Tinta Media – Rakyat Indonesia semakin hari semakin terpuruk kehidupannya. Memiliki pemimpin yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan bukan berjuang untuk kesejahteraan rakyatnya menjadi penyebab menderitanya rakyat. Setiap kebijakan yang dibuat benar-benar sangat menguntungkan segelintir orang yang berkuasa dan begitu merugikan seluruh rakyat di bawahnya. Sebut saja seperti kenaikan gaji dan tunjangan DPR yang mencapai Rp100 juta per bulan yang dinilai tidak sesuai dengan kinerja mereka di lapangan.
Menurut pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyatakan bahwa: “Saya kira kenaikan pendapatan DPR sampai menjadi Rp100 juta per bulan ini menyakiti perasaan masyarakat secara umum.” (Beritasatu.com, 20/08/2025)
Bagaimana tidak menyakiti hati rakyat, gaji pejabat naik di saat masyarakat begitu kesulitan mencari sesuap nasi. Belum lagi maraknya PHK dimana-mana, minimnya lapangan kerja, tanah yang banyak dirampas pemerintah, jaminan kesehatan yang minim, pendidikan yang masih jauh dari kata layak, dsb. Para pemimpin malah menjadikan kekuasaanya sebagai sarana untuk besikap hedon dan sama sekali tidak memiliki empati dengan kondisi rakyatnya.
Munculnya para pemimpin yang sangat jauh dari ideal yang melahirkan berbagai kesenjangan adalah keniscayaan demokrasi. Semua hal ini lahir dari asas sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga, para pemimpin memanfaatkan kekuasaannya untuk memuaskan dirinya dengan limpahan materi sesuai asas manfaat yang terkandung dalam sistem kapitalisme.
Ketika para pejabat hilang hati nurani mereka dan jauh dari kepekaan terhadap kondisi rakyatnya serta tidak tebersit dosa di benak mereka, maka akan muncul sikap arogan. Mereka akan nyaman-nyaman saja menggunakan uang rakyat dengan semena-mena di atas penderitaan rakyatnya yang tengah kelaparan.
Padahal, setiap kedudukan yang dimiliki seiring dengan tanggung jawab di dalamnya, apalagi sebagai seorang pemimpin. Sebagaimana Allah Swt. memerintahkan setiap pemimpin untuk senantiasa mengemban amanah yang wajib dipenuhi dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya serta berpegang teguh pada syariat sebagai pelayan bagi rakyatnya.
Rasullullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah penggembala, dan dia bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Betapa beratnya tanggung jawab seorang pemimpin. Seharusnya seorang pemimpin memiliki sifat-sifat: karakter yang islami, ketakwaan yang kuat, amanah, bertanggung jawab, lemah lembut terhadap yang dipimpinnya, dan tidak menimbulkan antipati. Ini merupakan sifat-sifat seorang pemimpin yang sesuai dengan dalil-dalil terkait kepemimpinan.
Dalam Islam, seorang pemimpin akan mampu menjalankan amanahnya dengan baik, ketakwaannya akan menjaga dirinya dari sikap tirani. Kelemahlembutan sikapnya akan menjauhkan rakyatnya dari kesengsaraan. Sikap tidak antipati akan menjauhkannya dari menyengsarakan dan menyulitkan rakyatnya. Sesuai perintah As-Syari’ (Allah Swt.) bahwa seorang pemimpin harus senantiasa memperhatikan rakyatnya. Jika tidak, ia tidak akan mencium bau surga.
Berdasarkan ketetapan aturan ini, seorang pemimpin dalam Daulah Khilafah tidak akan semena-mena dalam menggunakan uang rakyat untuk kebutuhan pribadi. Ia akan menjadi pemimpin yang mengutamakan kesejahteraan rakyatnya.
Pemimpin akan menjadi yang terakhir kenyang setelah rakyatnya kenyang. Mereka tidak akan bisa tidur nyenyak jika rakyatnya lapar dan sengsara. Mereka adalah orang-orang pilihan yang akan menjalankan tugas mereka sebagai harisuddin (penjaga/pelindung agama) dan siyasatuddunya (pengatur urusan dunia). Wallahualam bissawab.
Oleh: Ira Damayanti
Sahabat Tinta Media
Views: 17