Tinta Media – Pada konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Rabu (28/5/2025), Prabowo menyatakan siap mengakui kedaulatan Israel sebagai negara (cnnindonesia.com 30/5/2025). Hal ini tentunya mengejutkan publik Indonesia. Pasalnya, sejak kepemimpinan Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, sampai ke kepemimpinan Presiden Jokowi, tak pernah sekali pun Indonesia mendukung kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
Prabowo mengungkapkan bahwa Indonesia siap mengakui Israel sebagai negara dengan syarat Israel lebih dulu memberi kemerdekaan Palestina sebagai negara berdaulat (Muslimah news 2/6/2025). Ini menegaskan dukungan Prabowo terhadap ide solusi dua negara. Bahkan, Prabowo memberi dukungan dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) yang akan diselenggarakan pada Juni ini oleh Prancis dan negara-negara Arab Saudi.
Seakan menjadi rahasia umum, Zionis Yahudi memiliki karakter munafik yang kuat. Mereka tidak pernah menepati janji. Misalnya, saat meminta gencatan senjata, mereka pula yang ingkar. Ini seakan menguatkan bahwa ide solusi dua negara bukanlah penyelesaian krisis Palestina. Selain itu, solusi dua negara nyatanya tidak sejalan dengan sila kedua dan kelima Pancasila, juga dengan alinea pertama pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa.
Jika pengakuan terhadap negara penjajah saja sudah menyalahi aturan dasar negeri ini, lalu mengapa Prabowo malah mendukung konsep solusi dua negara? Indonesia tidak pernah memberikan jalan diplomasi apa pun terhadap Israel sebagai bentuk protes dan dukungan penuh untuk Palestina, lalu mengapa sekarang Prabowo malah akan membuka jalur diplomatik dengan Israel? Bagaimana cara Islam menghadirkan solusi tuntas untuk persoalan ini?
Ada beberapa faktor yang diduga menjadi latar belakang pernyataan Prabowo di atas. Selain dugaan adanya tekanan geopolitik dan diplomatik Barat, juga dugaan adanya upaya strategi politik yang kelak diharap Indonesia akan menjadi penengah antara Israel dan Palestina. Namun, tentunya ini akan mendapat penolakan dari mayoritas rakyat mengingat besarnya atensi masyarakat Indonesia terhadap krisis Palestina.
Ide solusi dua negara pun sebenarnya ditolak oleh Israel. Mereka menginginkan kekuasaan secara penuh dan mutlak. Hal ini dikarenakan ketakutan mereka terhadap kebangkitan Islam. Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebutkan kekhawatirannya terhadap kebangkitan Khilafah hingga tiga kali selama perang Gaza (al-wa’ie Juni 2025). Hal ini justru menjadi penguat alasan bahwa Khilafah merupakan solusi nyata memerdekakan Palestina, bukan dengan jalur diplomatik melalui konferensi-konferensi dan perjanjian semata. Eksistensi Khilafah akan menguatkan persatuan umat Islam sedunia dan tegaknya syariat Islam secara kaffah. Ini akan menghancurkan semua sistem batil yang kini tengah menggerogoti fondasi kekuatan Islam.
Sebagai negara dengan mayoritas muslim, tentunya kita juga merasakan kepedihan saat mendengar kabar derita saudara-saudara seiman di Palestina. Keberadaan sekat-sekat yang membatasi wilayah negara, juga perbedaan aturan tiap negara membuat kita bingung menemukan cara membantu Palestina. Namun, keterbatasan ini bukan berarti menjadi penghalang uluran tangan kita. Selain melalui do’a dan donasi sosial, kita juga bisa turut aktif menyuarakan jihad dan Khilafah.
Mengakui Israel sebagai negara sama saja dengan pengkhianatan terhadap agama Allah karena menormalisasi penjajahan di tanah yang diberkahi Allah. Ketakutan Netanyahu adalah solusi yang seharusnya diperjuangkan. Ya, dengan Khilafah. Tegaknya Khilafah akan menjadi kekuatan yang memberi jalan tentara-tentara muslim di seluruh dunia untuk berjihad membebaskan negeri-negri muslim yang dijajah. Wallahu a’lam.
Oleh: Bunda Annisa
Sahabat Tinta Media
Views: 20