Tinta Media – Praktik penambangan ilegal (galian C) di Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang tetap berlanjut tanpa ada tindakan. Kegiatan ilegal ini secara signifikan merugikan masyarakat dan lingkungan. Tampaknya, kegiatan ini dibiarkan saja oleh aparat penegak hukum serta instansi terkait. Meskipun laporan dan keluhan dari masyarakat sudah disampaikan berulang kali selama berbulan-bulan, belum ada langkah konkret yang diambil hingga saat ini. Para penambang ilegal terus merusak lahan dan mengeruk sumber daya alam tanpa konsekuensi hukum. Hal tersebut menimbulkan persepsi di kalangan masyarakat bahwa negara tidak hadir, hukum tidak berfungsi, dan keadilan telah diabaikan (targetnews.id, 31/6/2025).
Sementara itu, di Kecamatan Sokobanah, Kabupaten Sampang, jalan desa yang rusak dan tanah longsor akibat erosi hujan menjadi saksi bisu dugaan aktivitas penambangan pasir dan batu (sirtu) ilegal. Sudah bertahun-tahun tambang-tambang itu beroperasi tanpa izin dan pengawasan yang memadai, sehingga menimbulkan keresahan yang mendalam di kalangan masyarakat setempat (Ketik.co.id, 2/6/2025).
Lemahnya Penegakan Hukum
Kasus penambangan ilegal, khususnya di Sampang menunjukkan adanya kelemahan mendasar dalam sistem konvensional saat ini. Informasi yang ada mengindikasikan lemahnya penegakan hukum karena laporan dan keluhan masyarakat yang berulang kali tidak ditindaklanjuti secara konkret. Hal ini menunjukkan kegagalan aparat penegak hukum dan instansi terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas ESDM dalam menjalankan fungsi mereka.
Diduga kuat, praktik korupsi dan kolusi antara penambang ilegal dan oknum aparat atau pejabat menjadi penyebab berlanjutnya kegiatan ini tanpa konsekuensi hukum, memicu kecurigaan atas pembiaran yang disengaja. Selain itu, ketidakjelasan regulasi atau buruknya penerapannya turut memperparah keadaan. Meskipun undang-undang penambangan sudah ada, implementasinya di lapangan sangat minim, baik karena aturan yang kurang spesifik atau kurangnya kemauan politik untuk menegakkannya.
Dampak Penambangan Ilegal
Dampak dari penambangan ilegal ini sangat merugikan, baik lingkungan maupun sosial. Kerusakan lahan, erosi, tanah longsor, dan pengerukan sumber daya alam yang tidak terkendali adalah konsekuensi langsung yang mengancam keberlanjutan ekosistem dan mata pencarian masyarakat dalam jangka panjang.
Akibatnya, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap negara, merasa bahwa hukum tidak berfungsi, dan keadilan diabaikan. Hal ini berpotensi memicu ketidakpuasan sosial dan konflik di masa depan.
Lebih lanjut, secara ekonomi, penambangan ilegal juga menyebabkan kerugian besar bagi negara karena hilangnya potensi pendapatan dari pajak dan royalti, sementara sumber daya alam terus dikuras tanpa memberikan manfaat yang semestinya bagi kesejahteraan umum.
Solusi Komprehensif dalam Islam
Dalam pandangan Islam, sumber daya alam seperti barang tambang (termasuk tambang galian C) dianggap sebagai milik umum yang tidak boleh dikuasai secara pribadi oleh individu, swasta, apalagi pihak asing. Negara bertanggung jawab untuk mengelola kekayaan umum ini demi kepentingan seluruh rakyat. Hasil dari pengelolaan ini harus digunakan untuk menyediakan layanan publik secara gratis atau menukarnya dengan harga yang ditetapkan negara, tanpa tujuan komersial.
Dalam konteks ini, penguasa (negara) bertindak sebagai wakil umat untuk mengatur dan mendistribusikan kekayaan milik umum. Prinsip ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw.
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR. Ibn Majah)
Berdasarkan hadis ini, cakupan barang milik umum meliputi air, padang rumput (termasuk hutan), energi seperti listrik, serta semua turunannya. Ini mencakup sumber daya, seperti minyak, gas, emas, hingga sarana transportasi publik dan fasilitas kesehatan. Singkatnya, semua sumber daya yang berlimpah dan menjadi kebutuhan dasar masyarakat masuk dalam kategori ini.
Adapun penguasa, kedudukannya adalah sebagai pengelola, bukan pemilik dari sumber daya ini. Pendapatan yang dihasilkan dari pengelolaan tersebut disimpan dalam baitul mal (kas negara) dan sepenuhnya dialokasikan untuk kemaslahatan masyarakat luas, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, jaminan sosial, dan proyek pembangunan.
Pendidikan dan kesadaran lingkungan akan diintegrasikan dalam kurikulum Islam, menekankan pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah dan tanggung jawab manusia sebagai Khalifah di bumi.
Terakhir, prinsip restorasi lingkungan (islah) akan diterapkan, yaitu dengan mewajibkan pihak yang merusak lingkungan untuk melakukan pemulihan atau membayar ganti rugi besar, serta mengalokasikan dana dari baitul mal untuk proyek-proyek restorasi.
Dalam konteks kasus Sampang, sistem Khilafah tidak akan membiarkan kegiatan penambangan ilegal, alat berat akan disita, dan pelaku akan ditangkap segera. Akuntabilitas aparat akan sangat ditekankan. Artinya, pejabat atau aparat yang terbukti melakukan pembiaran atau korupsi akan menerima sanksi berat karena mengkhianati amanah.
Perlindungan masyarakat menjadi prioritas utama. Setiap keluhan ditindaklanjuti secara serius, sehingga masyarakat merasa dilindungi dan hukum berfungsi. Akhirnya, pemulihan kerugian lingkungan akan dinilai dan upaya restorasi akan segera dilakukan.
Singkatnya, sistem Islam dan Khilafah akan menyajikan solusi komprehensif bagi masalah penambangan ilegal berlandaskan syariat Islam, penegakan hukum yang tegas, pengelolaan sumber daya alam untuk kemaslahatan umum, dan kesadaran lingkungan, menciptakan sistem yang lebih akuntabel, dan berorientasi pada keadilan serta kesejahteraan umat.
Oleh: Ummu Anjaly, S.K.M.
Pegiat Literasi
Views: 10