Tinta Media – Keadaan ekonomi kian mencekam. Dampaknya pun tidak
main-main. Salah satunya menghilangkan naluri keibuan. Ibu yang mestinya
menjaga dan menyayangi anak, justru tega menjualnya untuk mendapatkan sejumlah
uang. Kejadian ini benar adanya. Seorang ibu menjual bayi yang dilahirkannya
karena desakan ekonomi. Bayi “dibanderol” Rp 20 juta. Empat orang perempuan
yang terlibat jual beli bayi diringkus Satreskrim Polrestabes Medan di
Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (tempo.co, 16-8-2024).
Terkait kasus tersebut, keempat tersangka dikenakan ancaman
penjara 15 tahun karena telah melanggar Undang–Undang Nomor 35 tahun 2014
tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
Matinya Naluri
Impitan ekonomi
menjadi alasan kuat bagi sang ibu untuk menjual anak yang baru dilahirkannya.
Akal sehat dan naluri keibuannya mati karena terus didesak kesulitan ekonomi.
Sungguh, fakta ini menyesakkan dada.
Secara fitrah, mestinya seorang ibu menjaga dan merawat
anaknya dengan penuh kasih sayang. Namun sayang, keadaan justru berkata lain.
Ekonomi sulit membuahkan keadaan pahit yang mematahkan naluri ibu hingga
berujung pada perbuatan buruk.
Keadaan ini pun semakin parah saat suami, tulang punggung
keluarga bersikap apatis dengan fakta yang ada. Sulitnya mendapatkan lapangan
pekerjaan, ditambah harga kebutuhan pokok yang tidak murah membuat individu
terus tertekan dan terbelit keadaan. Alhasil, setiap individu memilih jalan
pintas untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Di sisi lain, pekerjaan yang tersedia tidak memberikan
harapan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Sosok ibu menjadi gampang tergoda
keuntungan materi dengan menjual masa depan anaknya dan mengabaikan naluri
kasih sayang yang dimilikinya. Standar halal haram menjadi bias dalam konsep
kapitalisme. Segala bentuk pola pikir dan pola sikap diaruskan untuk mengejar sejumlah uang. Berbagai nilai
dan aturan dilanggar hanya demi memenuhi kebutuhan hidup yang kian sulit dipenuhi
secara layak.
Inilah konsep kapitalisme sekularistik yang jauh dari nilai
dan fitrah manusia. Segala bentuk nilai disandarkan pada keuntungan materi dan
asas manfaat. Semua konsep ini secara sistematis menghancurkan naluri keibuan.
Keadaan ini pun semakin parah saat konsep sekularisme dijadikan panduan.
Pemisahan nilai agama dan penerapannya dalam kehidupan, telah menjerumuskan
individu pada konsep yang tidak manusiawi. Jelaslah, kapitalisme sekularistik
ini merusak nilai-nilai kehidupan.
Setiap kerusakan yang kini terus mengancam, butuh
disolusikan dengan solusi komprehensif yang cerdas dan terintegrasi. Andil
negara memiliki peran penting dalam membenahi segala bentuk masalah tersebut.
Tidak hanya sekedar menetapkan aturan, namun masyarakat pun membutuhkan
pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Dengan adanya peran negara yang mumpuni,
peran ibu sebagai ummu wa rabbatul bait, ibu dan pengurus rumah tangga dapat
dikembalikan ke posisi fitrahnya. Tentu saja, paradigma tersebut hanya mampu diwujudkan
dalam dukungan sistem yang solid yang mampu menjaga lestarinya kehidupan.
Paradigma Islam
Islam memiliki sistem penjagaan tangguh yang mampu
melindungi individu agar mampu menepatkan perannya sesuai fitrah. Islam juga
mempunyai strategi unggul yang mampu memaksimalkan fungsi ibu dalam mendidik
dan menjaga kemuliaan diri serta perannya dalam keluarga. Paradigma ini hanya
mampu tegak dalam fondasi iman dan takwa yang terus dijaga secara
berkesinambungan.
Negara menjadi lembaga utama yang mampu efektif menerapkan
kebijakan terkait hal tersebut. Mekanisme dan strategi khusus terkait program
yang mampu menyejahterakan ekonomi masyarakat harus digencarkan. Sistem Islam
menjanjikan harapan solusi terkait masalah ini. Berbagai strategi ditetapkan
untuk menjaga kemaslahatan dan kepentingan seluruh umat di seluruh bidang
kehidupan, terutama terkait ekonomi. Strategi ini dengan apik disajikan
khilafah, satu-satunya institusi yang menjalankan sistem Islam sesuai teladan
Rasulullah SAW. Pengelolaan ekonomi disandarkan pada regulasi khilafah yang
menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama. Khilafah adalah ra’in
(pengurus) sekaligus junnah (perisai) yang mampu menjamin kebutuhan umat.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas
urusan rakyatnya”
(HR. Al Bukhori).
Dalam khilafah, keluarga pun senantiasa diberi edukasi
terkait pendidikan keluarga berdasarkan hukum syarak yang mewajibkan setiap
muslim menjaga diri dan keluarganya dari api neraka dan beragam maksiat yang
mengancam. Pendidikan berbasis akidah Islam niscaya akan menjaga individu dari
berbagai perbuatan haram yang merusak.
Di bidang ekonomi, Islam memiliki sistem ekonomi Islam
tangguh yang mampu mengurusi setiap kebutuhan rakyat. Berbagai strategi yang
shahih diterapkan. Mekanisme pengelolaan sumber daya alam yang dikelola secara
mandiri dan bijaksana ditetapkan oleh negara. Konsep ini akan melahirkan berkah
yang berlimpah dalam pengaturan umat. Negara menjadi mandiri secara ekonomi dan
mampu melayani kebutuhan rakyat dengan amanah sebagai bentuk ketundukan kepada
Allah Azza wa Jalla. Karena sistem Islam menetapkan bahwa kesejahteraan dan
kepentingan setiap individu rakyat adalah tanggung jawab negara secara utuh.
Pengaturan sistem Islam yang bijaksana akan membuahkan
berkah yang melimpah. Setiap kepala keluarga akan terjamin kemudahannya dalam
mengakses pekerjaan yang layak sehingga kesejahteraan keluarga mampu terjamin
sempurna. Dengan kecukupan secara ekonomi, setiap keluarga akan mudah menjaga
kemuliaan dan kehormatannya. Keimanan terjaga, kesejahteraan merata, hidup pun
mulia.
Wallahu’alam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty, Forum Literasi Muslimah Bogor
Views: 0