Korupsi Tumbuh Subur dalam Sistem Demokrasi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
WhatsApp
Twitter
Telegram
Threads

Tinta Media – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI mengapresiasi upaya Bupati Bandung, Dadang Supriatna, dalam pencegahan korupsi di Pemkab Bandung. Bupati Bandung menunjukkan komitmen kuat melalui kegiatan edukasi dan pencegahan korupsi bersama KPK. Pemkab Bandung telah meraih Opini WTP sembilan kali berturut-turut dan skor MCP KPK meningkat dari 92% pada 2023 menjadi 93% pada 2024. Sistem Penilaian Integritas (SPI) juga meningkat dari peringkat ke-4 menjadi ke-2 dengan nilai 74,04. KPK menekankan pentingnya memperbaiki tata kelola pemerintahan untuk menghilangkan kesempatan korupsi di delapan area strategis, seperti perencanaan, penganggaran, dan pengadaan barang dan jasa. Bupati Bandung berkomitmen untuk menjadikan hasil evaluasi sebagai bahan perbaikan tata kelola pemerintahan daerah. (balebandung.com, 26/08/2025)

Sosialisme dan kapitalisme dinilai sama-sama memiliki kekurangan sehingga jalan kompromi diambil pemerintah guna mengatasi korupsi. Namun anehnya, demokrasi sebagai tiang kapitalisme masih digunakan sebagai jalan pijakan pemerintah di negeri ini. Lantas, bagaimana keinginan bebas korupsi tersebut dapat terwujud? Bukankah demokrasi justru adalah jalan legal untuk melakukan korupsi?

Semua orang pasti sepakat jika jalan untuk mendapatkan kursi jabatan dalam demokrasi tidaklah mudah. Perlu dana yang sangat besar agar dapat meraihnya. Namun, tetap saja peminat kursi empuk dalam jabatan demokrasi tak kunjung reda. Para calon pejabat pun berlomba-lomba melakukan segala cara demi bisa menikmatinya. Batasan halal dan haram menjadi semu, bahkan hilang. Semua boleh dilakukan.

Ketika telah menjabat, seakan sudah menjadi normalisasi jika para pejabat sibuk memperkaya diri. Terkait jabatan yang diemban hanya sebatas pencitraan dalam mengurus rakyat dan negara saja. Pejabat dan pengusaha pun berkolaborasi. Mereka kompak dalam melanggengkan kekuasaan dan menambah pundi-pundi kekayaan.

Dalam demokrasi, berapa pun besarnya nominal gaji pejabat tidak pernah menghentikan adanya korupsi. Hal ini terjadi karena sifat tamak manusia yang makin terbentuk dalam sekularisme, di mana agama hanya dijadikan ritual dan terpisah dari kehidupan.

Bahkan ada istilah malaikat pun akan menjadi iblis jika masuk dalam demokrasi. Orang-orang baik sulit menjaga idealismenya ketika sudah mempunyai jabatan. Berapa banyak pejabat yang awalnya adalah aktivis pembela rakyat, tetapi ketika telah masuk dalam sistem negara yang salah menjadi berbalik arah seratus delapan puluh derajat, na’uzubillah. Korupsi dan demokrasi memang ibarat dua sejoli yang saling mengiringi.

Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”(QS an-Nisa: 29)

Jika pemerintah mau berkompromi dengan sistem sosialisme dan kapitalisme, lantas mengapa tidak mencoba menggunakan sistem Islam? Al-Qur’an sebagai panduan sistem Islam telah jelas menyebut bahwa ada larangan memakan harta dengan jalan batil, entah itu suap menyuap, korupsi, dsb. Muslim yang taat tentu akan melakukan segala perintah Allah Swt. dengan semaksimal mungkin karena ingin meraih rida-Nya.

Namun, sekularisme yang telah mengakar dalam masyarakat menjadikan pemikiran bahwa agama harus terpisah jauh dari kehidupan. Islam pun tidak dipandang sebagai sebuah ideologi yang harus diterapkan. Islam hanya salah satu agama, seperti yang lain. Padahal, telah jelas bahwa hanya Islam yang paling benar dan merupakan panduan hidup yang harus diterapkan agar manusia selamat dunia dan akhirat.

Bukankah sejarah telah membuktikan bahwa Islam pernah berjaya dan berhasil memberi kesejahteraan pada umat? Segala hal dalam sistem Islam memiliki pengaturan yang sempurna karena berasal langsung dari Sang Pencipta. Hukum telah ditetapkan, maka manusia tinggal menjalankan tanpa perlu bongkar pasang kebijakan hanya demi memuaskan hawa nafsu saja.

Akidah akan menancap kuat dan dijalankan dengan benar dalam sistem Islam yaitu Khilafah, bukan demokrasi. Pejabat tidak akan berebut kekuasaan dan jabatan karena menyadari beratnya hisab kelak di akhirat. Peluang korupsi menjadi sangat kecil jika semua pejabat memiliki akidah yang kuat. Khalifah sebagai pemimpin memiliki standar hukuman sesuai syariat. Hukuman bersifat dua, yaitu memberi efek jera sehingga dapat menjadi pencegah (zawajir) dan menghapus dosa sebagai sarana memperbaiki diri (jawabir) bagi para koruptor.

Korupsi adalah masalah yang telah mengakar dan mustahil hilang jika demokrasi masih digunakan. Mimpi tercapainya kesejahteraan umat yang merata, pejabat bersih dari korupsi, maksimalnya kepengurusan negara tanpa pencitraan, dan keberkahan dirasakan di seluruh penjuru negeri tidak akan pernah terwujud dengan ideologi Barat yang terbukti merusak. Kembali ke Islam sebagai satu-satunya ideologi yang mendapat rida dari Allah Swt. adalah jalan yang harus diperjuangkan untuk kemaslahatan seluruh umat, baik di dunia maupun di akhirat. Wallahualam bissawab.

 

Oleh: Rukmini,

Sahabat Tinta Media

Views: 17

TintaMedia.Com : Menebar opini Islam di tengah-tengah umat yang terkungkung sistem kehidupan sekuler.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TULISAN TERBARU

SEDANG TRENDING

MENANGKAN OPINI ISLAM

JADWAL SHOLAT DI KOTA ANDA