeka atau makin terjajah.

Sebenarnya sangat miris melihat kondisi masyarakat yang
makin ke sini, semakin jelas sengsaranya. Namun sayang, mereka begitu jauh dari
sekadar berpikir tentang muara dari kesengsaraan yang menimpa. Yang bisa mereka
lakukan hanya melihat fakta semakin zalimnya penguasa. Usia kemerdekaan negeri
ini makin tua, tetapi kedaulatannya semakin renta, lemah tak berdaya.

Bagaimana tidak? Makin hari, ancaman PHK, tingginya tingkat
pengangguran, jumlah utang negara, hingga urusan Ibu Kota Negara makin tak
jelas ujung solusinya. Belum lagi masalah yang menimpa keluarga, para perempuan
dan generasi negeri ini. Mayoritas keluarga Indonesia masih setia di garis
kemiskinan, meskipun katanya tetap masih bisa bahagia. Tidak tahu bahagianya
dilihat dari sisi mananya.  Para
perempuan dihadapkan dengan berbagai ancaman yang makin menjauhkan mereka dari
kata bahagia. Jebakan yang memaksa mereka masuk dalam barisan ‘independent
women’, hingga menjadi objek masalah kekerasan seksual, kekerasan fisik yang
mereka alami di dunia kerja. Dan masih banyak lagi berbagai fakta mengerikan di
tengah ‘euforia’ harus ikutan Agustusan.

Begitu pun kondisi generasi kita, jauh.. jauh… sekali dari
harapan yang tertuang dalam UU Pendidikan yang ada. Katanya sistem pendidikan
nasional diselenggarakan demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, bagaimana
perjalanannya? Gonta ganti kurikulum ternyata malah makin membuat generasi jauh
dari tujuan pendidikan. Output cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia
ternyata hanya slogan saja. Faktanya dari 2,7 juta rakyat Indonesia yang
terlibat judi online, sebagian besar didominasi kaum muda usia 17-20 tahun.

Belum lagi jika bicara kesejahteraan generasi negeri ini.
Sangat menyayat hati, di tengah munculnya generasi yang menanggung beban ganda
ekonomi alias generasi ‘sandwich’, masalah pengangguran masih setia
membersamai. Dana Moneter Internasional (IMF) melalui World Economic Outlook
pada April 2024 mencatat tingkat pengangguran 
di Indonesia sebesar 5,2 persen tertinggi dibandingkan enam negara lain
di Asia Tenggara yang ada di daftar. (CNN Indonesia/19/7/2024)

Kondisi generasi muda negeri ini sangat jauh dari kata
merdeka, tapi dengan riang gembira mereka terbawa suasana Agustusan yang
dipenuhi hura-hura semata. Apakah dampak Agustusan yang meriah akan membuat
rakyat menjadi lebih baik kondisinya? Atau malah semakin menjauhkan rakyat dari
kesadaran bahwa negeri ini sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.

Memprihatinkan sekali, kemeriahan dan kemewahan dalam
merayakan kemerdekaan negeri ini malah justru semakin menunjukkan bahwa kita
sebenarnya makin masuk ke dalam jurang penjajahan. Lihatlah pembangunan Ibu
Kota Negara yang baru, apakah mencerminkan negeri ini merdeka? Bagaimana nasib
warga Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara yang
menunggu ketidakjelasan uang ganti rugi pembebasan lahan milik mereka seluas
2.600 hektar demi pembangunan IKN?

Lalu, bagaimana dengan pembengkakan dana anggaran negara
untuk pelaksanaan upacara bendera 17 Agustus 2024 di IKN lantaran digelar di
dua tempat sekaligus? Sedangkan anggaran untuk sewa kendaraan saja mencapai
Rp.1,25 miliar. Belum anggaran bendera, sewa kamar hotel bagi para tamu, tiket
pesawat dan lain-lain. Asumsi total anggaran tambahan yang dibutuhkan sekitar
Rp.19,175 miliar.  (CNN
Indonesia/8/8/2024)

Capek iya, banyak maksiatnya iya, makin terjajah iya, makin
miskin iya, makin sengsara rakyatnya iya. Begitulah hasil akhir dari peringatan
Agustusan. Astagfirullah…Apakah kehidupan yang seperti ini yang kita impikan?
Ataukah gambaran pemerintahan yang begini yang kita harapkan? Jika memang
bukan, mengapa kita masih mempertahankannya?

Bukankah kita mayoritas muslim di negeri ini? apakah kita
tidak pernah menengok pada sebuah pemerintahan yang telah Rasulullah Muhammad,
Rasul serta Junjungan kita contohkan? Beliau Saw. sungguh telah memberikan
teladan terbaik dalam segala hal di kehidupan kita sebagai manusia, sekaligus
sebagai muslim.

Islam begitu jelas telah menggambarkan kehidupan yang penuh
berkah. Di mana keberkahannya meliputi langit dan bumi seisinya. Hal itu karena
manusia benar-benar memerdekakan dirinya dari penghambaan kepada makhluk menuju
penghambaan hanya kepada Allah SWT saja. Penghambaan ini terwujud dalam segala
aspek kehidupan manusia. Tak hanya urusan aqidah, ibadah, akhlak, namun juga
dalam urusan bernegara. Semuanya merujuk pada Islam sebagai satu-satunya agama
dan sistem hidup yang Allah SWT ridlai.

Maka, tidak ada siapa pun yang bisa mendikte kita, menguasai
kita, menindas kita, merampas tanah kita, bahkan menindas dan menjajah kita,
jika kita memang benar-benar merdeka. Ketika kita menjadi orang-orang yang
beriman dan beramal shalih dan tidak menyekutukan Allah SWT dengan yang lain.
Maka Allah SWT janjikan kekuasaan dan kepemimpinan negeri ini untuk kita (QS.
An-Nur ayat 55). Begitu pula, Dia telah berjanji akan melimpahkan berkah dari
langit dan bumi bagi suatu kaum yang beriman dan bertakwa, yakni menjalankan
semua syariat-Nya secara kaffah (menyeluruh).

Jadi, tidak bisa dikatakan merdeka siapa pun yang masih
menolak, menjauhi bahkan memusuhi syari’at Allah. Dan tidak bisa dikatakan
merdeka jika apa yang dilakukan masih dalam rangka menyenangkan tuan-tuan
Kapitalisme dan masih menyembah pada sekularisme (menjauhkan agama dari
kehidupan bermasyarakat dan bernegara).

Maka, merdeka itu bukan saat anggaran negara habis untuk
foya-foya atas nama merayakan kemerdekaan. Merdeka itu bukan saat semua sumber
daya alam kekayaan negeri kita masih dikelola bahkan diserahkan kepada asing
dan aseng. Tetapi kita akan bangga mengatakan kita merdeka saat hukum Allah SWT
diterapkan secara sempurna sebagai wujud ketundukan dan penghambaan kita hanya
kepada-Nya semata. Merdeka! Wallahua’lam.

Oleh: Yulida Hasanah, Pembina Komunitas Smart Moslem Generation Brebes

Views: 1

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA